• Tentang Kami
Monday, October 13, 2025
SAGOE TV
No Result
View All Result
SUBSCRIBE
KIRIM TULISAN
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Internasional
    • Olahraga
  • Podcast
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Analisis
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Internasional
    • Olahraga
  • Podcast
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Analisis
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result

Industri Kreatif Aceh: Panggung Kosong, Sistem Palsu

Naskah Polemik Terbuka

SAGOE TV by SAGOE TV
May 27, 2025
in Analisis
Reading Time: 3 mins read
A A
0
Industri Kreatif Aceh Panggung Kosong, Sistem Palsu

Ilustrasi. (AI)

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Ari J. Palawi

Kita tak butuh lagi seremoni yang disusun untuk dokumentasi SPJ. Kita butuh sistem. Kita butuh keberpihakan. Kita butuh keberanian untuk berkata bahwa budaya bukan sekadar konten, tapi martabat.

Isyarat Awal: Mari berhenti berpura-pura

Mari kita buka kedok panggung yang selama ini kita tepuk-tepuki dengan bangga. Sebab yang tampak megah itu, bila ditelanjangi, hanya menyisakan satu hal: kekosongan sistemik yang memalukan.

BACA JUGA

Bicara Sherly, Maluku Utara, dan Mualem

Ancaman Ranjau di Aceh: Catatan 20 Tahun Damai Aceh

Apa yang selama ini disebut sebagai “industri kreatif Aceh” sejatinya hanyalah operasi simbolik. Dibangun di atas logika proyek, dibungkus dengan retorika branding, dan dijalankan oleh aparatur yang lebih mahir menciptakan seremoni daripada membangun ekosistem. Kita menyebutnya sebagai lompatan budaya. Padahal yang terjadi hanyalah rotasi tahunan kegiatan berulang yang miskin refleksi dan nihil keberlanjutan.

Retorika Kreatif, Realitas Eksploitatif

Kita diminta berbangga dengan ribuan peserta Pekan Kebudayaan Aceh, dengan kehadiran delegasi asing, dengan panggung yang gemerlap. Tapi adakah data evaluatif yang menjelaskan bagaimana acara semegah itu meningkatkan kesejahteraan pelaku budaya? Adakah laporan akuntabel yang menunjukkan berapa komunitas lokal yang mendapatkan ruang bertumbuh setelahnya?

Yang ada hanyalah citra. Dan industri kreatif yang dibangun di atas citra adalah ilusi kolektif yang dilanggengkan dengan anggaran negara. Kita memamerkan tarian tradisi di panggung utama, tapi tak pernah menanyakan apakah penarinya dibayar layak. Kita mencetak motif Pinto Aceh di kaos dan suvenir dinas, tapi tak pernah bertanya pada komunitas pemiliknya apakah mereka dilibatkan atau sekadar dipinjamkan nama. Kita menyuruh Pelaku Industri “Rumah Berkarya” kuliner (kita ganti istilah UMKM yang terasa seperti “label administratif”dan kurang mengangkat marwah dan kualitas produk rakyat) jualan di festival, tapi tak menyediakan ruang produksi yang bersih dan legal untuk mereka berproduksi setelahnya.

Baca Juga:  Seni sebagai Fondasi Peradaban: Mengapa Pendidikan Seni Sama Pentingnya dengan Kedokteran dan Teknik

Apakah ini industri? Ataukah ini sandiwara dengan anggaran APBD/N?

Institusi Budaya yang Takut Membela Pencipta

Masalah paling parah dari industri kreatif Aceh adalah ketidakberanian struktur resmi untuk berpihak. Lembaga-lembaga kebudayaan, dinas terkait, bahkan beberapa universitas lebih sibuk menjadi kurator birokratis daripada pembela nilai. Tak satu pun lembaga melangkah membangun mekanisme pelindung hak budaya komunitas secara serius. Tak ada rumah kurasi etnografi. Tak ada sistem konsultasi terbuka yang melibatkan seniman akar rumput dalam perencanaan kebijakan.

Mengapa? Karena kreativitas telah dibajak menjadi “komoditas manajemen proyek”. Bukan ruang keberanian berpikir, tapi perpanjangan tangan dari kalender seremonial tahunan.

Kreator Jalan Sendiri, Negara Hanya Datang Saat Viral

Sementara itu, para kreator muda bergerak di jalur yang negara tak pernah mau sentuh: jalur eksperimentasi digital, konten visual sejarah, desain yang mengolah warisan simbolik. Mereka bekerja tanpa fasilitas, tanpa pelatihan, dan tanpa perlindungan hukum.

Ironisnya, ketika satu konten menjadi viral, negara tiba-tiba datang—bukan memberi dukungan, melainkan mengklaimnya sebagai bukti keberhasilan promosi budaya. Tanpa merasa perlu meminta izin. Tanpa pernah menginvestasikan apa pun ke dalam proses kreatifnya.

Ini bukan sekadar ketimpangan. Ini adalah penunggang simbolisme yang kejam dan oportunistik.

Glokalisasi yang Tak Pernah Dimulai

Kita bicara soal go digital, go global, glokalisasi. Tapi konsep-konsep itu hanya dipakai dalam presentasi. Di lapangan, tak ada rumah produksi yang siap ekspor. Tak ada pelatihan naratif lintas budaya. Tak ada kebijakan untuk melindungi nilai lokal dari komodifikasi vulgar oleh pasar digital.

Digitalisasi di Aceh hanyalah jargon login dan unggah produk. Bukan pembangunan narasi. Bukan diplomasi budaya. Bukan penyadaran kolektif.

Lalu kita heran mengapa tak satu pun produk kreatif kita dikenal di luar negeri secara utuh? Karena kita tidak membangun sistem. Kita hanya memanen simbol.

Baca Juga:  ISNU Aceh Gelar Hijrah Connect, Edukasi Gen Z di Bulan Suci Ramadhan

Daya Hidup Budaya Dikorbankan demi Kepentingan Proyek

Kita harus berani menyebut ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap nilai: Ketika budaya dijadikan alat legitimasi kekuasaan, bukan sebagai ruang hidup masyarakat. Ketika kreativitas dikelola sebagai proyek birokrasi, bukan sebagai proses partisipatif. Ketika identitas lokal diringkas dalam katalog visual yang dipamerkan untuk kunjungan tamu, tapi ditinggalkan setelah lampu panggung padam.

Industri kreatif semestinya adalah tentang pencipta, nilai, dan proses. Tapi di tangan aparatur yang tidak memahami esensi budaya, semua itu direduksi menjadi “indikator sukses acara”.

Pernyataan Terbuka: Ini Saatnya Kita Melawan Ilusi

Saya menulis ini bukan sebagai pengamat netral. Saya bagian dari mereka yang muak. Muak pada klaim-klaim kosong yang menepuk-nepuk kreativitas sambil memangkas akarnya. Muak pada panggung yang dibangun mahal, tapi tak pernah menyisakan ruang untuk pembelajaran, distribusi nilai, atau keberlanjutan.

Ini saatnya kita mengakhiri hipokrisi kolektif ini. Kita tak butuh lagi seremoni yang disusun untuk dokumentasi SPJ. Kita butuh sistem. Kita butuh keberpihakan. Kita butuh keberanian untuk berkata bahwa budaya bukan sekadar konten, tapi martabat.

Lonceng Akhir: Kepada Para Pengelola, Dengarlah Ini

Bukan jumlah peserta yang akan menyelamatkan kebudayaan kita. Bukan jumlah event. Bukan banyaknya tamu dari luar negeri. Yang menyelamatkan budaya adalah keberanian untuk membangun dari bawah: mendengar komunitas, membela pencipta, dan menghapus logika proyek dari tubuh seni.

Kalau Anda tak sanggup melakukannya, maka mohon turun dari panggung itu. Karena semakin lama Anda berdiri di sana, semakin keropos akar yang menopang kita semua. []

Penulis adalah Pendiri Geunta Seni Jauhari. Pengampu Perkuliahan Tata Kelola Seni; Artisitik dan Teknologi Produksi Sen; dan Industri Ekonomi Kreatif Seni di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Ia menulis, meneliti, dan mencipta karya yang menghubungkan penciptaan artistik, pengabdian budaya, dan kebijakan publik. Fokusnya banyak pada wilayah-wilayah non-sentral dan suara komunitas.

Tags: acehAnalisisArtikelIndustriKreatifKuratorSeni BudayaSeniman
ShareTweetPinSend
Seedbacklink
SAGOE TV

SAGOE TV

SAGOETV.com adalah platform media digital yang memberi sudut pandang mencerahkan di Indonesia, berbasis di Banda Aceh. SAGOETV.com fokus pada berita, video, dan analisis dengan berbagai sudut pandang moderat.

Related Posts

Bicara Sherly, Maluku Utara, dan Mualem
Analisis

Bicara Sherly, Maluku Utara, dan Mualem

by SAGOE TV
October 9, 2025
Ancaman Ranjau di Aceh: Catatan 20 Tahun Damai Aceh
Analisis

Ancaman Ranjau di Aceh: Catatan 20 Tahun Damai Aceh

by SAGOE TV
October 1, 2025
Pengalaman Meliput Perang dan Damai Aceh; Laku Lancung Pemilik Senjata, Kamu Jurnalis Apa?
Analisis

Pengalaman Meliput Perang dan Damai Aceh; Laku Lancung Pemilik Senjata, Kamu Jurnalis Apa?

by SAGOE TV
September 28, 2025
Pandai Merasa Bukan Merasa Pandai
Analisis

Tantangan Berhukum dengan Cinta: dari MoU ke UUPA

by SAGOE TV
September 27, 2025
Strategi Ekonomi Aceh: Optimalisasi Potensi Lokal dan Ekspansi ke Pasar Global (bagian 2)
Analisis

Jalan Baru Menuju Kebangkitan Ekonomi Aceh

by SAGOE TV
September 22, 2025
Load More

POPULAR PEKAN INI

Bicara Sherly, Maluku Utara, dan Mualem

Bicara Sherly, Maluku Utara, dan Mualem

October 9, 2025
Gubernur Aceh Lantik Pejabat Struktural Baru, Berikut Daftar Kepala SKPA dan Pesan Mualem soal Anggaran

Gubernur Aceh Lantik Pejabat Struktural Baru, Berikut Daftar Kepala SKPA dan Pesan Mualem soal Anggaran

October 10, 2025
Gubernur Aceh Lantik Fajran Zain, Abdul Manan, dan Teuku Ardiansyah sebagai Deputi BPKS

Gubernur Aceh Lantik Fajran Zain, Abdul Manan, dan Teuku Ardiansyah sebagai Deputi BPKS

October 11, 2025
Saiful Bahri Resmi Terpilih jadi Ketua Umum KONI Aceh 2025-2029

Saiful Bahri Terpilih Jadi Ketua Umum KONI Aceh 2025-2029

October 9, 2025
Ummi Arongan Meninggal Dunia, Gubernur Aceh Mualem Sampaikan Duka Mendalam dan Kenang Jasa Besarnya

Ummi Arongan Meninggal Dunia, Gubernur Aceh Mualem Sampaikan Duka Mendalam dan Kenang Jasa Besarnya

October 7, 2025
Aceh di Persimpangan Energi dan Budaya: Cerita Tentang Martabat, Pembangunan, dan Harapan Baru

Aceh di Persimpangan Energi dan Budaya: Cerita Tentang Martabat, Pembangunan, dan Harapan Baru

October 7, 2025
Wakil Ketua DPRK Musriadi Sambut HUT PAN ke-27 dengan Aksi Sosial, Olahraga, dan Lomba Karya Ilmiah

Wakil Ketua DPRK Banda Aceh Dorong Pemerintah Tuntaskan Flyover Pango Raya

October 9, 2025
Harga Tiket Persiraja vs Garudayaksa FC Resmi Dirilis, Mulai Rp30 Ribu

Pelatih Akhyar Ilyas Harap Dukungan Suporter, Persiraja Siap Tampil All Out Lawan Bekasi City

October 11, 2025
Masyarakat Aceh Kini Tak Perlu ke Luar Daerah, RSUDZA Miliki MRI 1,5 Tesla

Masyarakat Aceh Kini Tak Perlu ke Luar Daerah, RSUDZA Miliki MRI 1,5 Tesla

October 8, 2025

EDITOR'S PICK

Lima Ilmuwan PTKIN Masuk Top 2% Scientist Stanford–Elsevier 2025, Dua dari UIN Ar-Raniry

Lima Ilmuwan PTKIN Masuk Top 2% Scientist Stanford–Elsevier 2025, Dua dari UIN Ar-Raniry

September 23, 2025
Pekan ASI Sedunia 2025, AIMI Aceh Gelar Edukasi Menyusui Serentak di Posyandu dan RSUDZA

Pekan ASI Sedunia 2025, AIMI Aceh Gelar Edukasi Menyusui Serentak di Posyandu dan RSUDZA

August 2, 2025
Khanduri dan Pusaran Perubahan Sosial-Masyarakat di Pedesaan Aceh

Khanduri dan Pusaran Perubahan Sosial-Masyarakat di Pedesaan Aceh

November 29, 2022
Komisi VI DPRA Kunjungi Cabdin Langsa, Apresiasi Kebijakan Jam Malam bagi Siswa

Komisi VI DPRA Kunjungi Cabdin Langsa, Apresiasi Kebijakan Jam Malam bagi Siswa

May 10, 2025
Seedbacklink
  • Redaksi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Iklan
  • Aset
  • Indeks Artikel

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.

No Result
View All Result
  • Artikel
  • News
  • Biografi
  • Bisnis
  • Entertainment
  • Kesehatan
  • Kuliner
  • Lifestyle
  • Politik
  • Reportase
  • Resensi
  • Penulis
  • Kirim Tulisan

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.