SAGOE TV | BANDA ACEH – Semangat olahraga lintas batas kembali ditunjukkan pelari Aceh. Tahun ini, mereka siap meramaikan Kuala Lumpur Standard Chartered Marathon 2025, ajang lari internasional yang menghadirkan 42.000 peserta dari 48 negara.
Ajang bergengsi Kuala Lumpur Standard Chartered Marathon (KLSCM) 2025 yang akan berlangsung pada 4–5 Oktober mendatang, bukan sekadar kompetisi lari, tapi juga perayaan gaya hidup sehat, solidaritas global, dan potensi ekonomi lintas batas.
Indonesia terdaftar lebih dari 1.200 pelari, termasuk 50 lebih pelari rekreasional asal Aceh yang semakin aktif menembus pentas internasional. Nama-nama seperti Orcheva (kategori 42KM), Heri Juanda (kategori 42KM). dr Masry (kategori 21KM) serta para pelari Aceh lain juga ikut serta.
“Kami ikut dalam event lari internasional ini tidak hanya sebagai peserta, akan tetapi sekaligus belajar bagaimana event besar itu digelar” kata Orcheva, Kamis (2/10).
Kehadiran mereka di KLSCM 2025 melanjutkan jejak partisipasi para pelari Aceh di ajang-ajang bergengsi lain sebelumnya seperti Berlin Marathon dan Sydney Marathon. Hal tersebut memperkuat citra Aceh sebagai komunitas pelari rekreasional yang aktif dan berdaya saing.
Prediksi Dampak Ekonomi: Multiplier Effect Regional
Dengan biaya pendaftaran berkisar antara Rp850 ribu hingga Rp1,5 juta per peserta, KLSCM 2025 diperkirakan menghasilkan pendapatan langsung dari registrasi lebih dari Rp50 miliar. Namun, dampak ekonominya jauh melampaui angka tersebut.
Pariwisata dan akomodasi: Ribuan pelari dan pendukung diperkirakan menginap di Kuala Lumpur selama 3–5 hari, mendorong okupansi hotel, restoran, dan transportasi lokal.
Belanja perlengkapan olahraga: Lonjakan pembelian sepatu lari, pakaian teknis, dan suplemen menjelang event.
Paket wisata tambahan: Banyak peserta memanfaatkan momen marathon untuk berlibur, menciptakan efek domino pada sektor travel.
Branding kota dan sponsor: KLSCM menjadi platform promosi bagi sponsor seperti Standard Chartered Bank dan Pantai Hospital C, serta memperkuat citra Kuala Lumpur sebagai kota olahraga internasional.
Koneksi antar komunitas pelari: Pelari Aceh yang berjejaring dengan komunitas global membuka peluang kolaborasi, pelatihan, dan bahkan potensi wisata olahraga di Aceh.
Potensi Jangka Panjang
Inspirasi lokal: Kiprah pelari rekreasional Aceh dapat memicu minat masyarakat terhadap olahraga lari, mendorong penyelenggaraan event serupa di daerah.
Ekonomi olahraga: Jika dikelola dengan baik, komunitas pelari dapat menjadi ekosistem ekonomi baru—dari pelatih, apparel lokal, hingga penyelenggara event.
“Kami tidak sekedar ikut lari, tapi juga mengambil pengalaman dampak dari pengelolaan event lari ke ekonomi masyarakat dan daerah, sesuatu yang belum begitu dilirik di Aceh,” sebut Masry.
KLSCM 2025 bukan sekadar ajang olahraga, tapi juga panggung diplomasi publik. Ketika pelari dari Aceh, dan seluruh Indonesia berlari bersama ribuan peserta dari 48 negara, mereka membawa pesan bahwa olahraga bisa menyatukan, menginspirasi, dan menggerakkan ekonomi.
“Jika Aceh mampu mengembangkan ekosistem pelari rekreasional secara berkelanjutan, bukan mustahil dalam beberapa tahun ke depan dunia akan menyaksikan Aceh Marathon sebagai destinasi internasional berikutnya, sesuatu yang dulu pernah gagal diinisiasi karena dikelola secara politik,” ujarnya. [R]