SAGOETV | BANDA ACEH – Sejumlah peneliti beberapa tahun lalu mengungkapkan bahwa banyak mahasiswa yang masuk perguruan tinggi belum mampu membaca Al-Qur’an. Temuan ini dinilai sangat memprihatinkan, khususnya di Aceh yang dikenal sebagai daerah berlandaskan syariat Islam.
Namun demikian, Banda Aceh kini telah memiliki Qanun Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pendidikan Agama sebagai langkah konkret untuk memperkuat pendidikan diniyah di tingkat sekolah. Qanun ini lahir dari kesadaran pasca-tsunami, di mana keimanan masyarakat dinilai mengalami guncangan besar.
“Setelah tsunami, kehancuran bukan hanya fisik, tapi juga menyentuh aspek keimanan. Maka lahirlah inisiatif dari Pemko Banda Aceh saat itu, di bawah kepemimpinan Wali Kota Mawardy Nurdin (almarhum) dan Wakilnya Ibu Illiza Sa’aduddin Djamal, untuk menguatkan pendidikan diniyah yang sebelumnya hanya dianggap sebagai kegiatan tambahan di sekolah,” ujar Dr. Musriadi Aswad, S.Pd., M.Pd, Wakil Ketua DPRK Kota Banda Aceh, Jum’at (16/5/2025) dalam tayangan podcast Sagoe TV.
Qanun tersebut difasilitasi oleh DPRK Banda Aceh dan bertujuan antara lain untuk memperkuat keimanan dan akhlak pelajar, serta memastikan siswa mampu membaca dan menulis Al-Qur’an. Menurutnya, dua tujuan ini menjadi jawaban atas persoalan rendahnya kemampuan baca tulis Al-Qur’an di kalangan pelajar dan mahasiswa.
“Kalau tidak kita benahi dari SD, SMP, dan SMA, bisa-bisa Al-Qur’an hanya akan dimakamkan secara simbolik di Aceh. Kita tidak ingin itu terjadi,” tegasnya.
Ia menyebutkan bahwa implementasi pendidikan agama yang dimulai sejak 2012 perlu dievaluasi secara menyeluruh. Dinas Pendidikan Kota Banda Aceh, katanya, harus menjalankan program ini secara totalitas, dimulai dari penyusunan kurikulum, penguatan sumber daya manusia, hingga pembiayaan yang memadai.
“Dinas harus menyiapkan kurikulum yang baik sebagai fondasi pembelajaran. Selain itu, kita juga butuh guru yang memenuhi kualifikasi sesuai qanun, seperti sarjana yang hafal minimal 5 juz Al-Qur’an. Saat ini sudah ada sekitar 500 guru tercatat di Dinas Pendidikan, tapi kualifikasinya perlu diperkuat,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti soal gaji guru pendidikan diniyah yang dinilai belum layak.
“Kalau kita ingin mutu, ya harus dihargai. Saat ini guru diniyah digaji sekitar Rp1,5 juta. Ini sangat jauh dari cukup. Pemerintah harus menjadikan ini sebagai prioritas dalam program 100 harinya,” tegasnya.
Ia mengapresiasi langkah Pemerintah Kota Banda Aceh yang telah mengadakan pelatihan dan lokakarya bagi guru Al-Qur’an.
“Wali Kota saat ini cukup responsif dan terbuka berdiskusi tentang hal ini. Guru harus merasa dihargai, diperlakukan dengan baik, dan didukung untuk mengembangkan kompetensinya,” lanjutnya.
Ia menambahkan bahwa kurikulum pendidikan agama sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 9 Qanun Nomor 4 Tahun 2020 mencakup mata pelajaran fikih, akidah akhlak, serta tajwid dan tahfiz.
“Kurikulumnya sudah bagus. Tinggal bagaimana pelaksanaannya dirancang secara matang dengan melibatkan semua pihak, termasuk perguruan tinggi. Dengan begitu, kemampuan membaca, menulis, dan menghafal Al-Qur’an di kalangan pelajar bisa ditingkatkan secara signifikan,” tutupnya[]
Lebih lanjut, simak video berikut ini: