Tgk. H. Muhammad Yusuf bin Abdul Wahab, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tu Sop, Ayah Sop, merupakan figur ulama Aceh yang tidak hanya dikenal karena kedalaman ilmunya, tetapi juga karena kepeduliannya terhadap kemanusiaan dan upaya untuk memajukan pendidikan Islam serta memperbaiki politik Islam. Keberhasilannya dalam membangun lembaga pendidikan, bisnis, serta keterlibatannya dalam kegiatan sosial, menjadikan Tu Sop sebagai sosok yang sangat disegani di Aceh dan luar daerah dengan prinsip yang sering beliau sebut “Memperbaiki orang kuat dan memperkuat orang baik”.
Tu Sop lahir pada tahun 1964 di Desa Blang Me Barat, Kecamatan Jeunieb, Kabupaten Bireuen. Ia merupakan putra dari pasangan ulama terhormat, Tgk. H. Abdul Wahab bin Hasballah dan Hj. Zainab binti Muhammad Shaleh. Ayahnya, Tgk. H. Abdul Wahab, juga seorang ulama yang berpengaruh dan telah memberikan kontribusi besar dalam dunia pendidikan Islam di wilayah Bireuen, khususnya melalui Dayah Babussalam Al-Aziziyah yang kemudian dipimpin oleh Tu Sop.
Tu Sop adalah anak keempat dari empat bersaudara. Ia memiliki tiga saudara, yaitu Hj. Hasanah, Tgk. H. M. Hasan A Wahab, dan Hj. Halimah. Semua saudaranya memiliki keterkaitan erat dengan dunia pendidikan Islam, terutama dalam lingkungan dayah (pesantren tradisional) di Aceh. Latar belakang keluarganya yang religius memberikan fondasi yang kuat bagi pengembangan karakter dan ilmu keagamaan Tu Sop sejak usia dini.
Pendidikan formal Tu Sop dimulai di SD Negeri 1 Jeunieb pada tahun 1970 dan ia menyelesaikan pendidikan dasarnya pada tahun 1976. Sejak kecil, Tu Sop sudah memperlihatkan minat yang mendalam dalam belajar ilmu agama. Setelah lulus SD, ia melanjutkan ke SMP Negeri 1 Jeunieb. Di waktu yang bersamaan, ia juga mulai belajar ilmu agama di Dayah Darul Atiq Putra, yang menjadi salah satu langkah awalnya dalam mendalami ilmu agama secara formal. Tu Sop lulus dari SMP pada tahun 1980, kemudian meneruskan pendidikan agamanya di Dayah MUDI Mesra, Samalanga, salah satu dayah terbesar dan paling terkenal di Aceh.
Selama di Dayah MUDI Mesra, Tu Sop bukan hanya belajar, tapi juga mulai mengajar sejak tahun 1985. Kemampuan dan kecerdasannya dalam menyerap serta menyampaikan ilmu membuatnya cepat diakui oleh para guru dan sesama santri. Ia dikenal sebagai pribadi yang rajin, rendah hati, dan memiliki dedikasi tinggi terhadap pendidikan Islam. Sosoknya pun menjadi salah satu murid yang sangat dicintai oleh Tgk. H. Hasanoel Bashry atau lebih dikenal dengan Abu Mudi.
Pada tahun 1993, Tu Sop melanjutkan pendidikannya ke Mekkah, Arab Saudi. Keberangkatannya ke Mekkah bertujuan untuk memperdalam ilmu agama, terutama dalam bidang tasawuf dan fikih. Di Mekkah, ia berguru kepada salah satu ulama besar di sana, Syeikh Sayed Muhammad Ali, yang merupakan seorang ulama sufi dengan mazhab Maliki. Selama empat tahun, Tu Sop memfokuskan diri pada pendalaman ilmu agama di bawah bimbingan Syeikh Sayed Muhammad Ali, yang juga dikenal memiliki pendekatan yang mendalam terhadap spiritualitas dan pengembangan diri.
Setelah menyelesaikan studinya di Mekkah pada tahun 1997, Tu Sop kembali ke Aceh dan kembali bergabung dengan Dayah MUDI Mesra. Pengalaman belajar di luar negeri ini memperkaya pengetahuan dan perspektif Tu Sop dalam menyampaikan dakwah dan ilmu agama kepada masyarakat Aceh. Keberadaannya di Mekkah juga memberinya kesempatan untuk berinteraksi dengan ulama-ulama dari berbagai negara, yang turut memengaruhi pendekatannya dalam berdakwah.
Pada tahun 2001, Tu Sop resmi memimpin Dayah Babussalam Al-Aziziyah di Jeunieb, Bireuen. Di bawah kepemimpinannya, dayah ini mengalami perkembangan pesat, baik dalam hal kualitas pendidikan maupun infrastruktur. Tu Sop mengintegrasikan pendekatan tradisional dayah dengan kebutuhan modern, sehingga menjadikan Babussalam Al-Aziziyah sebagai salah satu pusat pendidikan Islam terdepan di Aceh.
Selain berperan sebagai pimpinan dayah, Tu Sop juga dikenal sebagai seorang pengusaha yang sukses. Ia mengelola bisnis air minum kemasan dengan merek Ie Yadara. Tidak hanya fokus pada bisnis, Tu Sop juga mendirikan Radio Yadara, sebuah stasiun radio dakwah yang berbasis di Dayah Babussalam Al-Aziziyah. Radio ini berfungsi sebagai media dakwah yang menyajikan pengajian dan kajian kitab-kitab para ulama, salah satunya adalah kitab “Minhajul ‘Abidin” karya Imam Al-Ghazali. Radio ini sangat populer di kalangan masyarakat Aceh karena menyajikan ceramah agama yang mudah dipahami dan relevan dengan kondisi masyarakat.
Keberadaan Radio Yadara sangat membantu dalam menyebarkan dakwah Islam secara luas, tidak hanya di Aceh, tetapi juga ke wilayah-wilayah lain di Indonesia bahkan Malaysia yang memiliki akses ke siaran radio tersebut. Tu Sop memahami betul pentingnya media dalam menyampaikan pesan-pesan keagamaan di era modern, dan oleh karena itu, ia memanfaatkan Radio Yadara sebagai salah satu sarana untuk mencapai tujuannya dalam menyebarkan dakwah tanpa batas. Hingga kemudian lahir Yadara TV dan media-media lainnya untuk menyebarkan dakwah ke seluruh dunia.
Pada tahun 2018, Tu Sop terpilih sebagai Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) untuk periode 2018-2023, sebuah organisasi yang menaungi para ulama dan pemimpin dayah Salafiyah di seluruh Aceh. Organisasi ini memiliki peran penting dalam menjaga tradisi keilmuan Islam di Aceh, serta menjadi forum bagi para ulama untuk berdiskusi mengenai isu-isu keagamaan dan sosial. Di bawah kepemimpinan Tu Sop, HUDA semakin aktif dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan moral dan spiritual masyarakat Aceh.
Pada tahun 2024, Tu Sop kembali terpilih sebagai Ketua HUDA untuk periode 2024-2029. Ini merupakan bukti kepercayaan dan pengakuan dari kalangan ulama dan masyarakat atas kepemimpinannya yang arif dan bijaksana. Dalam kapasitasnya sebagai Ketua HUDA, Tu Sop kerap terlibat dalam berbagai diskusi penting mengenai kebijakan-kebijakan keagamaan di Aceh, termasuk dalam upaya mempromosikan perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat melalui ajaran Islam.
Selain itu, Tu Sop juga memimpin Barisan Muda Ummat (BMU), sebuah gerakan sosial yang bertujuan untuk membantu masyarakat miskin dan kaum dhuafa di Aceh. Salah satu program utama BMU adalah pembangunan rumah layak huni bagi keluarga yang kurang mampu. Hingga saat ini, BMU telah berhasil membangun sekitar 65 unit rumah untuk kaum dhuafa di berbagai wilayah di Aceh. Tu Sop selalu menekankan pentingnya solidaritas dan kepedulian sosial dalam Islam, dan ia mengajak seluruh umat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial yang diinisiasi oleh BMU.
Salah satu momen penting dalam aktivitas sosial BMU adalah ketika mereka berhasil menggalang donasi sebesar Rp645 juta untuk membantu rakyat Palestina. Gerakan ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat Aceh yang terkenal memiliki solidaritas tinggi terhadap sesama muslim di berbagai belahan dunia.
Sebagai ulama yang sangat peduli dengan penerapan syariat Islam di Aceh, Tu Sop memiliki pandangan yang tegas bahwa politik harus selalu selaras dengan prinsip-prinsip syariat. Tu Sop selalu menekankan bahwa penerapan syariat Islam harus dilakukan secara adil dan bijaksana. Menurutnya, syariat tidak hanya berkaitan dengan penegakan hukum, tetapi juga mencakup upaya untuk mewujudkan kesejahteraan sosial, perlindungan hak-hak masyarakat, dan pemberantasan kemiskinan. Ia sering kali mengingatkan bahwa syariat Islam yang diterapkan di Aceh harus bisa menjadi solusi bagi berbagai masalah sosial, bukan hanya sekadar penegakan hukum formal.
Tu Sop dikenal sebagai ulama yang visioner dan mampu bergaul dengan berbagai kalangan, mulai dari anak muda, kaum profesional, hingga masyarakat umum. Hal ini menjadikannya sebagai tokoh yang sangat dicintai oleh masyarakat Aceh. Dakwahnya tidak hanya disampaikan di masjid atau dayah, tetapi juga melalui berbagai media seperti radio, televisi, dan internet. Salah satu keinginan Tu Sop yang pernah ia sampaikan dalam sebuah diskusi adalah menyebarkan dakwah Islam tanpa batas, sehingga ajaran Islam dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Dalam aktivitas dakwahnya, Tu Sop sering diundang untuk mengisi ceramah di berbagai daerah, baik di dalam maupun luar Aceh. Ia juga kerap diundang untuk berbicara di berbagai forum keagamaan di Pulau Jawa dan Malaysia. Sebagai salah satu ulama yang aktif dalam berbagai organisasi keagamaan.
Selain perannya di Dayah Babussalam Al-Aziziyah, Tu Sop juga aktif dalam berbagai organisasi keagamaan dan dakwah di Aceh. Salah satu organisasi yang kerap menjadi platform bagi kegiatan dakwah Tu Sop adalah Majelis Tastafi (Ta’lim Tasawuf, Tauhid, dan Fiqih). Majelis Tastafi merupakan forum pengajian yang mengkaji ilmu tasawuf, tauhid, dan fikih, yang bertujuan untuk memperkuat pemahaman masyarakat terhadap ajaran Islam yang mendalam.
Tu Sop menjadi salah satu ulama yang sering diundang untuk mengisi kajian di Majelis Tastafi, baik di Aceh maupun di luar Aceh. Kajiannya dalam forum ini sangat diminati, karena beliau mampu menyampaikan materi yang kompleks dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Ini adalah salah satu kelebihan Tu Sop yang membuatnya dicintai oleh banyak jamaah. Pengajian yang diadakan oleh Majelis Tastafi sering dihadiri oleh ribuan jamaah dari berbagai kalangan, yang datang untuk mendengarkan tausiyah dan nasihat-nasihat Tu Sop.
Bahasa yang digunakan oleh Tu Sop dalam menyampaikan dakwah sangat sederhana, namun penuh makna. Beliau mampu menjelaskan konsep-konsep agama yang mendalam dengan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat awam. Hal inilah yang membuat ceramah-ceramahnya selalu ditunggu-tunggu oleh banyak jamaah. Ribuan orang sering hadir dalam kajiannya, baik secara langsung maupun melalui siaran radio dan media sosial.
Tu Sop kerap terlibat dalam diskusi dengan pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan organisasi keagamaan untuk memastikan bahwa penerapan syariat Islam berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kesejahteraan. Ia selalu menekankan pentingnya syariat Islam diterapkan secara adil dan bijaksana, sehingga dapat memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat. Menurutnya, penerapan syariat Islam bukan hanya soal hukum, tetapi juga tentang bagaimana menciptakan masyarakat yang berakhlak mulia, beradab, dan sejahtera.
Selain itu, Tu Sop juga sering memberikan masukan terkait peran pendidikan agama dalam memperkuat penerapan syariat Islam di Aceh. Ia percaya bahwa pendidikan yang berkualitas, terutama di lembaga-lembaga dayah, adalah kunci untuk mencetak generasi yang memahami dan mengamalkan ajaran Islam dengan baik.
Perjalanan hidup Tu Sop sebagai seorang ulama, pemimpin, dan pengusaha memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat Aceh. Ia tidak hanya dikenal sebagai seorang ulama yang memiliki pengetahuan agama yang mendalam, tetapi juga sebagai sosok yang peduli terhadap isu-isu sosial dan kemanusiaan.
Warisan yang ditinggalkan oleh Tu Sop tidak hanya terbatas pada lembaga pendidikan dan dakwah yang ia pimpin, tetapi juga pada nilai-nilai moral dan etika yang ia tanamkan kepada masyarakat Aceh. Sosoknya sebagai ulama yang bersahaja, rendah hati, dan bijaksana, menjadikan Tu Sop sebagai teladan bagi banyak orang, terutama bagi para santri yang menimba ilmu di Dayah Babussalam Al-Aziziyah.
Pengaruhnya dalam dunia pendidikan Islam, bisnis, dan dakwah tidak hanya dirasakan di Aceh, tetapi juga di wilayah-wilayah lain yang terhubung dengan kegiatannya. Dalam banyak kesempatan, murid-murid Tu Sop telah mengambil peran penting dalam melanjutkan misi dakwah dan pengajaran yang telah ia rintis. Mereka kini tersebar di berbagai daerah, baik di dalam maupun luar negeri, dan tetap mengajarkan ilmu-ilmu yang mereka peroleh dari Tu Sop.
Sebagai seorang ulama yang telah mendedikasikan hidupnya untuk agama dan masyarakat, warisan Tu Sop akan terus dikenang. Pengaruhnya akan terus hidup melalui lembaga-lembaga yang ia dirikan, serta para murid dan pengikutnya yang terus mengamalkan ilmu dan ajaran yang ia wariskan. Semoga Tu Sop mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT, dan warisannya terus membawa manfaat bagi umat Islam Aceh dan di seluruh dunia.