Ada tiga kata yang bisa mewakili dari hajat, yakni maksud, kehendak, dan keinginan.
Dengan mempertimbangkan rasa, saya akan memilih kata maksud yang kurang lebih sebadan dengan hajat itu. Orang yang bermaksud mengadakan sesuatu di rumahnya, menyadari dari awal bahwa maksud itu tidak mampu dilaksanakan sendiri, maka ia akan menyampaikannya kepada orang lain.
Maksud ini tersambung dengan pemahaman secara umum, dalam lingkungan tertentu, bahwa membantu orang lain, pada dasarnya meringankan pekerjaan kita nanti. Ada pertimbangan bahwa maksud orang hari ini, suatu saat nanti akan menjadi maksud kita. Dalam semua hal, hajat itu akan bergilir dari satu rumah ke rumah lain. Hajat dengan berwajah ceria, pun tak jarang dengan hajat berwajah muram –yang dalam kehidupan kita sehari-hari sengaja disebut keurija yang terbagi ke dalam keurija udep dan keurija mate.
Orang tidak mungkin melaksanakan sendiri. Semua urusan dipertanggungjawabkan kepada publik yang lebih luas. Lantas dalam banyak hajatan, tim yang menangani semua hal juga sudah ditentukan sedemikian rupa.
Petinggi kampung sudah tahu pengendali masing-masing urusan. Mulai dari yang menangani hal-hal yang sederhana, sampai kepada hal yang sangat pelik dan rumit. Posisi pelik dan rumit, juga tidak selalu yang besar. Sesuatu yang kecil, namun dianggap sangat penting, dan mengelola yang kecil itu butuh orang yang berkeahlian khusus.
Orang yang mendapatkan pelayanan dari sebuah hajatan tidak selalu mengerti betul bahwa apa yang dimakannya merupakan rangkaian proses panjang yang membutuhkan keahlian banyak orang. Gulai nangka atau batang pisang yang sangat enak diperoleh dari keterlibatan banyak tangan.
Ketika sempat tinggal sekitar tiga tahun dalam masyarakat yang kental dengan nilai kebersamaan, saya mendapatkan sejumlah pengalaman ini. Hajatan pun berbeda-beda. Ada khusus hajat keluarga. Ada juga hajat kampung. Secara periodik, ada even-even tertentu yang dilaksanakan di kampung, masing-masing sudah dibagi tumpuk urusan. Tidak ada debat. Semua sadar masing-masing kemampuan, sekaligus sebagai kontribusi dalam hajatan tersebut.
Hajat masing-masing keluarga demikian juga. Keluarga yang besar sekalipun, sadar memiliki keterbatasan. Tidak mungkin semua hal akan ditangani mereka secara bersamaan, walau jumlah mereka banyak. Makanya membutuhkan tetangga. Proses saling berbagi peran, bertukar tempat, saling mengisi, tentu sangat mahal harganya.
Orang yang datang ke tempat orang lain, akan dibalas dengan didatangi, adalah sesuatu yang biasa terjadi. Jangan heran ada orang sederhana, ketika berhajat, banyak orang yang datang dan akan makan seadanya. Sebaliknya ada rumah orang berada, sudah sedikit yang datang, tetapi dari mulut ke mulut ada berbagai pembicaraan yang tidak enak di belakangnya. Namun bukan berarti tidak ada rumah orang berada yang dikunjungi lautan manusia, juga orang sederhana ditinggalkan sedemikian rupa.
Masalah berbagi kunjungan hanya bisa dirasakan oleh yang melakukannya. Hanya orang yang sering mengunjungi, bisa merasakan bagaimana perasaan ketika dikunjungi. Dalam kehidupan komunitas tertentu, ada semangat bahwa sekali mengunjungi orang lain, maka orang itu akan membalas dua kali mengunjungi kita. Sekali orang berbuat baik, orang yang menerima kebaikan akan berusaha berbuat baik berkali-kali.
Pesan inilah yang seharusnya bisa ditangkap dari gotong royong, menjaga perasaan dan tidak boleh terlukai. Suatu hajat kecil pun, ketika pemilik rumah mengundang tetangganya untuk membantu, entah eksplisit maupun implisit, ingin menyampaikan pesan bahwa hajat seseorang tidak boleh berimbas bagi orang sekampung.
Semua bekerjasama untuk menjaga perasaan bersama tersebut. Dalam pelaksanaannya, ada yang berlebihan dan ada yang tidak. Sesuatu yang berlebihan itu tidak baik dan bisa jadi menyulitkan. Menyediakan persiapan bagi tetangga yang lebih besar dibandingkan kebutuhan untuk inti hajatan, tentu akan memberatkan tuan rumah.
Inilah inti perasaan bersama, ketika pimpinan kampung mengatur posisi masing-masing, semua menerima dengan lapang dada. Seolah mereka semua satu suara untuk menjaga sesama mereka.
Hajat satu orang akan berimplikasi kepada banyak orang, demikian juga sebaliknya. Orang-orang yang mendapat tugas semacam itu, juga akan melaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Ada perasaan bersalah ketika tidak ditunaikan. Perasaan bersalah ini sebenarnya ditekan oleh keinginan menyukseskan hajat bersama itu. Teringat bahwa sewaktu-waktu orang membutuhkan kita karena ingin sukses hajatnya, hal yang sama terjadi ketika kita yang punya hajat, maka ada keinginan semua orang bersama-sama juga menyukseskan hajat kita tersebut.