BANDA ACEH – Ketua DPRK Banda Aceh, Irwansyah ST, menyebut bahwa politik adalah jalan perjuangan, bukan sekadar ajang perebutan kekuasaan. Hal itu ia sampaikan dalam podcast tayangan Sagoetv, Kamis (08/05/2025) bersama host Bung Maop, saat mengulas perjalanan hidup, kepemimpinan, serta pandangannya terhadap pembangunan Kota Banda Aceh.
Irwansyah menceritakan masa kecilnya yang banyak dihabiskan di lingkungan pendidikan. Ayahnya merupakan seorang kepala sekolah dan juga aktivis Muhammadiyah. Sejak SMP, Irwansyah sudah aktif di organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), kemudian menjadi Ketua OSIS di SMA, dan terus melanjutkan kiprah organisasi saat kuliah di Universitas Syiah Kuala (USK) melalui BEM Fakultas dan KAMMI Aceh.
“PKS bukan hanya partai, tapi rumah perjuangan. Saya merasa cocok dengan nilai-nilai yang dibawa sejak masa mahasiswa,” ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Sebelum terjun ke dunia politik, Irwansyah sempat berkarier sebagai konsultan teknik di bidang pengairan dan jalan. Namun semangat aktivisme dan pengabdian membawanya kembali ke dunia organisasi, hingga akhirnya terpilih menjadi anggota DPRK Banda Aceh dan dipercaya sebagai ketua lembaga legislatif tersebut.
“Menjadi Ketua DPRK bukan tujuan akhir. Ini adalah amanah. Tugas saya menjaga marwah lembaga sekaligus tetap menjadi bagian dari masyarakat,” ujarnya.
Irwansyah menyebut bahwa Kota Banda Aceh masih menghadapi berbagai tantangan, terutama di bidang infrastruktur dasar, pelayanan publik, dan penguatan pendapatan daerah.
“Saya sedih kalau melihat jalan rusak dibiarkan. Itu kebutuhan dasar masyarakat. Jangan sampai rakyat kehilangan kepercayaan kepada pemerintah,” tegasnya.
Menurut Irwansyah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Banda Aceh saat ini sebagian besar bersumber dari pajak jasa, seperti hotel, restoran, dan parkir. Ia mendorong adanya terobosan fiskal melalui pembukaan peluang investasi dan usaha, termasuk wacana kehadiran Trans Studio Mall yang sempat menjadi polemik.
“Soal bioskop, bisa kita atur sesuai dengan nilai-nilai syariah. Jangan sampai isu moral menutup peluang kerja dan pendapatan daerah,” ungkapnya.
Irwansyah juga menekankan pentingnya sinergi antara legislatif dan eksekutif. Meski berasal dari partai berbeda dengan wali kota, ia menegaskan tidak ada sekat dalam bekerja. “Setelah pilkada, semua kembali ke tujuan utama: melayani rakyat,” katanya.
Layanan dan Etika Digital
Dalam menjalankan tugasnya, Irwansyah aktif menggunakan media sosial sebagai sarana komunikasi publik. Ia menilai media sosial sebagai alat transparansi dan keterbukaan terhadap masyarakat.
“Media sosial menjadi cara saya bertanggung jawab kepada publik, terutama yang tidak bisa bertemu langsung,” ujarnya. Namun, ia juga mengingatkan pentingnya etika dalam berkomentar di ruang digital. “Kritik itu penting, tapi sampaikan secara santun dan fokus pada kinerja, bukan serangan pribadi,” tegasnya.
Ia juga aktif mempromosikan usaha kecil masyarakat tanpa imbalan, salah satunya adalah budidaya melon premium milik seorang pemuda di Kecamatan Napu. Irwansyah menilai potensi pertanian dan UMKM harus diberi ruang berkembang di tengah keterbatasan lahan kota.
Terkait isu lingkungan, Irwansyah mendorong setiap restoran dan kafe besar memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sendiri. “Usaha besar harus punya IPAL mandiri, sementara usaha kecil bisa disesuaikan dengan regulasi yang berlaku,” ujarnya.
Teladan dari Ayah
Di akhir wawancara, Irwansyah mengenang sosok ayahnya yang menjadi inspirasi dalam kepemimpinan. Sang ayah, yang pernah menjabat sebagai camat, selalu mendahulukan kepentingan masyarakat.
“Mobil dinas ayah saya bahkan sering dipakai untuk kebutuhan warga. Itu pelajaran hidup yang saya pegang hingga sekarang,” kenangnya.
Irwansyah berharap seluruh elemen masyarakat turut ambil bagian dalam membangun Banda Aceh. “Mari kita jaga kota ini bersama. Kritik boleh, tapi juga beri solusi. Karena politik bukan jalan pintas, tapi jalan panjang untuk perubahan,” pungkasnya. []
Simak lebih lengkap dalam link podcast sagoetv :