SAGOE TV | BANDA ACEH – Tingginya angka gangguan kesehatan jiwa di Aceh menjadi perhatian serius Pemerintah Aceh. Data terbaru mencatat hingga Agustus 2025 terdapat 19.902 kasus gangguan jiwa, termasuk 13.573 kasus gangguan berat dan 114 orang yang masih dalam kondisi pasung. Pemerintah pun berkomitmen memperkuat layanan rehabilitasi dan dukungan keluarga bagi penyintas gangguan jiwa.
Keseriusan tersebut ditunjukkan dalam peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKSJ) yang digelar Asosiasi Rumah Sakit Jiwa dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat Indonesia (Arsawakoi) di Anjong Mon Mata, kompleks Meuligoe Gubernur Aceh, Jumat (10/10/2025). HKSJ yang diperingati setiap 10 Oktober menjadi momentum global untuk meningkatkan kesadaran terhadap isu kesehatan mental, sekaligus menggerakkan aksi nyata dalam mendukung pemulihan dan layanan kesehatan jiwa yang inklusif.
Pada kesempatan itu, Pemerintah Aceh memberikan penghargaan kepada sembilan kabupaten yang dinilai peduli terhadap kesehatan jiwa, yakni Aceh Utara, Pidie Jaya, Bireuen, Simeulue, Gayo Lues, Aceh Jaya, Aceh Barat, Pidie, dan Aceh Barat Daya. Selain itu, Arsawakoi juga menyerahkan penghargaan kepada sejumlah rumah sakit jiwa dari berbagai provinsi yang dinilai memiliki pelayanan terbaik di bidang kesehatan mental.
Sekretaris Daerah Aceh, M. Nasir, yang hadir dalam acara tersebut menegaskan, pemerintah daerah bertekad memastikan setiap rumah sakit dan puskesmas memiliki layanan kesehatan jiwa dengan tenaga serta fasilitas yang memadai.
“Peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia ini bukan sekadar seremoni, melainkan momentum moral untuk memperkuat komitmen bersama dalam memperluas akses layanan kesehatan jiwa,” ujarnya.
Nasir menyebutkan, hingga Agustus 2025 tercatat 19.902 kasus gangguan kesehatan jiwa di Aceh. Dari jumlah tersebut sebanyak 13.573 kasus mengalami gangguan berat dan 114 pasien dalam kondisi pasung.
Menurut Sekda Aceh, praktik pemasungan melanggar hak asasi manusia dan juga memperparah penderitaan pasien sakit jiwa. Ia mengatakan, kesehatan jiwa adalah hak fundamental setiap manusia. Tak seorang pun seharusnya dibiarkan menderita tanpa penanganan yang memadai.
“Edukasi publik juga sangat penting agar stigma dan diskriminasi terhadap penderita gangguan jiwa dapat dihapuskan, kita harus menciptakan lingkungan sosial yang inklusif, penuh empati, dan mendukung proses pemulihan,” ujar Nasir. []