SAGOETV | BANDA ACEH – Makna dan nilai spiritual ibadah haji dalam perspektif yang mendalam, terutama mengenai semangat menjaga keistiqamahan dalam ibadah, bukan hanya bagi jamaah haji, tetapi juga untuk seluruh umat Islam, menjadi tema utama dalam Halaqah dan Kajian Magrib rutin di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Ahad, 04 Mei 2025. Kajian tersebut disampaikan oleh Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Aceh, DR. Tgk. H. A. Gani Isa, SH. MA.
Beberapa poin penting yang disampaikan oleh Tgk. H. A. Gani Isa antara lain mengenai waktu haji dan kesuciannya. Menurut beliau, ibadah haji hanya dilaksanakan pada waktu tertentu dalam setahun, yaitu dari awal bulan Syawal sampai 10 Zulhijjah. Pada waktu ini, Allah melarang rafats (ucapan kotor), fusuq (maksiat), dan jidal (perdebatan). Ini menunjukkan bahwa ibadah haji bukan sekadar ritual fisik, tetapi juga pensucian akhlak dan jiwa.
Tgk. H. A. Gani Isa juga menceritakan sejarah dan keistimewaan Baitullah. Dikatakan bahwa Baitullah sudah ada sejak zaman Nabi Adam, bahkan ada yang menyebutkan bahwa Baitullah dibangun sebelum beliau diturunkan ke bumi. Bakkah, nama awal Makkah, disebut sebagai tempat tawaf pertama, bahkan oleh malaikat sebelum manusia.
Selain itu, beliau juga menyampaikan tentang panggilan Nabi Ibrahim dan respons manusia. Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyeru umat manusia untuk menunaikan ibadah haji. Seruan itu diabadikan dalam Surah Al-Hajj ayat 27. Meskipun secara logika mustahil suara beliau dapat sampai jauh, Allah yang menyampaikan panggilan itu hingga akhirnya semua umat manusia meresponsnya hingga kini.
Tgk. H. A. Gani Isa juga menjelaskan bahwa Baitullah bukan hanya bangunan fisik, melainkan simbol transendensi. Ka’bah merupakan pusat spiritual yang menyedot hati umat manusia untuk kembali kepada Allah. Ia menjadi tempat di mana manusia menanggalkan “baju dunia” dan mengenakan “baju ketuhanan”.
“Keutamaan dan kerinduan terhadap haji dan umrah di Baitullah tidak pernah sepi. Bahkan di luar musim haji, jemaah umrah tetap memadati Masjidil Haram. Ini adalah bukti dari doa Nabi Ibrahim agar hati manusia selalu rindu kepada tempat tersebut,” ujar beliau, mengutip QS Ibrahim: 37.
Lebih lanjut, beliau juga memaparkan mengenai makna tawaf dan syarat kesucian. Tawaf diibaratkan seperti salat, oleh karena itu syarat kesuciannya sama, yakni harus berwudhu. Bahkan hal-hal kecil seperti kentut dapat membatalkan wudhu dan harus diulang. Ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga kebersihan lahir dan batin dalam setiap ibadah.
Terkait perbedaan pendapat dalam fikih, beliau juga menyebutkan perbedaan antara mazhab Syafi’i dan Hanafi terkait pembatalan wudhu sebagai cerminan keluwesan dalam memahami ibadah berdasarkan kondisi dan kesungguhan hati.
Kajian dan halaqah ini tidak hanya memberikan wawasan tentang tata cara haji, tetapi juga mengajak umat untuk merenungi esensi dari setiap gerakan ibadah bahwa semuanya adalah bentuk ketaatan, pembersihan diri, dan ungkapan syukur kepada Allah. []