SAGOE | BANDA ACEH – Universitas Syiah Kuala (USK) kembali membahas sosok pemimpin Aceh masa depan, dengan konsen sektor pertanian. Bahasan mengenai ini dikemas dalam diskusi ilmiah yang diselenggarakan oleh Fakultas Pertanian (FP) di Aula MPR fakultas tersebut, Selasa (20/8/2024).
Diskusi ini mengusung tema ”Transformasi pertanian yang tangguh dan berkelanjutan untuk Aceh maju tahun 2025-2029”. Dekan Fakultas Pertanian USK, Prof Sugianto dalam sambutannya mengatakan, pikiran yang berkualitas menjadi sumbangsih FP bagi pemimpin Aceh ke depan sebagai bahan pertimbangan.
“Khusus di sektor pertanian, Aceh termasuk salah satu lumbung padi nasional. Ini potensi Aceh untuk masa depan. Apalagi di 20 tahun kedepan, diprediksi dunia mengarah ke bagian selatan, India, Bangladesh, termasuk Afrika Timur. Ini menjadi peluang dan pasar kita,” ujarnya.
Sugianto menyebutkan, seyogianya yang menjadi narasumber, Prof Abubakar, Prof Ahmad Humam Hamid, dan Ir. Yusri. Namun dua nama terakhir berhalangan. Maka digantikan Wakil Rektor Bidang Akademik USK, Prof Agussabti, yang juga akademisi dari Fakultas Pertanian.
Rektor USK, Prof Marwan, menegaskan dalam diskusi ilmiah tersebut USK konsen menyusun pokok pikiran sektor pertanian, tanpa menyebut nama calon pemimpin Aceh.
“Ini menjadi rumusan bersama, pemikiran yang murni dari akademisi USK. Kita menyadari potensi pertanian Aceh yang luar biasa. Luas lahan pertanian Aceh termasuk salah satu yang terluas di Indonesia,” kata Marwan.
Aceh secara khusus, dan Indonesia umumnya punya tantangan pertanian tersendiri di hulu maupun hilir. Prof Marwan menyebutkan, Thailand dan Malaysia dengan luas lahan pertanian yang lebih kecil, namun produksi pertanian lebih banyak.
Hal ini terkait dengan bibit unggul, hama dan lain-lain. Di sektor hilir, sebagian produk pertanian Aceh duluan dibawa keluar baru kembali ke Aceh. Karenaya, Aceh butuh nilai tambah produk pertanian, sekaligus investasi dan keamanan.
“Maka perlu kolaborasi semua pihak, agar bidang pertanian bisa penopang kesejahteraan lebih luas bagi masyarakat Aceh, terutama untuk 5 tahun ke depan,” ujarnya.
Prof Abubakar mengakui bahwa rata-rata pemimpin Aceh baik di tingkat provinsi hingga ke tingkat kabupaten/kota, visi dan misinya menjanjikan. Ini tidak terlepas dari peran akademisi yang terlibat dalam menyusun visi misi.
“Namun setelahnya, pemimpin berjalan sendiri dan program pertanian juga sendiri. Kita butuh yang konsen terhadap pertanian, selaras antara visi misi dengan implementasi,” ujar Abubakar.[]