SAGOETV | BANDA ACEH – Aceh memiliki potensi besar dalam membangun kemandirian ekonomi berbasis pesantren. Dengan jumlah pondok pesantren yang terus bertambah—tercatat 1.854 pesantren per 16 Oktober 2024—santri tidak hanya dididik dalam ilmu agama, tetapi juga diarahkan untuk menjadi wirausahawan yang mampu menciptakan peluang usaha.
Ketua Komisi VII Bidang Keistimewaan Dan Kekhususan Aceh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) H. Ilmiza Sa’aduddin Djamal, SE, MBA, menekankan bahwa pendidikan pesantren tidak hanya bertujuan mencetak ulama, tetapi juga pengusaha yang dapat mandiri secara ekonomi. “Santri harus memiliki keterampilan wirausaha sejak dini agar ketika mereka lulus, mereka bisa mengembangkan usaha sendiri,” ujarnya dalam Gelar Wicara Santripreneur Batch 2 dengan tema “Potensi Santripreneur Menuju Kemandirian Ekonomi Aceh.” Selasa, 25 Maret 2025, di Auditorium Lantai 8, Gedung Landmark BSI Aceh, Kota Banda Aceh.
Dorong Ekonomi Pesantren
Sejumlah pesantren di Aceh telah sukses menjalankan berbagai model bisnis, mulai dari usaha air isi ulang, menjahit, desain pakaian, hingga pertanian dan perikanan. Salah satu contoh nyata adalah sebuah pesantren di Aceh Besar yang mampu menghasilkan keuntungan antara Rp5 juta hingga Rp10 juta setiap tiga bulan dari usaha budidaya anggur di lahan terbatas.
Menurut Ilmiza, sektor pertanian dan perikanan menjadi pilihan utama banyak pesantren karena mampu menopang kebutuhan santri sekaligus mendukung operasional pesantren. Beberapa pesantren juga telah mengembangkan usaha berbasis teknologi, seperti pemasaran online yang memungkinkan produk pesantren menembus pasar yang lebih luas.
Dalam upaya memperkuat santripreneur, Ilmiza menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam memberikan dukungan kebijakan. “Pemerintah harus mempermudah akses modal bagi santri, menyediakan pelatihan kewirausahaan, serta menjalin kemitraan dengan universitas dan lembaga swasta untuk pengembangan program usaha pesantren,” jelasnya.
Ia juga menekankan perlunya sistem pendampingan yang berkelanjutan bagi santri yang ingin menjadi pengusaha. “Pelatihan harus dilakukan secara terus-menerus, bukan hanya sekali. Konsistensi dalam pembinaan akan memastikan para santri memahami seluk-beluk bisnis dengan baik.”
Mindset Islami Kunci Sukses
Selain keterampilan teknis, Ilmiza menegaskan bahwa pola pikir Islami harus menjadi landasan utama dalam berwirausaha. “Santripreneur harus memulai bisnis dengan niat ibadah, menerapkan kejujuran, disiplin, dan kesabaran dalam menghadapi tantangan,” katanya. Ia juga mengingatkan pentingnya keberanian untuk mencari peluang dan kemandirian dalam menjalankan usaha.
Sebagai contoh inspiratif, Ilmiza mengisahkan strategi bisnis Khalifah Utsman bin Affan dalam mengelola sumber daya ekonomi secara berkelanjutan. Ia berharap nilai-nilai tersebut dapat diterapkan oleh santripreneur di Aceh, sehingga pesantren bukan hanya menjadi pusat pendidikan agama, tetapi juga pusat pemberdayaan ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.
Dengan berbagai langkah konkret ini, santripreneur diharapkan dapat menjadi salah satu pilar utama dalam pembangunan ekonomi Aceh yang Islami, maju, dan berkelanjutan. []