SAGOETV | BANDA ACEH – Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf, bersama Wakil Gubernur, H. Fadhlullah SE, resmi meluncurkan Gerakan Aceh Berwakaf (GAB) sebagai upaya mengoptimalkan potensi wakaf produktif melalui Baitul Mal Gampong (BMG). Inisiatif ini bertujuan untuk memperkuat ekonomi masyarakat di tingkat gampong sekaligus memberikan dampak positif terhadap perekonomian Aceh secara keseluruhan.
Kepala Baitul Mal Aceh (BMA), Mohammad Haikal, ST, MIFP mengatakan dalam mendukung implementasi GAB, Baitul Mal Aceh (BMA) telah mengambil sejumlah langkah strategis, antara lain memberikan stimulus kepada nadzir yang amanah dan berkompeten serta menyelenggarakan pelatihan terkait pengelolaan wakaf. Selain itu, BMA juga menjalin kerja sama dengan Kementerian Agama, Badan Wakaf Indonesia (BWI), dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) guna memastikan perlindungan aset wakaf agar dapat dikelola secara optimal dan berkelanjutan.
“Sebagai bagian dari upaya meningkatkan literasi dan partisipasi masyarakat dalam bidang wakaf, BMA berencana menggelar Aceh Wakaf Summit.” ujar Mohammad Haikal, dalam diskusi Podcast Sagoetv, Kamis, 20 Maret 2025 kamarin. Forum ini kata Haikal, akan melibatkan berbagai elemen masyarakat untuk menyusun rencana induk dan peta jalan wakaf Aceh dalam lima tahun ke depan. Dengan adanya forum ini, diharapkan tercipta keselarasan visi dan strategi dalam pengelolaan wakaf di Aceh.
Tata Kelola Wakaf
Acara diskusi dipandu Host Dr Mukhlisuddin Ilyas, M.Pd tersebut mengungkapkan bhq Dalam pengelolaan wakaf, tata kelola yang baik menjadi kunci utama, terutama dalam aspek transparansi keuangan. Wakaf, sebagaimana zakat dan infak, memerlukan sistem yang dapat dipercaya dan dikelola oleh individu yang tidak hanya memiliki amanah, tetapi juga kompetensi dalam pengelolaan dana. “Tanpa keseimbangan antara kedua aspek ini, dana wakaf berpotensi disalahgunakan atau tidak dikelola secara profesional,” Papar Haikal yang juga Tenaga Pengajar Universitas Alwasliyah Darussalam (UNADA) Banda Aceh.
Di Aceh, kata Haikal, regulasi terkait wakaf telah diatur dalam Kanun Baitul Mal. Namun, dalam praktiknya, tata kelola wakaf masih perlu ditingkatkan agar lebih efektif. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah peran Baitul Mal Gampong, di mana kepala Baitul Mal secara eks officio dijabat oleh Imum Gampong. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kapasitas kelembagaan dan pelatihan bagi para pengelola wakaf agar sistem ini dapat berjalan lebih optimal.
Untuk itu, lanjut Haikal, Gubernur Aceh menekankan bahwa Gerakan Aceh Berwakaf harus mampu memberikan solusi nyata bagi permasalahan sosial dan ekonomi masyarakat. Salah satu indikator keberhasilan tata kelola wakaf adalah sejauh mana sistem ini dapat menjawab tantangan yang ada di lapangan. “Jika ekosistem dan manajemen tidak dibangun dengan baik, lembaga pengelola wakaf berisiko mengalami degradasi, sebagaimana kayu yang dimakan rayap dari dalam,” ungkapnya.
Ekosistem Wakaf Berkelanjutan
Ekosistem yang kuat menjadi faktor kunci dalam keberhasilan pengelolaan wakaf. Wakaf tidak hanya membutuhkan regulasi yang jelas, tetapi juga sistem yang mampu mengelola dana secara profesional dan berkelanjutan. Jika ekosistem pengelolaan tidak siap, maka potensi wakaf tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Saat ini, jumlah nadzir wakaf di Aceh masih terbatas, sementara literasi masyarakat tentang wakaf uang masih rendah. Untuk itu, salah satu strategi yang akan diterapkan adalah membangun sistem crowdfunding wakaf yang berkelanjutan, sehingga dana wakaf dapat terus dikelola dan berkembang. Selain itu, penguatan ekosistem wakaf juga harus mencakup keterlibatan diaspora Aceh yang berada di luar negeri, seperti di Malaysia, Jakarta, dan Qatar, agar mereka memiliki wadah yang jelas dalam berwakaf.
Ekosistem yang kuat ibarat struktur tubuh manusia yang memiliki kerangka, organ, dan sistem yang bekerja secara harmonis. Tanpa ekosistem yang memadai, potensi wakaf yang ada tidak akan berkembang dengan optimal. Oleh karena itu, pembangunan ekosistem wakaf menjadi salah satu prioritas utama dalam Gerakan Aceh Berwakaf.
Sebagai langkah konkret dalam memperbaiki tata kelola wakaf, Aceh Wakaf Summit atau Kongres Wakaf akan diselenggarakan dalam waktu dekat. Forum ini bertujuan untuk memetakan kondisi wakaf di Aceh saat ini serta menentukan arah kebijakan ke depan. Dengan memahami posisi awal wakaf di Aceh, strategi pengelolaan yang lebih efektif dapat dirumuskan secara lebih terarah.
Dikatakan, kongres ini akan melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk nadzir, akademisi, serta praktisi wakaf dari luar Aceh. Dengan partisipasi luas, gerakan wakaf di Aceh dapat berkembang menjadi inisiatif besar yang memiliki dampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat.
Solusi Sosial dan Ekonomi
Menurut Haikal, potensi wakaf dalam menyelesaikan berbagai permasalahan sosial, terutama di sektor pendidikan dan ekonomi, sangatlah besar. Sejumlah lembaga pendidikan dan pesantren di Aceh telah membuktikan bahwa wakaf dapat menjadi sumber pendanaan yang berkelanjutan. Salah satu contoh sukses adalah Universitas Almuslim yang dibangun dari dana wakaf dan hingga kini tetap bertahan sebagai lembaga pendidikan yang mandiri.
Dengan meningkatnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam wakaf, diharapkan lebih banyak institusi pendidikan yang dapat memperoleh manfaat dari dana wakaf. Gerakan Aceh Berwakaf menjadi langkah awal untuk memastikan bahwa potensi wakaf di Aceh dapat dimanfaatkan secara maksimal demi kesejahteraan masyarakat.
Pengelolaan wakaf yang efektif membutuhkan regulasi yang jelas, sistem yang transparan, serta kapasitas sumber daya manusia yang memadai. Gerakan wakaf harus didukung oleh tata kelola yang amanah dan profesional agar dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat. Melalui Kongres Wakaf yang akan datang, diharapkan dapat terbangun kesepahaman mengenai arah pengelolaan wakaf di Aceh. Jika sistem ini berjalan dengan baik, maka wakaf akan menjadi solusi konkret dalam meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan ekonomi masyarakat Aceh. []