SAGOE TV | BANDA ACEH – Koalisi Masyarakat Sipil Aceh menggelar aksi damai di Taman Bustanussalatin, Banda Aceh, Rabu (12/11/2025), menolak keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menetapkan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional yang telah dianugerahkan pada Senin (10/11) atau bertepatan dengan Hari Pahlawan 2025.
Koalisi Masyarakat Sipil Aceh menilai Prabowo tidak pantas memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto, karena selama 32 tahun berkuasa sebagai Presiden RI, Soeharto menjalankan kekuasaan secara sewenang-wenang, membungkam oposisi, menculik dan membunuh yang kritis, serta membredel media yang mengkritik kekuasaan, yang merusak demokrasi.
“Soeharto dengan otoriter melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) selama berkuasa. Perbuatan Soeharto dan kroninya itu diabadikan dalam Pasal 4 ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) Nomor XI/MPR/1998 yang secara tegas menyatakan pemberantasan terhadap tindakan KKN Soeharto dan kroni-kroninya,” kata Koordinator Aksi, Rahmad Maulidin.
Bagi Aceh, lanjut Maulidin, masa pemerintah Soeharto meninggalkan luka yang mendalam. Penetapan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) sepanjang tahun 1989-1998 memunculkan teror dalam banyak bentuk, pembunuhan di luar proses hukum, pembakaran rumah-rumah penduduk, penyerangan/penggeledahan pada malam hari, penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan terhadap tahanan, pemerkosaan, penghilangan secara paksa dan pembunuhan di tempat umum.
“DOM adalah periode yang mencekam, ribuan masyarakat Aceh meninggal, bahkan ratusan orang hingga hari ini belum diketahui nasibnya,” ujarnya.
Selain itu, pada 2023 negara mengakui telah terjadi 12 pelanggaran berat HAM di Indonesia. Sembilan dari 12 kasus yang diakui itu terjadi ketika Soeharto berkuasa. Salah dua dari 9 kasus pelanggaran berat HAM terjadi di Aceh, yaitu tragedi 1965-1966 dan tragedi Rumoh Geudong dan Pos Sattis pada 1989-1998. Bagaimana mungkin dalang yang menyebabkan terjadi pelanggaran berat HAM mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.
“Dengan rekam jejak sedemikian kotor, Prabowo memaksakan agar mertuanya menjadi Pahlawan Nasional. Sikap Prabowo dan rekam jejak Soeharto bertentangan dengan beberapa pasal pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (UU GTK),” kata Maulidin.
Pertama, bertentangan dengan asas-asas pada Pasal 2 UU GTK, khususnya asas kemanusian, keadilan, dan keterbukaan. Asas sebagai prinsip dasar harus diperhatikan dalam memberikan gelar pahlawan. Soeharto sebagai otak pelanggaran berat HAM dan KKN bertentangan dengan asas-asas tersebut.
Kemudian, usulan gelar Pahlawan Nasional Soeharto juga tidak berasal dari bawah, tidak transparan, prosesnya sangat cepat dan tidak akuntabel. Bahkan Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) selaku tim yang diamanatkan secara hukum untuk meneliti dan mengkaji usulan gelar tidak pernah melihat dokumen usulan Soeharto sebagai pahlawan.
Kedua, rekam jejak Soeharto yang berdarah bertentangan dengan Pasal 25 UU GTK yang mensyaratkan orang yang mendapatkan gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan itu memiliki integritas moral dan keteladanan, berkelakuan baik, serta tidak mengkhianati bangsa dan negara. Ia jelas tidak mungkin memenuhi syarat-syarat tersebut.
Ketiga, bertentangan dengan Pasal 3 huruf (c) UU GTK yang menjelaskan tentang tujuan dari pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan untuk menumbuhkembangkan sikap keteladanan. Pelaku tindakan keji tentu tak layak diteladani. Merujuk Pasal 3 tersebut, sikap Presiden Prabowo memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto menjadi alarm bagi kita semua akan kembalinya rezim otoriter.
Berdasarkan alasan tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Aceh menyatakan menolak penetapan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional. Sebab, ini merupakan upaya mengaburkan sejarah sehingga menyesatkan kebenaran dan menghalangi masyarakat memahami masa lalu secara jujur.
“Tindakan seperti itu hanya akan menjauhkan kita dari nilai-nilai demokrasi, keadilan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia,” kata Maulidin.
Adapun Koalisi Masyarakat Sipil Aceh Tolak Gelar Pahlawan Soeharto yakni Acehnese Civil Society Task Force (ACSTF), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Koalisi NGO HAM Aceh, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Solidaritas Perempuan Aceh, dan Solidaritas Persaudaraan Keluarga Korban Pelanggaran (SPKP) HAM Aceh.
Seperti diketahui, pada peringatan Hari Pahlawan, Senin (10/11/2025), pemerintah menetapkan sepuluh tokoh sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 116/TK/2025. Mereka adalah K.H. Abdurrahman Wahid, Jenderal Besar TNI H. M. Soeharto, Marsinah, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, Hajjah Rahmah El Yunusiyyah, Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo, Sultan Muhammad Salahuddin, Syaikhona Muhammad Kholil, Tuan Rondahaim Saragih, dan Zainal Abidin Syah. []




















