SAGOETV | BANDA ACEH – Serial drama asal Malaysia berjudul Bid’ah menuai kritik keras dari sejumlah tokoh agama di Aceh. Para ulama menilai bahwa tayangan tersebut menyimpang secara akidah dan berpotensi mencemarkan simbol-simbol keislaman, terutama melalui penggunaan istilah keagamaan serta penggambaran tokoh berpakaian layaknya ulama.
Dalam diskusi publik yang digelar oleh Pengurus Besar Rabitah Thaliban Aceh (PB RTA) pada Selasa, 15 April 2025, Pembina Laskar Aswaja Aceh, Tgk. H. Umar Rafsanjani, Lc., MA, menegaskan bahwa penggunaan istilah “bid’ah” sebagai judul film tersebut sangat menyesatkan jika tidak diiringi dengan pemahaman yang benar terhadap konteks keislaman.
“Judulnya Bid’ah, tapi isi ceritanya justru dipenuhi kemaksiatan dan penyimpangan akhlak. Ini jelas menyesatkan dari sisi pemahaman agama,” ungkap Anggota Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh ini di hadapan peserta diskusi.
Ia juga menyoroti penggunaan simbol-simbol Islam seperti sorban dan jubah yang dalam film tersebut dikenakan tanpa memperhatikan etika dan makna spiritual di baliknya. Menurutnya, dalam tradisi keilmuan Islam, penggunaan atribut seperti sorban sering kali disertai dengan ijazah atau sanad dari guru atau mursyid.
“Serban itu tidak sembarangan bisa dipakai. Ada sanad keilmuannya. Bahkan banyak ustaz di Malaysia juga memprotes hal ini,” tambah Pimpinan Dayah Mini, Syiah Kuala Banda Aceh, sebagaimana ditayang ulang Sagoe TV, Rabu (16/4/2025).
Serial ini diketahui telah menuai kontroversi sejak awal penayangannya di Malaysia. Lembaga otoritas keislaman di sana, Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM), bahkan disebut telah memberikan teguran terkait beberapa adegan yang dianggap melecehkan nilai-nilai Islam.
Tgk. Umar juga menegaskan bahwa meskipun ada potensi penyimpangan dalam relasi guru dan murid dalam realitas kehidupan, khususnya dalam dunia tarekat, namun hal itu tidak bisa digeneralisasi.
“Sebagian besar mursyid di Aceh sangat ketat menjaga adab. Bahkan untuk memandang perempuan saja, mereka menundukkan pandangan,” tegasnya.
Diskusi tersebut turut menghadirkan narasumber lain seperti Siti Farahsyah Addurunnafis dari LBH Banda Aceh dan Tgk. Haekal Afifa dari Institut Peradaban Aceh, serta bintang tamu Fuadi S. Keulayu. Acara dimoderatori oleh Tgk. Syakier Anwar dan dibuka oleh Ketua Umum PB RTA, Tgk. Miswar Ibrahim Njong.
Mengangkat tema “Film Bidaah dan Serbuan Predator Seksual di Aceh”, diskusi ini menjadi ruang refleksi bersama tentang pentingnya pengawasan terhadap konten media serta urgensi menjaga marwah simbol-simbol keislaman dalam ruang publik. []