SAGOETV | BANDA ACEH — Tiga tahun sebelum hijrah ke Madinah, Rasulullah Muhammad SAW mengalami salah satu ujian terberat dalam perjalanan dakwahnya. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun ke-10 kenabian, ketika beliau memutuskan untuk menyampaikan risalah Islam ke Thaif, sebuah kota yang terletak tidak jauh dari Makkah.
Kisah ini dikupas dalam Kajian Halaqah dan Tausiyah Subuh bertema Sirah Nabawiyah yang disampaikan oleh Dr. Tgk. H. Edi Saputra, Lc., MA., di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, pada Ahad (6/4/2025).
Menurut Dr. Edi Saputra, langkah Rasulullah menuju Thaif diambil setelah menghadapi penolakan yang keras dari kaum Quraisy di Makkah. Beliau berharap mendapat sambutan lebih baik di Thaif. Namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Bukan hanya ditolak, Rasulullah diusir secara kasar dan dilempari batu hingga kaki beliau berdarah.
Peristiwa tersebut meninggalkan luka yang mendalam. Dalam sebuah riwayat, ketika Sayyidah Aisyah RA bertanya, “Wahai Rasulullah, adakah hari yang lebih berat daripada hari Perang Uhud?” Rasulullah menjawab, “Ada, yaitu hari ketika aku di Thaif.”
Namun, di balik luka yang menyayat, Allah SWT menghadirkan secercah harapan. Dalam perjalanan pulang, Rasulullah singgah di sebuah kebun anggur milik dua orang musyrik yang merasa iba melihat kondisi beliau. Mereka mengutus seorang budak Nasrani bernama Addas untuk menyuguhkan setandan anggur.
Ketika menerima anggur tersebut, Rasulullah mengucapkan, “Bismillahirrahmanirrahim.” Ucapan ini mengejutkan Addas, sebab bukanlah kebiasaan orang Arab saat itu. Terjadilah dialog antara Addas dan Rasulullah. Saat mengetahui bahwa Rasulullah mengenal Nabi Yunus AS dari Ninawa—tanah kelahiran Addas—hatinya tersentuh. Tanpa diajak secara langsung, Addas memeluk Islam.
Peristiwa ini menjadi titik balik. Dari luka Thaif, Allah SWT membuka jalan menuju kemenangan. Addas menjadi buah pertama dari dakwah Rasulullah pascakegagalan di Thaif.
Tak lama setelah itu, Malaikat Jibril datang bersama malaikat penjaga gunung dan menawarkan untuk membinasakan penduduk Thaif. Namun Rasulullah menolak tawaran tersebut. Beliau justru berdoa agar dari keturunan Thaif kelak lahir generasi yang beriman. Doa itu dikabulkan. Setelah peristiwa Fathu Makkah dan Perang Hunain, penduduk Thaif datang sendiri ke Madinah dan masuk Islam secara sukarela.
Dalam perjalanan kembali ke Makkah, sekelompok jin mendengar Rasulullah membaca Al-Qur’an saat shalat. Mereka pun beriman, sebagaimana diabadikan dalam Surah al-Jin. Peristiwa ini menunjukkan bahwa penderitaan dalam dakwah Rasulullah SAW justru menjadi pembuka pintu-pintu hidayah dan kemenangan.
Awal Kemenangan Islam
Setelah 13 tahun berdakwah di Makkah dengan berbagai tantangan, cahaya Islam mulai menyinari Yatsrib (sekarang Madinah). Momen penting ini ditandai dengan masuk Islamnya sekelompok kecil penduduk Yatsrib yang kemudian menjadi cikal bakal terbentuknya masyarakat Muslim pertama.
Pada tahun ke-11 kenabian, enam orang dari Yatsrib datang ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Secara diam-diam, mereka bertemu Rasulullah SAW dan menerima dakwah Islam. Setahun kemudian, mereka kembali bersama enam orang tambahan. Di musim haji tahun ke-12 kenabian, mereka melakukan Bai’atul Aqabah al-Ula, yaitu janji setia untuk menunaikan salat, membayar zakat, dan menjauhi kemaksiatan.
Setahun berikutnya, pada tahun ke-13 kenabian, lebih dari 70 orang dari Yatsrib datang ke Makkah dan menyatakan keislaman mereka. Pertemuan besar ini menghasilkan Bai’atul Aqabah ats-Tsaniyah, yang mencakup komitmen melindungi Rasulullah SAW, mendakwahkan Islam, dan siap berjihad jika diperlukan.
Setelah perjanjian tersebut, Rasulullah SAW pun memulai hijrah ke Madinah pada bulan Rabiul Awal tahun ke-14 kenabian. Hijrah ini menandai berdirinya masyarakat Islam yang kuat secara spiritual dan sosial.
Salah satu tokoh penting dari enam orang pertama yang memeluk Islam adalah As’ad bin Zurarah. Ia dikenal sebagai sahabat yang sangat dekat dengan Rasulullah. Namun, ia wafat beberapa bulan setelah kedatangan Rasulullah di Madinah, tepatnya pada bulan Syawal tahun pertama Hijriyah, akibat penyakit az-Zabḥah (sejenis serangan jantung).
Wafatnya As’ad sempat menjadi bahan ejekan sebagian orang Yahudi, yang mempertanyakan kenabian Rasulullah. Menanggapi hal itu, Rasulullah bersabda, “Bissattatil maitatulil Yahud” – “Sungguh buruknya kematian ini di mata orang Yahudi.” Beliau menegaskan bahwa hidup dan mati sepenuhnya berada dalam kehendak Allah SWT.
Sebagian dari enam orang awal tersebut berasal dari kabilah Aus dan Khazraj, yang sebelumnya telah lama mendengar kabar tentang datangnya Nabi akhir zaman dari orang-orang Yahudi. Ketika Rasulullah benar-benar datang, mereka segera beriman—bahkan sebelum orang Yahudi itu sendiri.
Salah satu dari mereka adalah Auf bin Harits, saudara dari dua pemuda pemberani dalam Perang Badar, yaitu Mu’adz dan Mu’awwidz bin Afra’. Kedua pemuda ini dikenal karena keberanian mereka menyerang Abu Jahal dalam pertempuran tersebut.
Sejarah mencatat bahwa awal mula Islam di Madinah bertumpu pada hati-hati yang jujur, terbuka, dan berani mengambil langkah pertama menuju kebenaran. Dari langkah inilah, lahir masyarakat Islam yang kelak menjadi kekuatan besar dalam sejarah peradaban manusia. []