• Tentang Kami
Tuesday, May 20, 2025
SAGOE TV
No Result
View All Result
SUBSCRIBE
KIRIM TULISAN
  • News
  • Podcast
  • Olahraga
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Nasional
  • Analisis
  • News
  • Podcast
  • Olahraga
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Nasional
  • Analisis
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result

Serba-serbi KTT G20 Bali

Rahmat Fahlevi by Rahmat Fahlevi
March 20, 2025
in Artikel
Reading Time: 3 mins read
A A
0
Serba-serbi KTT G20 Bali
Share on FacebookShare on Twitter

Mewujudkan perdamaian dan menghentikan perang pada dasarnya ialah dengan melakukan perdagangan internasional dan membentuk sebuah forum atau organisasi transnasional yang mengkoordinasi negara-negara di dunia.

Hal ini juga disampaikan Immanuel kant dalam “perpetual peace”.

BACA JUGA

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan

Lingkungan Bersih sebagai Hak Asasi

Secara parsimoni, G20 adalah forum yang berusaha mempertemukan setiap negara-negara di dunia dengan standardisasi tertentu seperti ratio PDB, kepentingan ekonomi, perdamaian, energi dan afinitas lainnya yang membuat negara-negara anggota berkumpul dan mengeluarkan proposal resolusi untuk menghadapi tantangan global.

Sebagai orang berpandangan reverse causality yang mana utilitas ekonomi untuk menciptakan keadaan politik yang lebih baik saya mengutamakan urgensi ekonomi itu diatas apapun termasuk ideologi.

Forum internasional seperti ini harus senantiasa hidup dalam mengartikulasikan kepentingan dan menjawab tantangan global.

Namun, problematika global tidak hanya bertengger pada persoalan pemenuhan substitusi dan komplementer komoditas akan tetapi juga turut merecovery dan memitigasi dari aktivitas ekonomi yang dilakukan.

“Depedensi itu adalah sebuah keniscayaan”

Ada sebuah rangkaian depedensi komoditas yang di lukiskan oleh Matt ridley dalam bukunya yang berjudul “Optimis rasional”. Ia memberi eksplanasi yang cukup baik bagaimana dunia bekerja dan saling bertransaksi di ajang pencaturan politik global. Di ungkapkan secara sederhana bagaimana keseharian pagi seorang Matt ridley duduk di ruang kerja, penghangat ruangan, sepatu, laptop, memakai jam branded dan tas.

Lalu, apa yang anda lihat disini?. Mari kita sedikit berpikir apa yang tidak dipikirkan orang pada umumnya. Laptop yang dipakai oleh Ridley pastinya terdiri dari beberapa bahan baku baik dihasilkan dari domestik maupun bahan importir.

Bisa saja lithium baterai laptop tersebut di impor dari Indonesia, penghangat ruangan yang dipompa oleh gas Rusia, kulit sepatu dari Vietnam dan tas berbahan dasar dari negara-negara Eropa.

Baca Juga:  Luncurkan Proyek B3W, Akankah G-7 Mampu Hadang BRI China?

Secara tidak langsung, Ridley sudah menikmati berbagai komoditas transnasional dalam satu waktu.

Hal sesederhana yang dilakukan oleh Ridley inilah yang membuat negara-negara di dunia berkumpul dan saling melengkapi. Lalu, bagaimana jika kita konteksualkan pada persoalan yang lebih rigid seperti kebutuhan akan energi dan pangan misalnya?

Ya, tentu saja energi dan pangan merupakan hal yang paling urgen dan menjadi significant predictor bagi keberlangsungan aktivitas korporasi, masyarakat menengah maupun bawah.

G20 hadir untuk itu, para pemimpin dunia berusaha hadir secara simultan dalam sebuah forum regional, melihat komoditas yang diperlukan oleh domestiknya, mencari harga terbaik untuk menciptakan stabilitas dan proporsional di negaranya.

Tidak ada negara di dunia ini yang memiliki komoditas secara keseluruhan, jika dahulu kala imperium-imperium besar dan menengah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan melakukan peperangan dan ekspansi maka, di era modern setiap negara melakukan kerjasama secara damai dan memenuhi kesepakatan tertentu. Hal inilah yang memaksa setiap negara melakukan hubungan kerjasama luar negeri untuk komplementer dan mencari harga dan kualitas terbaik.

Dalam buku Mencari Tuhan-Tuhan Peradaban secara eksplisit saya menyebutkan bahwa “Tuhan menggilir kejayaan. Setiap negara-negara di dunia saling membutuhkan, walaupun Barat terkenal dengan kedigdayaan industri namun jika Timur tengah tidak hadir sebagai pemasok minyak maka industri akan macet dan collaps.”

Perdagangan internasional adalah sebuah kenisyaan, bahkan ia mampu menghubungkan negara-negara yang berbeda ideologi sekalipun melewati nadi komoditas. Perdagangan meruntuhkan eskalasi egosentris.

Begitulah yang diutarakan Adam smith.

“Memprioritaskan afinitas ekonomi tapi negasi terhadap kebebasan sipil”

Kita tidak dapat menutup mata bahwa banyak sekali aktivitas dari hubungan internasional terutama persoalan ekonomi apalagi bersifat ekstraktif menimbulkan dampak yang sangat signifikan terutama terhadap perubahan iklim dan pencemaran lingkungan.

Baca Juga:  Cara Isaiah Berlin Menukilkan Pemikiran Johan Gottfried Herder

Dalam mengulas perihal lingkungan, saya tidak pernah lupa mengutip salah satu teori dari ekologi ternama dari Santa barbara yaitu Garret hardin “Tragedy of commons.”

Ia memaparkan dengan baik bagaimana manusia terus melakukan eksploitasi secara besar-besaran terhadap lingkungan namun hirau terhadap konsekuensi yang ada di depan mata.

Tidak dapat dimungkiri, aktivitas pertambangan dan eksploitasi secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan atau bahkan kerakusan manusia ada hal yang dikorbankan yaitu lingkungan. Dari aktivitas yang secara kontinu dilakukan tentunya akan berdampak secara serius terutama terhadap perubahan iklim.

Banyak sekali gerakan-gerakan rejectionist, NGO internasional hingga domestik baik dilakukan secara bersama-sama ataupun seorang diri menyuarakan bahwa perubahan iklim itu nyata adanya dan menjadi tanggung jawab para pemimpin dunia untuk membahas dan memitigasinya. Perusakan dan vandalisme yang dilakukan oleh beberapa orang dengan melempar lukisan Monalisa misalnya. Hal itu dilakukan tidak lain adalah untuk menarik perhatian masyarakat dunia dan mendemonstrasikan bahwa dunia sedang dalam keadaan bahaya.

Greenpeace adalah NGO yang sangat konsisten dalam hal ini.

Mereka melakukan beberapa aksi damai yang tentunya langsung di anulir oleh pemerintah dengan berbagai alasan.

Lalu, mengapa organisasi dan gerakan seperti ini hadir? Apakah ada yang salah dengan forum regional seperti G20?.

Tentu, tidak adanya proteksi dan pengawasan yang baik oleh pemerintah terhadap iklim dan lingkungan.

Mereka hadir untuk menyuarakan sisa residu yang ditinggalkan oleh aktivitas penambangan yang tidak memperhatikan keberlangsungan makhluk hidup.

Banyak forum dunia yang memiliki antitesisnya. Seperti World economic forum misalnya, rivalnya adalah World social forum yang bermarkas di Porto alegre Brazil.

World social forum hadir untuk menandingi WEF yang terkesan kapitalistik dan hanya di isi oleh industri padat modal yang sarat kepentingan.

Baca Juga:  Pemimpin Negara Afrika Tiba di Bali untuk Hadiri HLF MSP 2024 dan IAF ke-2

WSF hadir untuk menghimpun seluruh masyarakat dunia untuk mendemonstrasikan keberpihakan ekonomi terhadap masyarakat kecil dan tidak timpang yang hanya tendensius pada pemilik modal.

Ambivalensi seperti ini akan terus terjadi jika sebuah tatanan sistem tersebut tidak cukup mapan untuk menyelesaikan ataupun mengawasi apa yang sudah dimulai pada awalnya untuk mencapai tujuan.

Mereka hadir bukan untuk menghancurkan lalu menggantikan dengan kemapanan yang baru, ini adaah tautologi. Tapi berusaha menyuarakan kepada pemangku dan penerima mandat dunia agar memperhatikan urgensi perihal lingkungan.

Maka, perjuangan para kaum rejections dan NGO yang telah mewakafkan kehidupannya dan tetap setia terhadap proses patutlah di kenang sebagai pahlawan yang sebenarnya.

Tags: BaliKTT
ShareTweetPinSendShare
Seedbacklink
Rahmat Fahlevi

Rahmat Fahlevi

Rahmat Fahlevi Mahasiswa Ilmu Politik Fisip Universitas Syiah Kuala”

Related Posts

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan
Artikel

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan

by Sulaiman Tripa
May 12, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Lingkungan Bersih sebagai Hak Asasi

by Sulaiman Tripa
May 5, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Hukum Lingkungan Berkeindonesiaan

by Sulaiman Tripa
May 2, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Hukum Lingkungan dan Kesadaran Dampak Perubahan Iklim bagi Indonesia

by Sulaiman Tripa
April 28, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Jalan Pembangunan Hijau

by Sulaiman Tripa
April 25, 2025
Load More

POPULAR NEWS

Waled Landeng: Prioritaskan Non-ASN R2 dan R3 Jadi PPPK Penuh Waktu

Waled Landeng: Prioritaskan Non-ASN R2 dan R3 Jadi PPPK Penuh Waktu

February 21, 2025
Gampong Lam Geu Eu Raih Juara Pawai Takbir Idul Fitri 1446 H Aceh Tahun 2025

Gampong Lam Geu Eu Raih Juara Pawai Takbir Idul Fitri 1446 H Aceh Tahun 2025

March 31, 2025
UIN Ar-Raniry Buka Prodi Manajemen Industri Halal, Mulai Terima Mahasiswa Baru

UIN Ar-Raniry Buka Prodi Manajemen Industri Halal, Mulai Terima Mahasiswa Baru

April 18, 2025
Realitas di Aceh Lebih ‘Bid’ah’ dari Filmnya

Realitas di Aceh Lebih ‘Bid’ah’ dari Filmnya

April 18, 2025
Wali Nanggroe, Waled Landeng dan Cap Sikureung di Malaya

Wali Nanggroe, Waled Landeng dan Cap Sikureung di Malaya

February 21, 2025

EDITOR'S PICK

Daurah Tahfidz Al-Qur'an Spesial Ramadhan 1446 H Resmi Dibuka

Daurah Tahfidz Al-Qur’an Spesial Ramadhan 1446 H Resmi Dibuka

March 3, 2025
Internasionalisasi Konflik Aceh

Internasionalisasi Konflik Aceh

August 10, 2024
Gampong Lamkawee dan Dompet Dhuafa Jalin Kerja Sama Bangun Desa Sehat

Gampong Lamkawee dan Dompet Dhuafa Jalin Kerja Sama Bangun Desa Sehat

April 7, 2025
50 Mahasiswa IAI Almuslim Aceh Terima Beasiswa Bank Indonesia

50 Mahasiswa IAI Almuslim Aceh Terima Beasiswa Bank Indonesia

October 10, 2024
Seedbacklink
  • Redaksi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Iklan
  • Aset
  • Indeks Artikel

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.

No Result
View All Result
  • Artikel
  • News
  • Biografi
  • Bisnis
  • Entertainment
  • Kesehatan
  • Kuliner
  • Lifestyle
  • Politik
  • Reportase
  • Resensi
  • Penulis
  • Kirim Tulisan

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.