SAGOE TV | BANDA ACEH – Orangutan Sumatera (Pongo abelii) yang berstatus Kritis (Critically Endangered) menurut IUCN terus menghadapi ancaman serius. Selain kehilangan habitat akibat deforestasi, praktik perdagangan ilegal satwa dilindungi ini masih marak terjadi, bahkan melibatkan jaringan lintas negara.
Dalam momentum Hari Orangutan Sedunia (International Orangutan Day) 2025, Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) bersama Bu-Moe? Fest, Forum Orangutan Indonesia (FORINA), dan Forum Orangutan Aceh (FORA) menggelar aksi simbolik di pusat Kota Banda Aceh. Mereka menghadirkan baliho berukuran besar yang menampilkan visual menyentuh: seekor orangutan Sumatera dalam kerangkeng dan anak orangutan yang terikat rantai.
Visual tersebut dipilih untuk menyampaikan pesan kuat: orangutan masih ada di Aceh, namun keberadaannya semakin rapuh dan terancam oleh aktivitas ulah manusia.
Juru Kampanye Yayasan HAkA, Raja Mulkan, menegaskan bahwa Hari Orangutan Sedunia harus menjadi momentum untuk menyadarkan publik.
“Melalui peringatan Hari Orangutan, kami ingin masyarakat sadar bahwa kita punya satwa yang sangat penting bagi hutan kita. Sayangnya, orangutan terus terancam karena deforestasi, perburuan, dan perdagangan ilegal. Jangan sampai satwa kebanggaan kita ini hilang. Di momen kemerdekaan ini, mari kita jadikan sebagai seruan untuk membebaskan semua makhluk hidup khususnya spesies yang ada di hutan Aceh dari ancaman kepunahan,” ujarnya.
Data Yayasan HAkA mencatat, dalam periode 2020–2024 terdapat 13 perkara hukum di Aceh yang melibatkan lima individu orangutan Sumatera sebagai barang bukti. Sebanyak 14 terdakwa diproses, namun vonis tertinggi hanya 4 tahun penjara.
“Pola ini menunjukkan bahwa kejahatan terhadap orangutan bersifat berulang dan sistematis, dengan modus utama berupa perdagangan. Kehadiran barang bukti menandakan pasar gelap satwa liar, khususnya orangutan Sumatera, masih aktif dan memiliki rantai distribusi hingga pasar internasional,” jelasnya.
Ancaman ini bahkan menembus batas negara. Pada Januari dan Mei 2025, Kepolisian Thailand menggagalkan dua kasus penyelundupan orangutan Sumatera melalui jalur laut ke Provinsi Satun. Dari lima bayi orangutan yang diselamatkan, satu mati akibat stres perjalanan, sementara empat lainnya kini dititipkan di Khao Prathap Chang Wildlife Center, Ratchaburi, Thailand.
Sebagai bagian dari peringatan 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia–Thailand, keempat bayi orangutan tersebut dijadwalkan direpatriasi ke Indonesia pada akhir 2025.
Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa perdagangan ilegal orangutan masih marak dan menegaskan pentingnya kerja sama lintas negara untuk menghentikan praktik kejam tersebut.
“Melalui pesan simbolik dalam bentuk baliho ini, kolaborasi HAkA, Bu-Moe?, FORINA, dan FORA mengajak masyarakat untuk meneguhkan kembali kesadaran bahwa orangutan masih ada, dan tugas kitalah untuk menjamin mereka tetap hidup di alam. Keberadaan orangutan bukan hanya soal satwa, tapi juga tentang masa depan hutan Aceh dan keseimbangan ekosistem yang menopang kehidupan manusia,” tutup Raja Mulkan. []