Oleh: Satia Zen, PhD
Guru Sekolah Sukma Bangsa Bireuen, Alumnus Fakultas Pendidikan dan Budaya, Universitas Tampere, Finlandia.
Pada hari minggu pagi, 11 Februari, 2024 matahari bersinar cukup cerah. Namun jangan salah, meskipun cerah, temperatur menunjukkan suhu -17 derajat celsius. Wah ini membuat banyak orang, termasuk saya, jadi malas keluar rumah.
Tapi sekitar pukul sepuluh pagi, saya mulai berjalan menuju sebuah sekolah bernama Kypärämäen Koulu yang terletak sekitar 1,5 kilometer dari kediaman kami. Sekolah memang tutup karena hari libur, namun aula serbaguna sekolah tersebut dibuka karena digunakan untuk pemilu presiden. Ya, Finlandia adalah satu dari 64 negara yang di tahun 2024 ini akan menentukan pilihan siapa yang akan menjadi presiden mereka selama 6 tahun mendatang. Dan saya penasaran ingin melihat bagaimana suasana pemilu disini.
Pemilu yang diadakan hari ini adalah pemilu putaran kedua, dimana warga dapat memilih antara dua kandidat yang tersisa, yaitu Alexander Stubb dan Pekka Haavisto. Sedangkan putaran pertama pada tanggal 28 Januari lalu, ada 9 kandidat yang bertarung, baik didukung oleh partai politik maupun secara independen.
Pemilu kali ini termasuk penting dan menentukan karena Sauli Ninistö yang merupakan petahana telah menjabat selama 12 tahun sejak 2012 dan tidak dapat lagi maju. Sedangkan Ninistö adalah presiden yang sangat popular, approval rating-nya mencapai hingga 92 persen. Beliau dianggap berhasil menjadikan Finland melampaui masa-masa sulit. Misalnya ketika Covid-19 melanda, kemudian perang antara Ukraina dengan Rusia terjadi hingga Finlandia menjadi anggota NATO. Karena itu, warga Finlandia perlu dengan cermat menimbang calon pengganti Ninistö yang akan menjadi pemimpin negara ini dalam kondisi geopolitik yang semakin mengkhawatirkan.
Sepanjang jalan menuju sekolah, saya melihat beberapa orang warga berjalan menuju sekolah. Ketika sampai di dekat sekolah, saya melihat ada papan kecil memuat poster menunjukkan nama TPS dan nomor. Tidak ada umbul-umbul ataupun poster dan spanduk disekitar gedung aula.
Ketika sampai di dalam, suasana mulai ramai, namun tidak terlalu penuh. Saya melihat ada meja panjang yang menjual penganan kecil seperti kue dan roti, serta teh dan kopi. Juga beberapa meja dan kursi yang diatur menyerupai cafe di area lobi aula. Wah asyik juga saya pikir, bisa nongkrong sambil melihat suasana pemilu.
Saya mengintip ruang aula dimana pencoblosan dilakukan. Saya melihat ada meja penjang dan beberapa petugas yang duduk dibelakang meja tersebut. Ketika memasuki ruangan tersebut, pemilih akan menuju meja ini dan memperlihatkan kartu penduduk mereka. Setelah dicocokkan dengan data elektronik yang ada oleh petugas, pemilih akan diberikan kertas suara dan menuju salah satu dari tiga bilik kayu yang ada untuk menuliskan nomor kandidat pilihanya pada kertas suara. Kemudian mereka menyodorkan surat suara berisi nomor kandidat yang telah dilipat kepada petugas pada meja berbeda yang akan membubuhkan stempel. Barulah pemilih memasukkan surat suaranya kedalam kotak yang disediakan. Setelah memasukkan kertas suara, pemilih dapat keluar aula menuju lobi dan melakukan hal yang paling dinanti, yaitu minum kopi dan makan penganan kecil.
Di Finlandia ternyata ada satu tradisi yang dilakukan oleh warga setelah memilih, yaitu vaalikahvit atau kopi pemilu, tradisi minum kopi dan makan kue. Itu sebabnya ada penjual kopi dan kue di area lobi.
Tapi saya lihat penjualnya adalah dua orang anak usia SD dan orang tua mereka. Rupanya dua anak itu adalah anggota klub basket anak-anak yang mengumpulkan dana untuk kegiatan mereka dan memanfaatkan tradisi ini melalui bake sale. Ini yang namanya gayung bersambut. Saya lihat mereka cukup sibuk melayani para pemilih yang sudah selesai menunaikan hak pilih mereka. Selain minum kopi ditempat ini, pemilih juga dapat menuju cafe dan warung kopi lainnya untuk melakukan tradisi tersebut.
Saya melihat rangkaian proses ini paling lama memakan waktu sekitar 15-20 menit karena antrian juga tidak terlalu panjang. Ternyata hampir 40% pemilih telah melakukan pemilihan awal sejak beberapa hari lalu.
Saya jadi teringat seorang tetangga kami, Ibu Iida Maria, seorang pensiunan Guru Bahasa Swedia dan Bahasa Inggris, yang melakukan pemilihan awal (advance voting). Usia Ibu Iida Maria tidak muda lagi, mungkin sudah hampir 80 tahun. Beliau mengatakan bahwa ia akan melakukan pemilihan awal untuk keamanan dengan menghindari keramaian.
Saat itu kami bertemu dalam ruang sauna perempuan di basemen bangunan apartemen kami. Diantara kepulan uap panas, saya mendengar percakapan antara empat perempuan Finlandia yang diterjemahkan oleh Ibu Iida Maria. Mereka bisa dibilang sudah lumayan sepuh, dan kelihatannya sedang berdiskusi mengenai pencoblosan awal yang akan mereka lakukan.
Cuaca pada hari-hari itu bahkan lebih dingin lagi, kalau tidak salah sekitar -24 celcius. Saya pikir mungkin mereka sedang berpikir ulang untuk mencoblos di tengah cuaca dingin dan berangin. Namun beliau justru mengatakan ”saya adalah perempuan Finlandia, kaum perempuan disini mendapatkan hak memilih sejak 1906, saya pribadi tidak akan menyia-nyiakan hak saya cuma karena takut kedinginan”.
Warga perempuan di Finlandia memang salah satu yang mendapatkan hak pilih paling awal di Eropa. Dan ucapan Ibu iida Maria mengingatkan saya akan sisu, semangat pantang menyerah khas Finlandia.
Sehingga pagi itu, saya melihat bagaimana warga Finlandia datang ke TPS, pantang menyerah dengan dingin yang mendera untuk menunaikan hak pilih mereka. Ada yang tua dan muda, laki-laki dan perempuan, ada yang berjalan sendirian, ada juga yang berjalan bersama keluarga mereka.
Para warga berdatangan ke sekolah-sekolah serta tempat-tempat umum lainnya yang diubah menjadi TPS sementara untuk menunaikan hak piliih mereka dengan khidmat. Rangkaian proses dilakukan khas Finlandia, hemat kata dan jauh dari keriuhan namun tetap penuh harapan, untuk kemudian diakhiri dengan tradisi vaalikahvit, meneguk secangkir kopi pemilu.