Oleh: Zikrayanti, S.IP., M.LIS
Channel SagoeTV
Provinsi Aceh, selain dihebohkan dengan isu kemiskinan, juga lagi-lagi dikejutkan dengan isu stunting. Berdasarkan laporan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, sebanyak 33,2 persen anak usia di bawah lima tahun (balita) di Provinsi Aceh mengalami stunting.
Untuk Kategori Provinsi Aceh, Kabupaten tertinggi kasus stunting adalah Kabupaten Gayo Lues sebesar 42,9 persen. Kemudian disusul oleh Kota Subulussalam diperingkat ke-2 dan Bener Meriah menempati posisi ke-3. Banyak yang bertanya-tanya apa sebenarnya Stunting? Kemudian apa efeknya bagi anak-anak kita? Dan bagaimana pencegahannya?
Stunting juga merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga, anak lebih pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan pada masa awal setelah bayi lahir, akan tetapi kondisi Stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Cara mengukur stunting pada anak menurut Kemenkes RI pada balita dapat diketahui melalui pengukuran panjang atau tinggi badan balita, hasil pengukuran tersebut kemudian dibandingkan dengan ukuran standar. Akan tetapi, acuan tiap kelompok usia anak dapat berbeda. Di Indonesia indikator umum yang digunakan untuk mengukur stunting pada anak adalah dengan menggunakan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), tinggi badan menurut usia (TB/U), dan berat badan menurut usia (BB/U).
Ciri-ciri Stunting pada anak dapat dilihat anak menjadi pendiam, sulit melakukan eye contact saat memasuki usia 8-10 tahun, terindikasi mengalami keterlambatan pertumbuhan, mudah mengalami penyakit infeksi, memiliki performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar, tanda pubertas terlambat dan wajah tampak lebih muda dari usianya.
Pada masa pertumbuhan, efek Stunting pada anak dalam jangka pendek dapat dilihat anak akan mengalami gangguan konitif, dalam hal ini anak yang terkena Stunting biasanya diusia sekolah diusia sekolah kecerdasannya lebih rendah dibandingkan dengan teman-teman seusianya.
Kesulitan belajar juga akan dialami oleh anak yang terkena Stunting, hal ini disebabkan karena tingkat fokus anak akan berkurang karena Stunting dapat mengakibatkan pemutusan konsentrasi yang membuat anak lebih sulit untuk belajar. Anak terdampak Stunting juga rentan mengalami penyakit menular.
Penyakit menular yang dialami biasanya berupa obesitas, jantung dan hipertensi. Dalam hal kekebalan tubuh, anak yang terkena Stunting akan mengalami masalah sistem imunitas yang rendah dan hal ini disebabkan oleh mal malnutrisi atau kekurangan gizi yang berkepanjangan sehingga anak lebih mudah terinfeksi berbagai penyakit.
Kemudian efek Stunting pada anak tidak hanya dirasakan ketika masih kecil namun dampaknya akan terus terasa hingga dewasa. Hasil riset Pediatrics and International Child Health menyatakan bahwa anak stunting meningkatkan risiko menjadi diabetesi saat sudah dewasa. Pasalnya, kekurangan gizi pada masa pertumbuhan akan mengganggu sistem hormonal insulin dan glukagon pada pankreas yang mengatur keseimbangan dan metabolisme glukosa.
Akibatnya keseimbangan gula darah akan lebih cepat terganggu dan tubuh lebih mudah pula membentuk jaringan lemak saat anak mencapai usia dewasa. Disamping itu anak-anak stunting berisiko lebih tinggi mengidap penyakit degeneratif, seperti kanker, diabetes, dan obesitas. Hal ini disebabkan karena kebutuhan zat gizi mikro dan makro dalam tubuh tidak terpenuhi secara maksimal sehingga pembentukan fungsi sel tubuh dan lainnya tidak sempurna. Dan anak yang terkena Stunting pada usia dewasa akan berdampak pula terhadap produktivitas dan performa kerja mereka.
Di Aceh sendiri, Stunting disebabkan oleh banyaknya orang tua yang tidak paham tentang Stunting, ditambah lagi dengan masalah ekonomi di dalam keluarga yang juga menjadi salah satu faktor penyebab Stunting di Aceh. Dalam hal pemberian gizi, masih banyak orang tua yang kurang memperhatikan asupan gizi yang seimbang bagi anak terutama dalam masa pertumbuhan. Kemudian masih banyak orang tua yang memberikan makananan kepada anaknya seadanya tanpa memperhatikan asupan nutrisi sudah seimbang atau sesuai bagi tumbuh kembang anak.
Stunting dapat dicegah dengan beberapa cara misalnya melakukan pemeriksaan kesehatan dan edukasi mengenai Stunting bagi calon pengantin, mengkonsumsi makanan yang mengandung nutrisi seimbang pada masa persiapan kehamilan dan pada masa kehamilan, menyusui dan memberikan ASI eksklusif, memberikan imunisasi lengkap pada anak, menjaga kebersihan dan tersedianya air bersih, memberikan Vitamin A diberikan kepada balita dan ibu pada masa nifas, Â dan yang terakhir adalah memberikan edukasi bagi orang tua tentang bahaya Stunting bagi anak.
Disamping itu pemerintah Aceh juga telah meluncurkan program Gerakan Imunisasi dan Stunting Aceh (GISA) untuk pencegahan Stunting di Aceh. Ada 3 prioritas yang menjadi sasaran program GISA yaitu: remaja putri dengan 2 program intervensi, ibu hamil dengan 3 program intervensi dan balita dengan 5 program intervensi. Remaja putri diberikan tablet penambah darah 1 tablet x 52 minggu dan screening anemia.
Ibu hamil diberikan pemeriksaan kehamilan ANC 6x secara gratis, pemberian TTD minimal 90 butir selama kehamilan dan pemberian makanan tambahan ibu hamil KEK.
Kemudian balita untuk balita dilakukan pemantauan tumbuh kembang, pemberian ASI eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, pemberian makanan tambahan protein hewani bagi baduta, tatalaksana atau pemeriksaan balita dengan masalah gizi merujuk puskesmas dan RS, dan peningkatan cakupan dan peluasan jenis imunisasi seperti pelayanan rutin dan kampanye imunisasi dasar dan 3 imunisasi tambahan.
Semoga saja, stunting segera dapat berlalu di Aceh. Semoga!