SAGOETV– Sejumlah tenaga Non-ASN yang berstatus R2 dan R3 di lingkungan Pemerintah Aceh mengadukan nasib mereka kepada Teuku Zulfadli, S.Pd.I., M.Pd., yang akrab disapa Waled Landeng, Anggota Komisi VI DPRA. Audiensi tersebut berlangsung pada Rabu, 8 Januari, di mana para Non-ASN menyampaikan keresahan mereka terkait kejelasan status sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Dalam pertemuan itu, para Non-ASN memaparkan bahwa lebih dari 4.000 orang hingga kini masih berstatus R2 dan R3, sementara kuota formasi yang tersedia hanya sekitar 1.000 orang. Kondisi ini membuat mereka mendesak pemerintah Aceh agar memberikan solusi konkret, termasuk menambah kuota formasi untuk memastikan semua Non-ASN yang telah terdaftar di database Badan Kepegawaian Negara (BKN) dapat diangkat sebagai PPPK penuh waktu.
Salah seorang perwakilan Non-ASN yang hadir menyebutkan, “Kami rata-rata sudah mengabdi lebih dari 15 tahun. Harapan kami adalah diangkat sebagai PPPK penuh waktu, bukan paruh waktu. Kalau tidak ada kejelasan, ini tentu memengaruhi psikologis kami.”
Menanggapi aspirasi tersebut, Waled Landeng menyampaikan komitmennya untuk memperjuangkan nasib tenaga Non-ASN ini bersama koleganya di DPRA. Ia mengaku memahami kondisi mereka yang telah lama mengabdi namun belum mendapatkan kepastian status.
“Kami akan upayakan bersama mitra kerja di DPRA agar harapan tenaga Non-ASN ini dapat terpenuhi. Mereka sudah lama mengabdi, ada yang lebih dari 15 tahun. Rasanya tidak adil jika mereka hanya menjadi PPPK paruh waktu,” ujar Waled Landeng.
Waled juga menekankan pentingnya kolaborasi antara DPRA dan Pemerintah Aceh untuk mendorong percepatan pengangkatan Non-ASN sebagai PPPK penuh waktu.
“Aspirasi mereka ini harus kita sampaikan ke pemerintah pusat, termasuk meminta penambahan kuota formasi PPPK untuk Aceh. Kita tidak boleh membiarkan pengabdian mereka sekian lama hanya berujung pada ketidakpastian,” lanjutnya.
Sementara itu, para tenaga Non-ASN yang hadir berharap ada langkah nyata dari pemerintah, baik daerah maupun pusat, untuk menjamin masa depan mereka.
“Kami berharap pemerintah tidak hanya mendengar, tetapi juga mengambil tindakan cepat agar kami bisa bekerja dengan tenang tanpa memikirkan nasib yang tak pasti,” ungkap salah seorang tenaga Non-ASN.
Langkah advokasi dan dialog intensif diharapkan menjadi solusi bagi ribuan Non-ASN di Aceh yang hingga kini masih menanti kepastian status mereka.
Seleksi PPPK Diperpanjang
Sebelumnya, Penjabat Gubernur Aceh, Dr. H. Safrizal ZA, M.Si, mengikuti rapat daring yang dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada Rabu, 8 Januari 2025. Rapat ini juga melibatkan Menpan RB Rini Widyantini dan Kepala BKN Prof. Zudan Arif Fakhrullah. Agenda utama membahas percepatan penataan tenaga non-ASN, termasuk perpanjangan pendaftaran seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahap kedua hingga 15 Januari 2025.
Menurut Menpan RB, penataan tenaga non-ASN adalah mandat undang-undang yang harus segera dirampungkan. “Kami meminta pemerintah daerah aktif memfasilitasi pendaftaran agar semua tenaga honorer yang memenuhi syarat bisa terakomodasi,” ujar Rini.
Dari data BKN, sebanyak 333.916 tenaga honorer belum mendaftar pada seleksi pertama. Pada tahap kedua, baru 111 ribu yang tercatat. “Masih ada 222 ribu lebih yang belum mendaftar. Pemerintah daerah harus memperluas sosialisasi seleksi ini agar tidak ada yang tertinggal,” kata Zudan.
Tito Karnavian menekankan perpanjangan seleksi ini sebagai bentuk komitmen pemerintah terhadap keadilan. “Kami ingin memastikan semua tenaga honorer mendapat kesempatan yang sama,” ujarnya.
Selain seleksi, rapat juga membahas penganggaran gaji tenaga non-ASN. Menpan RB meminta pejabat pembina kepegawaian (PPK) tetap menganggarkan gaji bagi tenaga non-ASN selama proses seleksi berlangsung. Mereka yang tidak terakomodasi sebagai ASN dapat diangkat menjadi PPPK Paruh Waktu.
Safrizal menyatakan Pemerintah Aceh akan mendukung penuh arahan pemerintah pusat. “Kami pastikan tenaga honorer yang lolos seleksi PPPK dapat segera ditempatkan tanpa kendala administratif,” ucapnya.
Dengan perpanjangan waktu hingga 15 Januari 2025, pemerintah berharap semua tenaga honorer yang memenuhi syarat dapat terakomodasi, sehingga persoalan tenaga non-ASN tuntas diselesaikan. []