• Tentang Kami
Thursday, May 15, 2025
SAGOE TV
No Result
View All Result
SUBSCRIBE
KIRIM TULISAN
  • News
  • Podcast
  • Olahraga
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Nasional
  • Analisis
  • News
  • Podcast
  • Olahraga
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Nasional
  • Analisis
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result

Proyek Mengeja Sepeninggal Snouck

Sulaiman Tripa by Sulaiman Tripa
March 24, 2025
in Artikel
Reading Time: 4 mins read
A A
0
sulaiman tripa

Dr Sulaiman Tripa

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Sulaiman Tripa.
Dosen Fakultas Hukum, Universitas Syiah Kuala, Kopelma Darussalam, Banda Aceh.

Ketika perang dimaklumatkan Belanda terhadap Aceh, 26 Maret 1873, barangkali kekuatan kolonial berpikir sedang “di atas angin”. Bangsa berkekuatan di Eropa, yang pada awal abad ke-20 menguasasi banyak negara di dunia.

Di Aceh, persoalan ternyata lain. Yang terjadi, hingga sepuluh tahun kemudian, perang ternyata tidak bisa diselesaikan. Ada banyak korban jiwa, baik Aceh maupun Belanda. Tidak sedikit harta yang sia-sia, dengan hamburan uang atas nama perang digelontorkan Belanda. Korban tentara juga sia-sia. Bahkan dalam masa perang dan perlawanan Aceh itu, tiga jenderal Belanda menjadi korban, yakni JH Rudolf Kohler (meninggal 14 April 1873), Johannes Ludovicius Jakobus Hubertus Pel (meninggal 23 Februari 1876), dan Henry Demmeni (meninggal 1884).

BACA JUGA

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan

Lingkungan Bersih sebagai Hak Asasi

Tulisan ini tidak ingin larut dalam perang. Ada hal lain yang ternyata jauh lebih menarik dari catatan sejarah. Perang dan kebijakannya ternyata dirumuskan oleh banyak pihak. Salah satu yang terpenting adalah adanya barisan kaum intelektual di dalamnya. Istilah ini bisa saja tidak diterima, dengan asumsi makna kata intelektual yang seharusnya dipakai secara positif. Namun tidak terbantahkan bahwa mereka yang berperang, membutuhkan pula “pikiran orang pandai”.

Ketika perang Belanda dan Aceh terus berkecamuk, Belanda mulai berpikir strategis dan fundamental. Sebelumnya mereka berpikir kekuatan dan taktik menggunakan kekuatan tentara dan senjata. Strategi itu kemudian diubah.

Biaya Snouck
Salah satu strategi jangka panjang Belanda adalah mencari tahu penyebab perang tidak bisa diselesaikan. Proyek yang dimunculkan adalah penelitian. Nama pelaksana penelitian itu, yang kemudian muncul adalah Dr C Snouck Hurgronje.

Ternyata, nama ini juga tidak muncul dengan sendirinya. Hal menarik yang bisa dibaca dalam buku “Nasihat-nasihat C. Souck Hurgronje Semasa Kepegawaiannya Kepada Pemerintah Hindia Belanda 1889-1936” (Ambtelijke Adviezen van C. Snouck Hurgronje). Buku ini terdiri dari sembilan jilid, yang diterbitkan tahun 1990 atas hasil kerjasama Studi Islam Indonesia-Belanda (Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies -INIS-) antara Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, Departemen Agama, Jakarta dengan Jurusan Bahasa dan Kebudayaan Asia Tenggara dan Oceania, Universitas Negeri Leiden, Belanda.

Baca Juga:  Petani Sabang Desak Pemerintah Perketat Pengawasan Herbisida Oplosan

Banyak hal penting dalam buku ini. Salah satunya adalah bahwa ternyata usulan proposal untuk kerja Snouck tidak datang dari penguasa kolonial, melainkan dari Snouck sendiri. Dalam catatan yang disusun E Gobee dan C Adriannse mengungkapkan, untuk membuat proposalnya rasional, Snouck turut melampirkan catatan seseorang mantan petinggi dari Aceh yang bernama H Abdurrachman yang dikirim ke Snouck tertanggal 8 Muharam 1302 (Oktober 1884).

Proposal yang saya maksud adalah sejumlah catatan yang diberikan Snouck kepada penguasa kolonial, terutama unit terkait yakni Menteri Daerah Jajahan, di Batavia. Nota ini sudah disampaikan pada 26 Juli 1888. Setahun kemudian, Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Perhimpunan Betawi bidang Kesenian dan Ilmu Pengetahuan), usaha mendatangkan Snouck ke Hindia Belanda semakin nyata. Hal ini juga tidak terjadi dengan sendirinya. Keaktivan Snouck juga kuncinya. Hal ini antara lain bisa dilihat dalam suratnya kepada Menteri Daerah Jajahan tertanggal 2 Juli 1888.

Salah satu isi proposal Snouck adalah pengaruh agama dan semangatnya di daerah jajahan. Bahkan khusus untuk Aceh, ia menawarkan kajian khusus untuk melihat pengaruh Turki terhadap para pejuang Aceh. Pada akhir surat, ia menulis: “Dengan sendirinya saya selalu bersedia untuk memberikan semua keterangan yang dianggap perlu kepada Yang Mulia secara lisan atau tertulis”.

Akhir-akhir saya baru menemukan dalam catatan tersebut, bahwa di balik adanya proposal, ada lapisan guelden yang harus dipersiapkan oleh kolonial, yang jumlahnya, sangat fantastis.

Tawaran Intelektual
Tawaran proposal itu bisa masuk akal, sekiranya kita menelusuri kontribusi Snouck yang menelusuri kaitan tersebut hingga ke Mekkah. Bahkan di sana ia banyak mengenal tokoh-tokoh Aceh berpengaruh, yang dipercaya menyumbang energi perang ke Aceh.

Baca Juga:  Perlindungan Anak Tanggung Jawab Siapa?

Seandainya Snouck adalah personifikasi dari sosok intelektual, maka pergulatan konsep dan strategi menjadi berimbas. Dalam kamus bahasa, intelektual adalah orang yang cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. Dalam bahasa lain, memiliki kecerdasan tinggi yang disebut cendikiawan. Dari makna ini, dapat dipahami bahwa seorang intelektual hanya akan mempergunakan ilmunya dengan dibatasi oleh ilmu pengetahuan semata. Kepentingan politik yang menghancurkan tujuan terpuji dari ilmu pengetahuan, akan menjadikan seseorang layak disebut intelektual atau tidak.

Seandainya kita membuka kembali buku-buku Snouck, maka ada dua hal penting yang tidak boleh diabaikan, terkait pikirannya bagi kolonial. Pertama, keinginannya yang ditolak, untuk meneliti kondisi agama di satu pihak, dan menjalankan tugas-tugas rahasia di pihak lain. Sebagian pengkaji sejarah, menyebut kondisi ini sebagai mata-mata informasi bagi kolonial. Kedua, dalam melakukan penelitian, Snouck harus difasilitasi, terutama ketika ia melakukan pertemuan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan penelitiannya.

Salah satu sasaran Snouck adalah madrasah. Yang saya pahami dari madrasah ini adalah semua lembaga pendidikan yang dilaksanakan oleh kaum agamawan, hingga ke polosok kampung.

Lalu ada satu kesimpulan yang kemudian mengerucut. Bahwa semangat perang, sangat dipengaruhi tidak hanya oleh ilmu agama yang diajarkan, melainkan juga spirit ketokohan pengajarnya. Kebijakan penting yang ditawarkan adalah memerangi habis para pengajar ilmu agama, pada saat yang sama, membesarkan golongan alternatif lain yang menjadi pilihan dalam masyarakat yang dianggap jajahan.

Langkah ini juga tidak ampuh, yang membuat perlawanan semakin menjadi. Korban semakin banyak berjatuhan, sehingga pada akhir kisah, Snouck sendiri turut merehab usulannya, bahwa pendekatan formal dibutuhkan, memerangi di belakang layar juga harus terus dilakukan.

Baca Juga:  Mahasiswa, Demontrasi dan Masalah Bangsa

Paul van’t Veer yang merasa sesuatu yang aneh di Aceh, membuat kesimpulannya sendiri. Katanya kisah kegagalan perang Aceh, turut terjadi berkat kontribusi Snouck. Ia menulis itu dalam bukunya “Perang Aceh, Kisah Kegagalan Snouck Hurgronje” (Grafiti Press, 1985), yang diterjemahkan dari buku asli berjudul “De Atjeh-Ooorlog” (1979).

Katanya, tidak pernah Belanda melakukan perang yang lebih besar daripada perang di Aceh. Dalam hal lama masa berlangsungnya, perang ini dapat dibandingkan dengan perang delapan puluh tahun. Dalam hal jumlah orang yang tewas (lebih dari seratus ribu jiwa) perang ini sebagai peristiwa militer yang tiada bandingnya bagi negeri kita. Ia berkesimpulan, perang Aceh bagi Negeri Belanda bukan sekadar pertikaian bersenjata. Dia merupakan fokus suatu politik nasional, kolonial, dan internasional selama satu abad; dia menandai suatu babakan waktu: peralihan dari tempo doeloe abad ke-19 di Hindia dan Negeri Belanda ke riam masa kita.

Menurutnya, sejak 1873, Perang Aceh diiringi oleh dua pertanyaan yang tidak terjawab. Pertanyaan yang satu militer sifatnya. Apakah perang ini dilakukan dengan cara yang tepat? Strategi militer, taktik, dan kepahlawanan dipersoalkan di sini; bukan saja itu, tetapi juga provokasi, teror, dan kekejaman. Pertanyaan lain yang tidak terjawab sifatnya susila dan politik. Apakah perang ini dapat dibenarkan? Perdebatan ini pun memakan waktu tiga perempat abad — dan belum selesai.

Banyak bekas tentara Belanda yang kemudian menulis kekonyolan mereka. Termasuk kekonyolan dari para pembisik dan pengkaji masalah di sekelilingnya. Dan setelah seabad kemudian, ketika Aceh sudah berada “di atas angin”, ternyata masalah masih sama. Makanya ketika membaca Snouck dan kisah-kisahnya, persis seperti membaca realitas kekinian. Tentu, dengan tampilan dan harga yang berbeda.[]

Tags: acehSnouck
ShareTweetPinSendShare
Seedbacklink
Sulaiman Tripa

Sulaiman Tripa

Sulaiman Tripa adalah analis sosial legal dan kebudayaan. Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.

Related Posts

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan
Artikel

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan

by Sulaiman Tripa
May 12, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Lingkungan Bersih sebagai Hak Asasi

by Sulaiman Tripa
May 5, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Hukum Lingkungan Berkeindonesiaan

by Sulaiman Tripa
May 2, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Hukum Lingkungan dan Kesadaran Dampak Perubahan Iklim bagi Indonesia

by Sulaiman Tripa
April 28, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Jalan Pembangunan Hijau

by Sulaiman Tripa
April 25, 2025
Load More

POPULAR NEWS

Waled Landeng: Prioritaskan Non-ASN R2 dan R3 Jadi PPPK Penuh Waktu

Waled Landeng: Prioritaskan Non-ASN R2 dan R3 Jadi PPPK Penuh Waktu

February 21, 2025
Gampong Lam Geu Eu Raih Juara Pawai Takbir Idul Fitri 1446 H Aceh Tahun 2025

Gampong Lam Geu Eu Raih Juara Pawai Takbir Idul Fitri 1446 H Aceh Tahun 2025

March 31, 2025
UIN Ar-Raniry Buka Prodi Manajemen Industri Halal, Mulai Terima Mahasiswa Baru

UIN Ar-Raniry Buka Prodi Manajemen Industri Halal, Mulai Terima Mahasiswa Baru

April 18, 2025
Realitas di Aceh Lebih ‘Bid’ah’ dari Filmnya

Realitas di Aceh Lebih ‘Bid’ah’ dari Filmnya

April 18, 2025
Wali Nanggroe, Waled Landeng dan Cap Sikureung di Malaya

Wali Nanggroe, Waled Landeng dan Cap Sikureung di Malaya

February 21, 2025

EDITOR'S PICK

Siswa SMA Asal Lubuk Pakam Sumut Antusias Berkunjung ke UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Siswa SMA Asal Lubuk Pakam Sumut Antusias Berkunjung ke UIN Ar-Raniry Banda Aceh

January 16, 2025
gempa

Gempa Magnitudo 3,1 Guncang Aceh Singkil, BMKG: Kedalaman 38 Km

May 9, 2025
Organisasi Lintas Negara Asian Muslim Action Network (AMAN) Gelar Pertemuan di UIN Ar-Raniry

Organisasi Lintas Negara Asian Muslim Action Network (AMAN) Gelar Pertemuan di UIN Ar-Raniry

February 20, 2025
Dayah Insan Qurani Serahkan Donasi IQ Peduli untuk Pengobatan Santri

Dayah Insan Qurani Serahkan Donasi IQ Peduli untuk Pengobatan Santri

October 12, 2024
Seedbacklink
  • Redaksi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Iklan
  • Aset
  • Indeks Artikel

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.

No Result
View All Result
  • Artikel
  • News
  • Biografi
  • Bisnis
  • Entertainment
  • Kesehatan
  • Kuliner
  • Lifestyle
  • Politik
  • Reportase
  • Resensi
  • Penulis
  • Kirim Tulisan

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.