Oleh : Nashihul Umam
(Founder Teduh Community & Ketua Harian AKRAB)
Belakangan ini, wilayah Sumatra diguyur hujan tanpa jeda. Banjir meluas, rumah-rumah terendam, kendaraan terseret arus, sejumlah penduduk dipaksa mengungsi, dan akses antar daerah lumpuh akibat jembatan roboh, jalan tertutup air, bahkan sebagian terputus karena longsor. Pasokan kebutuhan pokok pun terancam terhambat dalam beberapa hari mendatang.
Di tengah kondisi ini, wajar jika muncul tanya: “Di mana kasih sayang Allah itu?”
Pertanyaan itu menjadi pintu untuk merenungkan pesan yang telah Allah isyaratkan dalam Al-Qur’an. Dalam Q.S. Al-Baqarah: 155, Allah menyampaikan bahwa manusia akan diuji dengan rasa takut, kelaparan, berkurangnya harta dan jiwa, serta kekurangan bahan pangan. Namun ayat itu tidak berhenti pada kabar buruk. Justru ditutup dengan “berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”
Lalu, bagaimana ciri orang sabar yang dimaksud?
Ayat lanjutan (Q.S. Al-Baqarah: 156–157) menggambarkan bahwa mereka adalah orang-orang yang menyadari ujian sebagai panggilan cinta dari Allah, sehingga menerima keadaan dengan hati yang kembali tertuntun kepada-Nya. Mereka tidak tenggelam dalam keluh kesah dan pertanyaan “mengapa ini terjadi?”, tetapi menjadikan musibah sebagai momen pulang dan memperbaiki diri.
Bisa jadi selama ini ada jarak antara kita dengan Sang Pencipta. Jarak yang lahir dari lalai, kesalahan yang tidak disadari, atau bahkan pembenaran demi membenarkan maksiat. Maka ujian datang sebagai tanda kasih sayang. Allah tidak ingin hamba-Nya tersesat terlalu jauh sebelum menyadari bahwa jalan pulang masih terbuka.
Karena itu, tidak semua “surat cinta” Allah datang dalam bentuk yang menyenangkan secara fisik. Ada kalanya ia hadir dalam bentuk yang menyakitkan, yang mengguncang kenyamanan. Hanya mereka yang cerdas secara spiritual yang mampu membacanya sebagai teguran penuh kasih, bukan hukuman tanpa makna. Bisa jadi derajat sedang diangkat, atau Allah menahan kita dari keburukan yang lebih besar.
Seorang guru saya, Ust. DR. Amri Fatmi, pernah berkata; “Jika kita sering lupa kepada Allah dalam hal kecil, maka Allah akan jadikan kita ingat Ia dengan hal besar.”
Karena itu, bencana ini bukan sekadar peristiwa alam, melainkan kesempatan. Kesempatan untuk mendekat, memperbaiki diri, dan kembali menjadi hamba yang sadar akan kasih sayang Tuhannya.
Di saat air merendam rumah dan membuka luka, semoga hati kita justru menemukan jalan pulang. []



















