Oleh: Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad.
Dosen UIN Ar-Raniry, Kopelma Darussalam, Banda Aceh.
[K]ita perlu “pengetahuan tentang musuh secara dini” mendahului “pengetahuan musuh tentang kita”. – Makmur Supriyatno.
Dalam esai ini, dijelaskan sepintas bagaimana konsep spionase, yang merupakan bagian dari intelijen. Istilah spionase berasal dari bahasa Perancis yang berarti memata-matai (to spy). Adapun arti dari kata spionase dalam intelijen adalah:
Espionage is the use of spies, or the practice of spying, for the purpose of obtaining information about the plans, activities, capabilities, or resources of a competitor or enemy. It is closely related to intelligence, but is often distinguished from it virtue of the clandestine, aggressive, and dangerous nature of the espionage trade.
Don McDowell mengatakan bahwa ada perbedaan antara spionase dan aktifitas intelijen sebagai berikut:
The concepts of espionage and critical analysis are often confused as if they were all part of the same activity. Espionage is about gathering data in the intrusive and invasive enviroment of spying. Intelligence and analysis is wider process of problem solving that involves data gathering and analysis, interpretation, and speculative consideration of future developments, patterns, threat, risks, and opportunities.
Definisi di atas menujukkan bahwa spionase merupakan aktifitas dari memata-matai lawan untuk mencari atau mencuri tentang rencana, kegiatan, kemampuan, dan sumber-sumber. Di sini, dapat dipahami bahwa secara konseptual, spionase dan intelijen agak berbeda, karena dilakukan secara rahasia, agresif, dan sangat berbahaya. Lebih lanjut, Kunarto memberikan narasi mengenai perbedaan antara intelijen dan spionase:
Karena orang … akan melakukan tugasnya keluar untuk meninggalkan pekerjaan intelnya di belakang meja untuk menjadi agen spionase di belakang garis musuh … saya bisa merasakan perbedaan besar antara kerja intelijen dan spionase.
Intelijen secara keseluruhan, biarpun rahasianya tertutup rapat dan drama yang terjadi kadang kala saja. Semuanya dilakukan di atas tanah sesuatu yang sangat nyata. Kalau spionase itu dilakukan di bawah tanah, mereka dinamakan operasi diam-diam (klandestin). Tetapi dibalik melodram yang terjadi, spionase ini mempunyai struktural moral dan ilmiah yang sama telitinya dengan pada intelijen. Lagi lagi, spionase ini, seperti juga intelijen, adalah suatu fungsi legal dan essensial bagi setiap pemerintah yang menginsafi akan tanggung jawabnya.
Penjelasan di atas menyiratkan bahwa intelijen lebih banyak pekerjaannya di atas tanah, sedangkan spionase lebih banyak berada di bawah tanah, yaitu operasi rahasia, di garis depan musuh. Dalam konteks ini, pemahaman inilah yang sering muncul di kalangan masyarakat, ketika melihat intel di sekitar mereka. Agen spionase ini memang bekerja di lapangan, digaris depan musuh, atau bahkan membaur bersama musuh atau target operasi. Salah satu negara yang paling banyak memperkerjakan agen spionase di negara target adalah Uni Sovyet. Walaupun kemudian Amerika Serikat juga melakukan hal yang sama, seperti yang disampaikan bahwa: “…that the CIA ran several thousand covert actions since 1961, and that the heyday of covert action was before 1961; that we have run several hundred covert actions a year, and the CIA has been in business for a total of 37 years.” Dewasa ini, pola penanaman agen (planted agent) atau residence agent merupakan fenomena yang lumrah dalam dunia spionase.
Jadi, dapat dipahami bahwa ketika kita melihat ada intel di sekitar kita, maka apa yang mereka lakukan adalah kegiatan spionase untuk kepentingan operasi intelijen. Dalam kajian intelijen, kegiatan spionase termasuk dalam bidang intelijen sebagai aktifitas (penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan). Istilah lain yang digunakan adalah clandestine activities atau covert action. Inilah kemudian yang membayangkan bagi sebagian masyarakat bahwa intelijen itu adalah mata-mata yang menguntit kehidupan “warga biasa” dan “bukan biasa.” Banyak anak muda yang bermimpi untuk jadi intel, karena profesi ini, terlebih lagi ketika banyak sekali film-film Barat yang mengisahkan kehidupan mata-mata di negara musuh. Akan tetapi, aktifitas tersebut bukanlah pekerjaan mudah, sebab seorang agen harus mampu memerankan dirinya untuk suatu profesi yang sama sekali jauh dari karakter pribadinya, sebagai seorang manusia biasa.
Hal ini disebabkan dalam aktifitas spionase terkadang hanya dilakukan oleh beberapa orang saja atau bahkan hanya seorang agen. Keberadaan mereka terkadang sangat dirahasiakan, karena berada di garis depan musuh. Tidak hanya itu, terkadang sang agen tidak mendapatkan back up secara aktif dari kesatuannya. Tidak menutup kemungkinan, di antara aparat keamana pun, terkadang tidak menyadara kalau ada agen rahasia mereka, yang sedang menyusup ke benteng musuh. Di sini, kerap diandaikan operasi spionase, gagal tidak diakui, berhasil tidak dipuji. Walaupun kondisi ini adalah hanya untuk memberikan semangat pada agen, supaya mereka betul-betul fokus pada pekerjaan mereka, termasuk menerima resiko, jika terjadi hal-hal yang membuka kedok mereka, sebagai mata-mata dari lawan.
Ada yang membedakan antara istilah covert dan clandestine, seperti yang dijelaskan oleh Jon A. Wiant:
Clandestine is properly associated with the secret collection of information where primary operational attention is placed on ensuring that the target is unaware that the protected information has been taken. In the covert world, the actions are readily apparent but every effort is made to hide those who are responsible for the actions.
Sementara itu, terdapat juga pemahaman bahwa covert dimaknai sebagai: “Covert action is an option short of military action to achieve objectives which diplomacy alone cannot.” Jika saya ingatkan bahwa intelijen itu sebenarnya adalah tentang kecerdasan, maka penyusupan adalah bagaimana mengerahkan kecerdasan untuk mencari atau menggali informasi darimanapun dengan cara apapun juga untuk sebagian dari operasi intelijen. Penyusupan adalah aktivitas ‘mata-mata’ yang dilakukan secara terencana dan terorganisir dengan saling tahu sama tahu atau sama sekali tidak saling tahu melalui kompartemen. Jadi, tidaklah mengherankan jika ada pabrik korek api menuliskan ‘intel dimana-mana’ di pinggir koreknya. Ada lagi misalnya ketika terjadi bom di salah satu propinsi di Indonesia, banyak yang mengatakan kota tersebut sebagai ‘kota seribu intel.’
Proses penyusupan adalah bagian dari penyamaran dan penggalangan. Penyusupan dilakukan dengan berbagai kepentingan, misalnya untuk mencari atau mencuri data, atau pun untuk menaklukkan sebuah sistem pemerintahan. Penyusupan yang paling tinggi adalah penyusupan pemikiran yang kemudian dikondisikan oleh pihak intelijen untuk dijadikan sebagai paradigma berpikir. Disamping itu, penyusupan juga dilakukan di kalangan musuh dan berulah seperti musuh. Bahkan disini kematian menjadi kata penentu bagi seseorang yang ditugaskan untuk menyusup. Operasi intelijen melalui penyusupan adalah suatu keniscayaan dan kemestian. Jadi, wajar jika kemudian kita membaca pengakuan para penyusup setelah mereka pensiun atau sama sekali mereka menulis dengan nama lain, sehingga kita hanya bisa mengetahui aktivitas dia, bukan organisasi dia.
Operasi penyusupan adalah sama seperti sel. Operasi penyusupan persis dengan organisasi kawin dengan organisasi. Maksudnya, jejaring sel itu sangat terkait, namun boleh jadi tidak saling kenal satu sama lain. Masing-masing agen bekerja untuk atasannya atau negaranya. Dia boleh berada di samping kita atau berada di lingkungan keluarga kita. Atau bahkan dia boleh jadi atasan atau bawahan kita. Dia juga boleh jadi memburuk-burukkan sebuah negara, dan seolah-olah dia memancing kemarahan kita. Intinya, tugas penyusupan ini sangat berbahaya, namun inilah yang sangat “dinikmati” oleh para agen-agen intelijen. Karena itu, agen-agen tingkat tinggi dia boleh menyusup ke kawasan yang tidak pernah kita bayangkan. Demikian pula, peralatan yang mereka bawa dan organisasi yang mereka usung pun boleh jadi sangat bagus dan seolah-olah menjadi penyelamat kita. Di beberapa negara, operasi penyusupan sering dilakukan oleh agen guna untuk mencari atau mencuri informasi. Namun, disini peran penyusup adalah sangat rahasia ataupun tidak rahasia sama sekali.
Untuk mengetahui penyusup maka ada beberapa hal yang harus diketahui dalam penyusupan. Pertama, penyusupan pasti dilangsungkan dalam satu batas waktur tertentu dan agen tersebut akan dipindahkan dengan cara yang bermacam-macam, jika sudah selesai misinya. Kedua, penyusupan dilaksanakan dengan memberikan akses tertentu atau kode tertentu sehingga dia membuat berbeda dengan orang dalam satu komunitas atau organisasi tertentu. Ketiga, aktivitas penyusupan dibuat seperti ‘seolah-olah tidak terjadi apa-apa’ atau ‘dibuat melalui serba kebetulan.’ Keempat, orang yang menyusup tidak mungkin mengatakan diri penyusup, walaupun dia selalu berperan sebagai ‘pembela kebenaran.’ Kelima, orang yang menyusup tidak suka ditanyakan masalah pribadi secara berulang-ulang, sebab akan membuat jawaban dia bertukar-tukar. Keenam, si penyusup tidak suka diletakkan di depan, jika dia tidak menerima perintah dari atasannya atau sesuai dengan misi yang dijalankan. Ketujuh, orang yang menyusup sudah pasti agen intelijen, walaupun dia mengaku bukan atau membenci organisasinya. Ini merupakan trik, untuk membangkitkan rasa percaya dari si tempat dia menyusup. Kedelapan, penyusupan berakhir jika ada yang ketahuan atau diketahui berkhianat. Jadi, secara garis besar dalam dunia intelijen kadang penyusupan ini sangat rapi dan seolah-olah terjadi dengan serba kebetulan. Jadi, jika kita ingin melakukan atau membongkar penyusupan agen, maka yang diperlukan adalah menguraikan serba kebetulan menjadi tidak kebetulan. Dan, langkah berikutnya adalah melihat sejauh mana penyusup berhenti melakukan aktivitasnya jika dia sudah ketahuan melakukan penyusupannya.
Sementara itu, ada juga warga Malaysia yang menyamar sebagai wisatawan di Aceh. Ada yang beralasan untuk menghabiskan tahun baru di Sabang. Setelah pulang, dia menuturkan bahwa begitu banyak gambar yang diperolehnya selama di Sabang. Ketika ditanya profesi asli wisatawan tersebut di negaranya, hampir semua jawabannya tidak ada yang meyakinkan bahwa dia seorang ‘wisatawan biasa.’ Adapula seorang petinggi militer yang menyamar sebagai wisatawan untuk melakukan ziarah ke beberapa tempat di provinsi Aceh. Belakangan diketahui dari salah seorang agen travel di Malaysia, bahwa dia kerap membantu perjalanan beberapa petinggi militer Malaysia ke Aceh. Bahkan menurutnya, ada petinggi militer yang berpangkat jenderal. Mereka yang menyamar tentu saja tidak akan mengatakan bahwa mereka sedang menjalankan operasi intelijen. Namun, setiap operasi penyamaran, sudah pasti ada informasi yang hendak digali dan didapatkan, demi kepentingan nasional sang agen tersebut.
Proses penyamaran seperti di atas memang bukan hal baru dalam operasi intelijen. Akan tetapi, perlu dipahami bahwa penyamaran dengan perubahan karakter, sifat dan watak baru merupakan sesuatu yang amat perlu dipelajari bagi seorang calon agen intelijen. Pendidikan untuk melakukan proses penyamaran ini sangat penting, terutama dalam mencari dan mencuri informasi dari suatu negara. Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa informasi tentang pemetaan merupakan hal yang cukup penting dalam suatu operasi intelijen. Pemetaan atau mapping akan membantu pada tahap-tahap kerja intelijen, khususnya bagi para analis intelijen atau analis keamanan nasional. Karena itu, di dalam cerita pengalaman sang intel, kisah penyamaran mereka yang awalnya merupakan rahasia, dapat menjadi suatu cerita yang dikonsumsi oleh publik.[]