SAGOETV | BANDA ACEH – Rumah tangga dalam Islam bukan sekadar ikatan lahiriah, melainkan amanah agung yang mesti dibangun di atas fondasi niat yang tulus dan ilmu yang benar. Hal ini disampaikan oleh Dr. Tgk, H. Zahrul Mubarak, M.Pd, lebih dikenal dengan Abi Mudi dalam pengajian rutin Tastafi yang digelar di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Jumat (18/4/2025).
Dalam kajian bertema “Membentuk Rumah Tangga yang Sakinah, Mawaddah, Warahmah”, Abi Zahrul menegaskan pentingnya membangun pernikahan dengan niat yang benar, yakni untuk mengamalkan sunnah Nabi dan menyempurnakan separuh agama.
“Barang siapa menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh dari agamanya. Maka bertakwalah kepada Allah pada separuh yang lainnya,” kutipnya dari sabda Rasulullah SAW.
Menurut Abi, pernikahan yang dilandasi tujuan duniawi semata seperti harta atau kecantikan, cenderung rapuh dan jauh dari keberkahan. Sementara jika diniatkan karena Allah, rumah tangga akan menjadi sumber ketenangan dan pahala.
Ia juga menegaskan bahwa cinta semata tidak cukup menjadi bekal membangun keluarga. Diperlukan ilmu, akhlak, serta kesiapan mental dan spiritual. “Tidak cukup hanya bilang ‘aku cinta kamu’. Tanpa ilmu, tanpa akhlak, rumah tangga akan rapuh,” ujarnya.
Abi Zahrul mengutip pandangan Imam Al-Ghazali dan ulama salaf, bahwa rumah tangga merupakan ladang amal sekaligus medan ujian. Seorang suami dituntut menjadi pembimbing bagi istri dan anak-anaknya, sementara istri berperan sebagai pendamping yang taat dan bijak.
Dalam ceramahnya, ia turut mengkritisi fenomena ketidaksiapan banyak pasangan muda dalam menjalani kehidupan rumah tangga. “Banyak yang belum memahami hak dan kewajiban sebagai suami istri. Media sosial kerap dijadikan rujukan, bukan ilmu agama,” ungkapnya.
Abi mengingatkan bahwa rumah tangga sakinah bukan berarti bebas dari konflik. Justru, sakinah hadir dari kemampuan untuk saling memahami, memaafkan, dan berkomunikasi dengan baik.
“Bila ada marah, saling maafkan. Bila ada kecewa, saling rangkul. Rumah tangga bukan tempat mencari kesempurnaan, tapi tempat menumbuhkan kedewasaan,” pesannya.
Memilih Pasangan Hidup
Dalam kesempatan tersebut, Abi Zahrul juga menguraikan kriteria yang dianjurkan syariat dalam memilih calon istri, antara lain: subur dan penyayang, berasal dari keluarga baik, memiliki agama yang kuat, akhlak mulia, serta memberikan ketentraman lahir batin. Ia juga menekankan agar wali dalam menikahkan anak perempuannya mengutamakan calon suami yang memiliki agama dan akhlak baik.
“Jangan menikahkan anakmu hanya karena harta atau status. Jika datang seorang laki-laki yang baik agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Jika tidak, akan timbul fitnah dan kerusakan di muka bumi,” tegasnya mengutip hadis Nabi Muhammad SAW.
Abi juga menyampaikan lima kriteria calon menantu dalam pandangan Ahlussunnah wal Jamaah, yakni: beragama Islam, berpaham Sunni, mencintai tasawuf, mengikuti akidah Asy’ariyah atau Maturidiyah, dan bermazhab fikih.
“Kalau sudah benci kepada mazhab, atau anti dengan tasawuf, itu tanda-tanda tidak lurus jalannya,” ujarnya.
Ia juga menyarankan agar melihat pergaulan calon pasangan sebagai cerminan akhlaknya. “Lihat siapa teman-temannya, majelis mana yang ia hadiri, dari situ kita bisa menilai karakternya,” tambahnya.
Pendidikan Agama
Dalam sesi tanya jawab, Abi Zahrul menyinggung kurangnya minat sebagian orang tua mengirimkan anak ke dayah, terutama yang bercorak salafi. Menurutnya, ini terjadi karena lemahnya pemahaman agama serta dominasi orientasi duniawi.
Ia menegaskan pentingnya pendidikan agama sejak dini, sebagaimana pesan dalam Alquran: “Wa anfusakum wa ahlikum nara” – jagalah diri dan keluargamu dari api neraka.
Abi juga menjawab pertanyaan terkait fenomena “nikah batin” yang marak di kalangan tertentu. Ia menegaskan bahwa dalam mazhab Syafi’i, pernikahan harus dilakukan dengan wali dan dua saksi yang sah. “Nikah tanpa wali dan saksi tidak sah. Waspadai praktik yang menyimpang dari syariat,” tegasnya.
Terkait film Walid yang menampilkan adegan minum air bekas kaki guru, Abi menjelaskan bahwa tabaruk kepada orang saleh memang ada dalam tradisi Islam, namun harus dilakukan dengan adab dan tidak berlebihan. “Jangan sampai praktik penghormatan berubah menjadi pengkultusan,” ujarnya.
Pengajian ditutup dengan doa agar seluruh jamaah tetap istiqamah dalam iman dan ibadah. Abi menganjurkan doa: “Yā muqallibal qulūb, tsabbit qalbī ‘alā dīnik” (Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu).
Kajian yang disiarkan secara langsung melalui YouTube MUDI TV dan Radioku 93,6 FM ini dihadiri ratusan jamaah dari berbagai kalangan, termasuk generasi muda yang tampak antusias mengikuti rangkaian acara hingga akhir. Lantunan selawat dari Majelis Ar-Ridwan Aceh pun menambah kekhidmatan penutup pengajian malam itu. []