Oleh: Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad.
Dosen UIN Ar-Raniry, Kopelma Darussalam, Banda Aceh.
Dalam dataran praktik intelijen, menurut Sun Tzu, ada lima jenis agen. Agen yang pertama adalah mereka yang direkrut dari negara musuh. Mereka merupakan agen-agen yang direkrut untuk kepentingan bagi negara yang memiliki operasi intelijen di negara-negara tertentu. Semakin luas wilayah operasi, semakin penting pula, agen jenis ini yang direkrut. Karena itu, terkadang sang agen tidak menyadari jika mereka sudah bekerja bagi negara musuh. Disebutkan bahwa agen ini dapat digunakan untuk “to spread and confirm rumors and as channels of communication with local people.”
Adapun jenis agen yang kedua adalah agen yang direkrut dari pegawai dari negara musuh. Berbeda dengan agen pertama, agen model kedua ini bertujuan untuk menggali informasi sebanyak mungkin dari kantor-kantor yang memberikan berbagai informasi kepada negara yang merekrut. Loyalitas pada agen ini sangat diperlukan, karena dia akan memberikan informasi-informasi yang berguna dari keputusan resmi maupun tidak. Terkadang agen ini mendapat bayaran yang sangat mahal, demi untuk memberikan suatu informasi yang amat strategis bagi operasi intelijen.
Sementara itu, agen jenis ketiga adalah agen ganda (double agents). Menurut Sun Tzu, agen ini merupakan mereka yang mata-mata musuh yang direkrut. Agen ganda sangat penting di dalam operasi intelijen. Hal ini disebabkan,
[Double agents have the confidence of the enemy, have access to enemy secrets, are able to recruit and communicate with the other types of agents and can assist in the infiltration of the enemy with other spies. It is no wonder that they are to be treated generously and delicately.
Jika melihat peran di atas, maka di dalam sejarah intelijen dunia, peran agen ganda memang sangat menentukan arah konflik yang dimainkan oleh masing-masing pihal yang berkepentingan. Di dalam era global, agen ganda memang tidak lagi diragukan, karena seseorang dapat bekerja bagi beberapa negara dalam waktu yang bersamaan. Informasi dapat dibagi kepada siapapun, baik disengaja maupun tidak. Negara-negara yang berkepentingan terhadap informasi dan analisa dari agen tersebut, akan “memelihara” agen ganda tersebut.
Adapun agen jenis keempat adalah agen yang diberikan informasi yang salah untuk menyesatkan negara musuh. Jika tiga agen di atas direkrut dari negara musuh, maka agen jenis keempat ini direkrut dari negara itu sendiri. Mereka disebutkan “weak” agent. Mereka dipelihara untuk diberikan informasi yang keliru, supaya musuh dapat tertipu. Agen tidak “berguna” ini sangat berguna untuk menipu musuh, terutama dengan informasi yang digali dari mereka, yang merupakan informasi yang keliru. Terakhir, adalah agen yang kembali dari suatu negara, setelah menetap di negara tertentu dalam jangka tertentu pula. Kepulangan mereka tentu saja dengan membawa informasi-informasi yang amat berguna. Agen jenis terakhir ini sangat banyak ditemui dilapangan. Mereka menyamar dengan berbagai profesi, lantas kembali ke negaranya dengan berbagai informasi yang menguntungkan negaranya atau di penyandang dana ketika dia melakukan operasi intelijen. Agen jenis ini dikenal dengan istilah living agents.
Dari hirarki skeman intel di atas juga dapat dipetakan lagi aktifitas intelijen dari seorang agen sebagaimana dijelaskan oleh Supono Soegirman, yaitu:
Pertama, roving agent, yaitu agen yang berkelana sesuai jadwal yang telah ditentukan. Ia bisa membawa informasi dan melakukan pengawasan untuk memastikan bahwa para petugas bekerja sebagaimana seharusnya. Agen ini biasanya akan keliling suatu kawasan untuk mengecek semua operasi intelijen berjalan seperti yang diprogramkan. Mereka berpindah-pindah, sebab akhirnya kembali ke markas untuk melakukan berbagai evaluasi atau analisa.
Kedua, agen spionase, yaitu agen yang melakukan tugas spionase, misalnya mendapatkan Bahan Keterangan (baket) yang diperlukan oleh organisasi. Agen inilah yang sering dikenal dengan intel. Dalam pemahaman masyarakat, agen adalah mereka yang melakukan aktifitas spionase. Biasanya mereka akan melakukan infiltrasi atau penyamaran, sekaligus aktifitas lainnya seperti penggalangan atau pengamanan.
Ketiga, agen sabotase, yaitu agen yang melakukan sabotasi di wilayah atau kegiatan lawan. Agen jenis ini biasanya akan memetakan sebuah operasi intelijen, untuk melakukan berbagai aksi sabotase. Pemetaan wilayah merupakan pengetahuan yang harus dimiliki oleh agen sabotase.
Keempat, agen terror/sniper, yaitu agen yang melakukan kegiatan di negara sasaran dan melakukan pembunuhan terhadap target yang berada di negara tersebut. Agen ini sering dijumpai sebagai pelaksana teror bagi suatu daerah yang merupakan rangkaian dari operasi intelijen secara keseluruhan.
Kelima, agen propaganda, yaitu agen yang melakukan kegiatan propaganda di negara sasaran. Agen ini biasanya juga disebut sebagai agitator atau provokator di suatu wilayah. Mereka akan melakukan berbagai aksi propaganda dengan berbagai bentuk, yang kadang membawa kepanikan bagi suatu masyarakat, daerah atau bahkan suatu negara.
Keenam, agen procure, yaitu agen yang ditugasi melakukan pembunuhan karakter terhadap tokoh tertentu (character assasination), sering juga disebut hidden persuader. Biasanya agen ini hanya bertugas untuk membunuh karakter seseorang tokoh atau seseorang TO, supaya pengaruhnya tidak mampu mengacaukan sistem operasi intelijen yang sudah direncanakan.
Ketujuh, sleeping agent, yaitu agen yang dimasukkan ke dalam suatu organisasi atau wilayah tertentu untuk waktu yang cukup lama, sambil menunggu tugas yang akan dibebankan kepadanya kelak pada waktu yang dianggap tepat. Agen ini biasanya akan melakukan proses penyamaran sebagai “seseorang yang biasa” dengan kehidupan yang normal. Namun, pada saat ada panggilan, dia akan bangun dari tidurnya. Dia akan menjalankan tugas-tugas yang diembankan kepadanya, untuk suatu kepentingan.
Kedelapan, agent of influence, yaitu seseorang yang menjadi agen dan menggunakan kedudukannya atau pengaruhnya di kalangan masyarakat untuk mempromosikan gagagan tertentu dari pihak lain atau sponsornya. Menurut Soegirman
Agen jenis ini diperlukan karena tokoh tersebut memiliki kewibawan dan pengaruh yang cukup besar, karena terdukung oleh kemampuan intelektualnya ataupun kedudukannya baik dalam struktur maupun lembaga-lembaga yang bersifat non-formal.
Agen ini biasanya berupa tokoh-tokoh dalam bidang tertentu untuk melakukan pengaruh di dalam masyarakat. Biasanya, operasi penggalangan akan merekrut TOGA (Tokoh Agama) dan TOMAS (Tokoh Masyarakat). Mereka lantas akan dikendalikan supaya dapat menjadi corong dari suatu kepentingan intelijen. Disebutkan bahwa konsep-konsep tertentu di dalam operasi subversi dapat disampaikan melalui tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh di dalam suatu negara.
Demikianlah beberapa jenis agen yang kerap muncul di lapangan, baik muncul secara terbuka maupun tertutup. Di atas itu semua, kesemua jenis agen tersebut memiliki pengendali masing-masing. Adapun proses pengendalin dalam aktifitas intelijen adalah penugasan, pengarahan, bimbingan, dan pengawasan. Tentu saja, jika seseorang tidak seseorang tidak terlibat dalam aktifitas intelijen tidak akan menyadari hal tersebut, sebab proses-proses tersebut bersifat rahasia. Inilah mengapa kegiatan intelijen dilakukan secara sistematik oleh agen. Proses ini dikenal dengan istilah briefing dan debriefing. Adapun briefing adalah “arahan pelaksanaan tugas, bagaimana melaksanakan tugas, bagaimana harus berkomunikasi serta kapan harus melapor serta bagaimana melaporkannya, baik yang disampaiakn secara lisan maupun tertulis.” Sementara itu, debriefing adalah “laporan umpan balik yang dilakukan oleh agen kepada pengendali, yang dilakukan secara lisan dan sebaiknya dibarengi dengan tertulis, terkait substansi penugasan dalam rangka kegiatan dan operasi intelijen.”[]