Oleh : Rissa Sahara.
Sebuah negara sudah tidak bisa luput dari yang namanya sejarah. Jalan tempuh dari titik awal hingga sampai saat ini, merupakan momen yang tidak boleh dilupakan begitu saja. Rasa nasionalisme akan semakin kuat, ketika masyarakat yang ada di dalam naungannya tidak melupakan nilai perjalanan yang dikandung dalam negaranya. Sejarah dapat menjadi penentu bangsa, karena dengannya bisa menjadi cerminan bagi kaum muda dalam berprogres ke depannya.
Salah satu jalan dalam menjaga keutuhan sebuah sejarah adalah dengan menyimpan dan merawat bukti dari sejarah itu sendiri dengan mengadakan arsip sejarah. Rekaman suatu bangsa yang kemudian menjadi arsip sudah sepatutnya dikemas rapi sebagai bentuk harta bangsa bagi penerus selanjutnya. Sejarah dapat menjadi kuat kebenarannya ketika ada bukti empiris yang ada. Bukti itu akan tetap ada jika arsip yang dilakukan secara baik dan sungguh-sungguh.
Sayangnya, eksistensi daripada arsip di Aceh masih terbilang abu-abu. Hal ini didasarkan oleh pandangan orang yang menganggap kegiatan ini terlampau sepele. Sehingga, tidak ayal pelaksanaan arsip terbilang cukup santai. Padahal, sejatinya kegiatan arsip merupakan wadah untuk negara dalam menyimpan memori bangsa. Tidak hanya menyimpan, tetapi arsip dapat membuka pandangan baru tentang sejarah, bukan hanya dengan membaca buku pelajaran di sekolah saja.
Arsip yaitu rekaman dalam berbagai bentuk, baik berupa dokumen, surat-menyurat, manuskrip, audio visual yang mengandung nilai sejarah. Di Malaysia, ada begitu banyak tempat yang dijadikan sebagai penyimpanan arsip sejarah. Apakah itu surat, manuskrip, video lama, atau barang lain yang mengandung nilai sejarah, semua disimpan dalam gedung dan tentunya dirawat. Bahkan negarawan, orang-orang yang berpengaruh dalam kenegaraan, mempunyai arsipnya tersendiri. Seperti halnya Tunku Abdurrahman, yang rumah resminya dulu, sekarang dijadikan sebagai tempat arsip berkenaan rekaman yang berhubungan dengan beliau. Ini begitu menarik, karena dengan begitu masyarakat akan merasa dekat dengan sosok mantan menteri Malaysia ini. Sama seperti rumah Tunku Abdurrahman yang rumahnya dijadikan tempat arsip, jejak kerajaan atau istana yang pernah berdiri di negeri-negeri Malaysia seperti di Johor, Pahang, Kelantan, dan sebagainya, dijadikan sebagai tempat penyimpanan peninggalan-peninggalan kerajaan di sana.
Tidak hanya itu, mereka juga menyimpan barang kepunyaan pribadi tokoh, contohnya seperti surat Sultan Abdul Hamid, yang merupakan Sultan ke-26 negeri Keudah, tentang perjanjian dengan raja Siam, juga surat-surat pribadi lainnya. Lebih dari tujuh puluh tahun disimpan dan dijaga, menandakan bahwa sejarah seperti itu merupakan hal yang sangat penting bagi mereka. Tidak heran jika di Malaysia memiliki banyak gedung-gedung penyimpanan bukti sejarah, selain sebagai bentuk memori, juga menyiratkan bahwa mereka menghargai sejarah negara mereka. Tempat-tempat itu tentunya kemudian dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata sejarah bagi masyarakat umum, guna menyebarluaskan informasi-informasi berharga yang berada di dalamnya sehingga tidak mengendap di beberapa orang saja.
Perlakuan arsip sejarah yang dilakukan oleh Malaysia dapat diacungi jempol berkali-kali. Dari segi perawatan, pelayanan, hingga temu kembali informasi dilakukan benar-benar untuk keperluan memori bangsa. Tidak heran, negara Jiran itu pernah mendapatkan penghargaan dari UNESCO untuk arsip terbaik di Asia Tenggara. Masyarakat yang ada di sana pun akan melek pada sejarah, tidak buta ketika ditanya, dan merasa dekat dengan tokoh-tokoh negaranya. Pun nilai tambahnya adalah tempat-tempat arsip sejarah itu tidak hanya berada di satu titik saja, melainkan tersebar di seluruh negeri, menjadikan pemerataan informasi yang merata bagi masyarakatnya. Hal ini terjadi karena mereka sadar betul betapa pentingnya sebuah sejarah bagi negara, sehingga perlakuan yang dilakukan pun tidak semena-mena.
Dilihat dari bagaimana Malaysia mengatur secara khusus perihal sejarah, seharusnya dapat menjadi contoh bagi Aceh dalam menyikapi sejarah yang terjadi di negeri kita ini. Apa lagi, Aceh mempunyai memori sejarah yang luar biasa sepak terjangnya, yang dirasa mampu meningkatkan gairah semangat juang bagi kaum muda. Namun sayang seribu sayang, sejarah itu hanya dapat dibaca oleh mata, tak dapat dilihat langsung oleh mata. Kurangnya akses yang disebarkan kepada masyarakat, seolah menjadi alasan raibnya eksistensi dari sejarah yang ada di Aceh. Jadi, sudah tidak heran jika ada beberapa peninggalan Aceh yang seharusnya dirawat, ternyata ada yang sudah terbengkalai bahkan keberadaannya sudah tidak mendapatkan perhatian lagi.
Padahal, jika diteliti lebih lanjut, arsip sejarah dapat membangun peradaban. Lewat dari kajian ilmu pengetahuan yang dimiliki arsip, dapat menghasilkan ilmu pengetahuan yang nantinya akan mempengaruhi peradaban kebudayaan yang ada di Aceh. Hal ini, bukan tidak mungkin akan menciptakan ilmu pengetahuan yang baru.
Lewat Webinar The National Archives of Malaysia, yang diselenggarakan pada tanggal 16 April 2023 lalu, dengan pemateri Bapak Afham Jauhari Aldi, terlihat ada begitu banyak perbedaan yang terjadi antara pengolahan arsip Malaysia dan di daerah kita. Perbedaan yang mencolok itu, bisa dilihat dari bagaimana Malaysia memberikan ruang khusus untuk pengolahan arsip sejarah, bahkan tersebar dimana-mana. Tidak hanya itu, memberikan akses secara online, sehingga kita yang berada dari jarak jauh pun, dapat melihat arsip-arsip sejarah yang ada di Malaysia. Hmm,, berbeda ya dengan di sini?
Tapi, bukan tanpa alasan terjadi perbedaan yang sangat besar. Kurangnya dana menjadi faktor arsip di Aceh masih ada yang terbengkalai begitu saja. Tidak adanya alat untuk merawat dan juga tempat, dan juga yang paling penting, belum ada kesadaran yang membuat kita bergerak aktif untuk mengarsipkan tempat dan peninggalan-peninggalan sejarah. Diharapkan, diselenggarakannya webinar dapat membantu menyadarkan kaum muda dalam hal arsip sejarah yang nantinya akan menjadi warisan bangsa ke depannya. Dengan memberikan contoh arsip sejarah yang ada di negeri Malaysia, sudah sepatutnya kita mengadaptasi bagaimana kiat-kiat yang dilakukan oleh mereka, Agar ke depannya peninggalan sejarah yang ada di Aceh dapat terjaga dan tidak hilang kehadirannya.
Lagi, timbul pertanyaan, apakah kesadaran terhadap pentingnya arsip sejarah dapat langsung ada hanya dengan mengikuti webinar atau seminar? Jika pun cukup, lagi, bagaimana caranya kita dapat mewujudkan kiat-kiat yang sudah kita peroleh. Lagi, butuh kerja sama dengan pemerintah. Jika pemerintah saja kurang memperhatikan, yaa bagaimana? Apa perlu mengambil toa, dan melakukan atraksi gila , mengatakan bahwa, ‘tolong urus benteng bekas pasukan Inong balee, atau tolong jaga cerita kerajaan susoh, supaya anakku tahu ada kerajaan yang dulunya ada di Abdya, atau… cukup. Bukankah terlalu panjang jika menyebutkan satu persatu?
Jadi, jika disimpulkan. Ayo benahi diri, tak ada salahnya kaum muda mulai mempersiapkan diri, untuk ke depannya dalam urusan penjagaan warisan daerah. Karena itu merupakan identitas dan tidak seharusnya kita kehilangan identitas. Diharapkan ke depannya, tidak ada lagi yang namanya barang dan tempat peninggalan sejarah yang terbengkalai, tidak ada lagi, sejarah yang hilang . Semoga bisa, dan harus bisa. Bukankah itu kewajiban kita?