SAGOETV | DARUSSALAM – Di sebuah desa kecil bernama Leupe, Aceh Jaya, lahir seorang anak yang kelak menjadi penerang bagi dunia pendidikan Islam. Ia adalah Saifullah Idris, putra Tgk. Muhammad Idris, seorang alim yang menanamkan nilai-nilai keislaman sejak dini. Dilahirkan pada 6 April 1972, perjalanan hidupnya tak ubahnya anak-anak Aceh lainnya, yang akrab dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an dan kesederhanaan kehidupan desa.
Saifullah muda tumbuh di bawah naungan kehangatan keluarga yang menjunjung tinggi ilmu. Di usia belia, langkah kakinya membawanya menuju Dayah Bustanul Aidarussiyah di Lamno, Aceh Jaya. Di bawah naungan dayah ini, ia menghabiskan enam tahun menyerap ilmu agama dari kitab-kitab klasik, mengenal hikmah yang tersembunyi di balik tulisan ulama besar, dan mendalami falsafah hidup yang menjadi fondasi kepribadiannya.
Namun, Saifullah tidak hanya berhenti pada horizon dayah. Ia sadar bahwa ilmu memiliki cakrawala tak bertepi. Selepas menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah, ia melangkah ke IAIN Ar-Raniry (kini UIN Ar-Raniry) di Banda Aceh. Di kampus plat merah ini, ia menekuni Pendidikan Bahasa Arab, menyelami keindahan bahasa Al-Qur’an. Gelar sarjana ia raih pada tahun 1997, dengan skripsi yang menggali lebih dalam makna huruf jar dalam Al-Qur’an.
Tak puas dengan pencapaian itu, ia menyeberangi lautan ke Yogyakarta untuk mendalami filsafat pendidikan Islam di IAIN Sunan Kalijaga. Di kota itu, Saifullah menempa diri di bawah bimbingan para pemikir besar, membangun pijakan intelektual yang kokoh. Pada tahun 2000, ia menyelesaikan magisternya dengan tesis yang membahas pemikiran Muhammad Qutb dalam pendidikan Islam.
Di tahun-tahun berikutnya, langkah Saifullah semakin jauh. Ia meraih gelar doktor pada tahun 2013, dengan disertasi yang mengupas gagasan John Dewey tentang internalisasi nilai demokrasi dalam pendidikan. Dengan cerdas, ia merajut benang pemikiran Barat dan Islam, menciptakan jembatan yang relevan bagi tantangan pendidikan modern.
Saifullah bukan hanya seorang pemikir; ia juga seorang pemimpin. Ia pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Abulyatama, Ketua Prodi Pendidikan Fisika di UIN Ar-Raniry, hingga Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama di universitas yang sama. Ia adalah sosok yang memadukan kecerdasan intelektual dengan kebijaksanaan kepemimpinan.
Kiprahnya merambah hingga ke mancanegara. Jepang, Australia, Amerika Serikat, Malaysia, dan Brunei Darussalam hanyalah beberapa negara yang telah ia jelajahi untuk riset, konferensi, dan kolaborasi akademik. Di East-West Center, Hawaii, ia menjadi Visiting Fellow, sebuah kehormatan yang menunjukkan pengakuan dunia terhadap kontribusinya.
Namun, di balik segala pencapaian itu, hati Saifullah tetap berpulang ke akar. Ia bercita-cita besar untuk memajukan pendidikan dayah salafiyah, agar lembaga tradisional ini mampu berdiri sejajar dengan sistem pendidikan modern tanpa kehilangan ruh Islaminya.
Kini, sebagai seorang suami dari dr. Nadia Fajri, MKM, dan ayah dari empat anak, Saifullah terus menabur benih ilmu. Melalui publikasi di Scopus, Sinta, dan platform akademik lainnya, ia menyalurkan pemikirannya kepada dunia. Di sela kesibukannya, ia tetap menjalin kehangatan keluarga, menjadi figur yang membimbing dengan hati dan pikiran.
Saifullah Idris adalah bukti hidup bahwa ilmu adalah cahaya yang mampu menembus batas-batas geografis, sosial, dan budaya. Ia adalah pilar pendidikan Islam yang kokoh, menyinari jalan generasi mendatang dengan pengetahuan dan kebijaksanaan. Sang cendekia dari Leupe ini, tanpa ragu, adalah teladan yang menginspirasi kita semua. [cem]