SAGOETV | BANDA ACEH – Gagasan untuk memperluas sumber pendapatan Baitul Mal Aceh kembali mencuat. Kali ini, usulan datang dari aktivis Islam dan akademisi Aceh, Dr. Yusuf Al-Qardhawy, MH, yang mendorong agar aset hasil tindak pidana korupsi dijadikan sebagai sumber dana zakat dan dimasukkan dalam revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
“Saya rasa rencana ini logis dan sangat memungkinkan, apalagi Aceh memiliki status istimewa dan kekhususan. Sudah saatnya ide ini dimasukkan ke dalam revisi UU Nomor 11 Tahun 2006,” kata Ketua Forum Komunikasi Doktor Aceh (FKDA) itu kepada Sagoetv, Jumat (16/5).
Menurut Yusuf, dasar hukum untuk mendukung gagasan tersebut sudah tersedia dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Dalam qanun itu, pelaku jarimah (tindak pidana) dikenai denda yang bisa dibayar dalam bentuk emas. Hal ini, kata dia, dapat menjadi landasan normatif dan analogi hukum untuk pengelolaan harta rampasan korupsi oleh Baitul Mal.
Mantan Ketua Umum DPP Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) ini menambahkan, dalam sejarah Islam, harta rampasan perang (ghanimah) disimpan di Baitul Mal dan disalurkan kepada para mustahik (penerima zakat). Maka, lanjutnya, tidak ada alasan untuk tidak mengelola harta hasil korupsi—yang pada dasarnya berasal dari uang negara atau milik rakyat—melalui mekanisme serupa.
“Harta rampasan perang saja dikelola untuk kepentingan umat. Apalagi ini aset koruptor yang mencuri hak rakyat. Sangat masuk akal jika dikelola oleh Baitul Mal dan disalurkan kepada mustahik,” ujar alumnus Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala ini.
Dr. Yusuf juga meyakini, Baitul Mal Aceh memiliki kapasitas untuk mengelola dana tersebut secara amanah dan profesional. Ia menekankan pentingnya menyalurkan zakat dalam bentuk produktif, guna menciptakan dampak jangka panjang terhadap pengurangan kemiskinan dan pengangguran.
“Saya haqqul yaqin (sangat yakin), jika ini dijalankan dengan sungguh-sungguh dan dikelola secara produktif, maka pengangguran akan berkurang, kemiskinan menurun, dan kesejahteraan masyarakat meningkat,” pungkasnya.
Usulan ini muncul di tengah wacana revisi UUPA yang terus bergulir. Pemerintah Aceh dan DPR Aceh didorong untuk menjadikan isu tata kelola keuangan Islam sebagai salah satu poin penting dalam pembahasan revisi tersebut. []