• Tentang Kami
Monday, June 30, 2025
SAGOE TV
No Result
View All Result
SUBSCRIBE
KIRIM TULISAN
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Internasional
    • Olahraga
  • Podcast
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Analisis
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Internasional
    • Olahraga
  • Podcast
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Analisis
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result

Proyek Mengeja Sepeninggal Snouck

Sulaiman Tripa by Sulaiman Tripa
March 24, 2025
in Artikel
Reading Time: 4 mins read
A A
0
sulaiman tripa

Dr Sulaiman Tripa

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Sulaiman Tripa.
Dosen Fakultas Hukum, Universitas Syiah Kuala, Kopelma Darussalam, Banda Aceh.

Ketika perang dimaklumatkan Belanda terhadap Aceh, 26 Maret 1873, barangkali kekuatan kolonial berpikir sedang “di atas angin”. Bangsa berkekuatan di Eropa, yang pada awal abad ke-20 menguasasi banyak negara di dunia.

Di Aceh, persoalan ternyata lain. Yang terjadi, hingga sepuluh tahun kemudian, perang ternyata tidak bisa diselesaikan. Ada banyak korban jiwa, baik Aceh maupun Belanda. Tidak sedikit harta yang sia-sia, dengan hamburan uang atas nama perang digelontorkan Belanda. Korban tentara juga sia-sia. Bahkan dalam masa perang dan perlawanan Aceh itu, tiga jenderal Belanda menjadi korban, yakni JH Rudolf Kohler (meninggal 14 April 1873), Johannes Ludovicius Jakobus Hubertus Pel (meninggal 23 Februari 1876), dan Henry Demmeni (meninggal 1884).

BACA JUGA

Dua Dekade Damai Aceh

Meninjau Kembali Wewenang Pemerintahan Daerah dalam Bingkai Otonomi dan Efektivitas Pelayanan Publik

Tulisan ini tidak ingin larut dalam perang. Ada hal lain yang ternyata jauh lebih menarik dari catatan sejarah. Perang dan kebijakannya ternyata dirumuskan oleh banyak pihak. Salah satu yang terpenting adalah adanya barisan kaum intelektual di dalamnya. Istilah ini bisa saja tidak diterima, dengan asumsi makna kata intelektual yang seharusnya dipakai secara positif. Namun tidak terbantahkan bahwa mereka yang berperang, membutuhkan pula “pikiran orang pandai”.

Ketika perang Belanda dan Aceh terus berkecamuk, Belanda mulai berpikir strategis dan fundamental. Sebelumnya mereka berpikir kekuatan dan taktik menggunakan kekuatan tentara dan senjata. Strategi itu kemudian diubah.

Biaya Snouck
Salah satu strategi jangka panjang Belanda adalah mencari tahu penyebab perang tidak bisa diselesaikan. Proyek yang dimunculkan adalah penelitian. Nama pelaksana penelitian itu, yang kemudian muncul adalah Dr C Snouck Hurgronje.

Ternyata, nama ini juga tidak muncul dengan sendirinya. Hal menarik yang bisa dibaca dalam buku “Nasihat-nasihat C. Souck Hurgronje Semasa Kepegawaiannya Kepada Pemerintah Hindia Belanda 1889-1936” (Ambtelijke Adviezen van C. Snouck Hurgronje). Buku ini terdiri dari sembilan jilid, yang diterbitkan tahun 1990 atas hasil kerjasama Studi Islam Indonesia-Belanda (Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies -INIS-) antara Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, Departemen Agama, Jakarta dengan Jurusan Bahasa dan Kebudayaan Asia Tenggara dan Oceania, Universitas Negeri Leiden, Belanda.

Baca Juga:  Pastikan Tepat Sasaran, Pj Gubernur Aceh Verifikasi Penerima Rumah Layak Huni

Banyak hal penting dalam buku ini. Salah satunya adalah bahwa ternyata usulan proposal untuk kerja Snouck tidak datang dari penguasa kolonial, melainkan dari Snouck sendiri. Dalam catatan yang disusun E Gobee dan C Adriannse mengungkapkan, untuk membuat proposalnya rasional, Snouck turut melampirkan catatan seseorang mantan petinggi dari Aceh yang bernama H Abdurrachman yang dikirim ke Snouck tertanggal 8 Muharam 1302 (Oktober 1884).

Proposal yang saya maksud adalah sejumlah catatan yang diberikan Snouck kepada penguasa kolonial, terutama unit terkait yakni Menteri Daerah Jajahan, di Batavia. Nota ini sudah disampaikan pada 26 Juli 1888. Setahun kemudian, Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Perhimpunan Betawi bidang Kesenian dan Ilmu Pengetahuan), usaha mendatangkan Snouck ke Hindia Belanda semakin nyata. Hal ini juga tidak terjadi dengan sendirinya. Keaktivan Snouck juga kuncinya. Hal ini antara lain bisa dilihat dalam suratnya kepada Menteri Daerah Jajahan tertanggal 2 Juli 1888.

Salah satu isi proposal Snouck adalah pengaruh agama dan semangatnya di daerah jajahan. Bahkan khusus untuk Aceh, ia menawarkan kajian khusus untuk melihat pengaruh Turki terhadap para pejuang Aceh. Pada akhir surat, ia menulis: “Dengan sendirinya saya selalu bersedia untuk memberikan semua keterangan yang dianggap perlu kepada Yang Mulia secara lisan atau tertulis”.

Akhir-akhir saya baru menemukan dalam catatan tersebut, bahwa di balik adanya proposal, ada lapisan guelden yang harus dipersiapkan oleh kolonial, yang jumlahnya, sangat fantastis.

Tawaran Intelektual
Tawaran proposal itu bisa masuk akal, sekiranya kita menelusuri kontribusi Snouck yang menelusuri kaitan tersebut hingga ke Mekkah. Bahkan di sana ia banyak mengenal tokoh-tokoh Aceh berpengaruh, yang dipercaya menyumbang energi perang ke Aceh.

Baca Juga:  Arsip dan Sejarah

Seandainya Snouck adalah personifikasi dari sosok intelektual, maka pergulatan konsep dan strategi menjadi berimbas. Dalam kamus bahasa, intelektual adalah orang yang cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. Dalam bahasa lain, memiliki kecerdasan tinggi yang disebut cendikiawan. Dari makna ini, dapat dipahami bahwa seorang intelektual hanya akan mempergunakan ilmunya dengan dibatasi oleh ilmu pengetahuan semata. Kepentingan politik yang menghancurkan tujuan terpuji dari ilmu pengetahuan, akan menjadikan seseorang layak disebut intelektual atau tidak.

Seandainya kita membuka kembali buku-buku Snouck, maka ada dua hal penting yang tidak boleh diabaikan, terkait pikirannya bagi kolonial. Pertama, keinginannya yang ditolak, untuk meneliti kondisi agama di satu pihak, dan menjalankan tugas-tugas rahasia di pihak lain. Sebagian pengkaji sejarah, menyebut kondisi ini sebagai mata-mata informasi bagi kolonial. Kedua, dalam melakukan penelitian, Snouck harus difasilitasi, terutama ketika ia melakukan pertemuan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan penelitiannya.

Salah satu sasaran Snouck adalah madrasah. Yang saya pahami dari madrasah ini adalah semua lembaga pendidikan yang dilaksanakan oleh kaum agamawan, hingga ke polosok kampung.

Lalu ada satu kesimpulan yang kemudian mengerucut. Bahwa semangat perang, sangat dipengaruhi tidak hanya oleh ilmu agama yang diajarkan, melainkan juga spirit ketokohan pengajarnya. Kebijakan penting yang ditawarkan adalah memerangi habis para pengajar ilmu agama, pada saat yang sama, membesarkan golongan alternatif lain yang menjadi pilihan dalam masyarakat yang dianggap jajahan.

Langkah ini juga tidak ampuh, yang membuat perlawanan semakin menjadi. Korban semakin banyak berjatuhan, sehingga pada akhir kisah, Snouck sendiri turut merehab usulannya, bahwa pendekatan formal dibutuhkan, memerangi di belakang layar juga harus terus dilakukan.

Baca Juga:  Sejarah Baru Transportasi Ekspor Nilam dari Aceh ke Paris

Paul van’t Veer yang merasa sesuatu yang aneh di Aceh, membuat kesimpulannya sendiri. Katanya kisah kegagalan perang Aceh, turut terjadi berkat kontribusi Snouck. Ia menulis itu dalam bukunya “Perang Aceh, Kisah Kegagalan Snouck Hurgronje” (Grafiti Press, 1985), yang diterjemahkan dari buku asli berjudul “De Atjeh-Ooorlog” (1979).

Katanya, tidak pernah Belanda melakukan perang yang lebih besar daripada perang di Aceh. Dalam hal lama masa berlangsungnya, perang ini dapat dibandingkan dengan perang delapan puluh tahun. Dalam hal jumlah orang yang tewas (lebih dari seratus ribu jiwa) perang ini sebagai peristiwa militer yang tiada bandingnya bagi negeri kita. Ia berkesimpulan, perang Aceh bagi Negeri Belanda bukan sekadar pertikaian bersenjata. Dia merupakan fokus suatu politik nasional, kolonial, dan internasional selama satu abad; dia menandai suatu babakan waktu: peralihan dari tempo doeloe abad ke-19 di Hindia dan Negeri Belanda ke riam masa kita.

Menurutnya, sejak 1873, Perang Aceh diiringi oleh dua pertanyaan yang tidak terjawab. Pertanyaan yang satu militer sifatnya. Apakah perang ini dilakukan dengan cara yang tepat? Strategi militer, taktik, dan kepahlawanan dipersoalkan di sini; bukan saja itu, tetapi juga provokasi, teror, dan kekejaman. Pertanyaan lain yang tidak terjawab sifatnya susila dan politik. Apakah perang ini dapat dibenarkan? Perdebatan ini pun memakan waktu tiga perempat abad — dan belum selesai.

Banyak bekas tentara Belanda yang kemudian menulis kekonyolan mereka. Termasuk kekonyolan dari para pembisik dan pengkaji masalah di sekelilingnya. Dan setelah seabad kemudian, ketika Aceh sudah berada “di atas angin”, ternyata masalah masih sama. Makanya ketika membaca Snouck dan kisah-kisahnya, persis seperti membaca realitas kekinian. Tentu, dengan tampilan dan harga yang berbeda.[]

Tags: acehSnouck
ShareTweetPinSend
Seedbacklink
Sulaiman Tripa

Sulaiman Tripa

Sulaiman Tripa adalah analis sosial legal dan kebudayaan. Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.

Related Posts

Dua Dekade Damai Aceh
Artikel

Dua Dekade Damai Aceh

by SAGOE TV
June 27, 2025
Meninjau Kembali Wewenang Pemerintahan Daerah dalam Bingkai Otonomi dan Efektivitas Pelayanan Publik
Artikel

Meninjau Kembali Wewenang Pemerintahan Daerah dalam Bingkai Otonomi dan Efektivitas Pelayanan Publik

by SAGOE TV
June 3, 2025
Rukok Linto Hari Tanpa Tembakau Sedunia
Artikel

Rukok Linto

by SAGOE TV
May 31, 2025
Sepi dan Terisolasi, Tantangan Psikososial Mendesak Bagi Lansia
Artikel

Sepi dan Terisolasi, Tantangan Psikososial Mendesak bagi Lansia

by SAGOE TV
May 30, 2025
Orang Tua Membaca Nyaring Bersama Anak, Untuk Apa
Artikel

Orang Tua Membaca Nyaring Bersama Anak, Untuk Apa?

by SAGOE TV
May 26, 2025
Load More

POPULAR PEKAN INI

Reuni Alumni Jeumala 2003 di Pantai Riting: Semangat Kekompakan Tak Pernah Luntur

Reuni Alumni Jeumala 2003 di Pantai Riting: Semangat Kekompakan Tak Pernah Luntur

June 28, 2025
Harga Mobil Terancam Naik, Pengusaha Otomotif Aceh Harap Pergub Opsen Pajak Kendaraan Diperpanjang

Harga Mobil Terancam Naik, Pengusaha Otomotif Aceh Harap Pergub Opsen Pajak Kendaraan Diperpanjang

June 25, 2025
Eks Panglima GAM Sabang Harap Tengku Jamaica Wakili Aceh di Kementerian

Eks Panglima GAM Sabang Harap Tengku Jamaica Wakili Aceh di Kementerian

June 27, 2025
Guru Besar UIN Ar-Raniry Dikukuhkan sebagai Ketua BWI Aceh, Ini Susunan Pengurusnya

Guru Besar UIN Ar-Raniry Dikukuhkan sebagai Ketua BWI Aceh, Ini Susunan Pengurusnya

June 26, 2025
Rubrik Seni Sagoe TV

Rubrik Seni Sagoe TV

June 26, 2025
5 Anggota Komisi Informasi Aceh Resmi Dilantik, Ini Nama-namanya

5 Anggota Komisi Informasi Aceh Resmi Dilantik, Ini Nama-namanya

June 24, 2025
Saat Aceh Bernyanyi: Musik, Luka, dan Harapan yang Menggema

Saat Aceh Bernyanyi: Musik, Luka, dan Harapan yang Menggema

June 26, 2025
Prof KBA Tekankan Pentingnya Rekayasa Sosial Islami Hadapi Tantangan Pendidikan di Era Digital

Prof KBA Tekankan Pentingnya Rekayasa Sosial Islami Hadapi Tantangan Pendidikan di Era Digital

June 23, 2025
Ngopi Bareng Tokoh GAM dan Intel, Kisah di Tengah Konflik Aceh

Ngopi Bareng Tokoh GAM dan Intel, Kisah di Tengah Konflik Aceh

June 29, 2025

EDITOR'S PICK

Kesamaan Budaya Aceh dengan Maladewa?

Kesamaan Budaya Aceh dengan Maladewa?

February 23, 2022
Yayasan, Memberi, dan Salah Kaprah yang Terlanjur Akut

Yayasan, Memberi, dan Salah Kaprah yang Terlanjur Akut

May 23, 2025
Wali Nanggroe Aceh Terima Kunjungan Hamid Awaluddin, Bahas Apa?

Wali Nanggroe Aceh Terima Kunjungan Hamid Awaluddin, Bahas Apa?

May 5, 2025
FKG USK Gelar Pemeriksaan Gigi Gratis untuk Anak-Anak Talasemia di YDUA

FKG USK Gelar Pemeriksaan Gigi Gratis untuk Anak-Anak Talasemia di YDUA

June 16, 2025
Seedbacklink
  • Redaksi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Iklan
  • Aset
  • Indeks Artikel

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.

No Result
View All Result
  • Artikel
  • News
  • Biografi
  • Bisnis
  • Entertainment
  • Kesehatan
  • Kuliner
  • Lifestyle
  • Politik
  • Reportase
  • Resensi
  • Penulis
  • Kirim Tulisan

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.