SAGOE TV | BANDA ACEH – Kisah hidup Prof Dra Juwaini MAg PhD menjadi potret nyata perjuangan dan keteguhan seorang perempuan Aceh dalam menembus batas keterbatasan. Lahir dari keluarga nelayan sederhana di Lipah Cut, Bireuen, ia menapaki jalan panjang penuh liku hingga akhirnya resmi menyandang gelar Guru Besar Bidang Filsafat Islam Klasik di Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh.
Perjuangannya, dari menjajakan kue hingga mencuci pakaian demi biaya sekolah, kini berbuah manis menjadi inspirasi bagi generasi muda tentang arti kegigihan, ilmu, dan akhlak. Prosesi penyerahan Keputusan Menteri Agama (KMA) bagi Guru Besar rumpun ilmu agama bagi Juwaini sebagai Guru Besar Bidang Filsafat IsIam Klasik di UIN Ar-Raniry berlangsung pada Kamis (23/10/2025),
“Pendidikan bagi saya adalah perahu untuk keluar dari kemiskinan,” ujar Juwaini.
Ia menceritakan perjalanan pendidikannya sempat terhenti karena ekonomi keluarga. Namun, Juwaini kembali bangkit dengan bersekolah di sore hari sambil bekerja di pagi hari.
Ketika diterima di SMA Negeri 1 Bireuen, ia menjual kue basah dan kue kering untuk membayar biaya sekolah. Dari hasil kerja keras itu, ia mampu menamatkan SMA dan melanjutkan kuliah ke UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Di Banda Aceh, perjuangan terus berlanjut. Ia bekerja sebagai buruh cuci pakaian untuk membiayai kuliahnya. “Saya pernah mencuci pakaian hingga larut malam, lalu belajar menjelang subuh,” ucapnya.
Setelah menyelesaikan sarjana, ia mengabdikan diri di kampus yang sama sebagai tenaga bakti tanpa gaji tetap, sebuah keputusan yang berbuah perjalanan panjang menuju posisi dosen tetap dan akhirnya Guru Besar.
Dengan semangat dan ketulusan, serta dukungan almarhum Sufyan Ibrahim dan Prof Dr Samsul Rijal MAg langkahnya semakin kokoh. Ia menyelesaikan magister di UIN Ar-Raniry dan doktoral di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) pada 2015.
Semua pencapaian itu, ia yakini, tidak terlepas dari doa kedua orang tuanya (almarhum), serta dukungan suami tercinta, anak-anak tersayang, rektor beserta pimpinan universitas dan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat dan seluruh sivitas akademika UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Kini, sebagai Guru Besar, Prof Juwaini terus menekankan pentingnya keseimbangan antara ilmu dan moral. Penelitiannya banyak mengulas pemikiran etika Ibnu Miskawaih, dengan keyakinan bahwa pendidikan sejati harus melahirkan manusia berilmu dan berakhlak.
“Ilmu tanpa akhlak hanya akan melahirkan kesombongan. Kita ingin generasi yang bukan hanya cerdas, tetapi juga berjiwa kemanusiaan tinggi,” tutur perempuan yang kini menjabat Koordinator Gugus Jaminan Mutu Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry.
Beberapa karya ilmiahnya antara lain artikel di jurnal Scopus berjudul “Ibn Miskawaih’s Ethical Philosophy and Relevance to Moral Education in Indonesian Secondary Schools” (2025), buku “Tokoh dan Pemikiran Autentik Filsafat Islam Klasik” (2023), serta penelitian tentang kebijakan pendidikan dan ketahanan keluarga di Aceh.
Selain mengajar, ia aktif dalam Asosiasi Studi Agama Indonesia (ASAI) dan Asosiasi Dosen Indonesia (ADI), serta memimpin Koperasi Wanita Al-Ikhlas di Gampong Blang Krueng. Keterlibatannya di masyarakat mencerminkan dedikasi untuk memberdayakan perempuan dan keluarga.
“Gelar profesor ini bukan akhir perjalanan. Ini awal tanggung jawab baru untuk mengabdi, mendidik, dan memberi makna bagi kehidupan,” ujar Juwaini. []




















