Oleh: Risnawati Ridwan.
ASN Pada Dinas Sosial Kota Banda Aceh.
Sekolah darurat perundungan. Menjadi ungkapan yang dapat menjadi pertimbangan dan pemikiran utama bagi orang tua, pendidik dan pengambil kebijakan. Dalam waktu yang berdekatan, negara dihebohkan dengan peristiwa perundungan di salah satu sekolah internasional dan pondok pesantren yang menyebabkan kehilangan nyawa. Kedua peristiwa tersebut terjadi dalam waktu yang berdekatan.
Perundungan ini bukanlah peristiwa pertama kali, sudah terlalu banyak peristiwa perundungan di lingkungan sekolah yang terjadi namun hanya menjadi kisah saja. Sekolah bersistem asrama seperti pondok pesantren serta sekolah internasional dapat menjadi ranah yang subur ternpat lahirnya perundungan jika manajemen pencegahan perundungan tidak menjadi titik poin kebijakan sekolah tersebut.
Sekolah internasional dan pondok pesantren adalah dua jenis sekolah dengan kebijakan dan mekanisme yang berbeda dengan sekolah negeri yang sering terjadinya perundungan antar siswa. Bukan berarti sekolah negeri di bawah naungan pemerintah tidak adanya perundungan. Namun dua sekolah yang disebut merupakan sekolah yang memberikan fasilitas lebih dibandingkan sekolah negeri. Bahkan fasilitas pendukung pendidikan yang sangat jomplang diantara keduanya bisa juga mengakibatkan perilaku yang sama yaitu munculnya karakter-karakter bagi sebagian murid yang merasa superior untuk merundung dan berlaku semena-mena kepada adik kelas dan temannya.
Pondok pesantren merupakan salah satu instusi pendidikan di Indonesia yang mempunyai metode modern dan tradisional. Besarnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi ini merupakan bagian dari keyakinan bahwa lembaga ini mampu menjadi bengkel pendidikan untuk menciptakan karakter anaknya, yang tidak mampu diberikan di rumah. Demikian juga sekolah-sekolah yang berkapasitas internasional atau nasional bahkan Islami, memakai biaya yang tinggi menjadikan peran orang dewasa menurun dengan pertimbangan telah membayar lebih untuk mendapatkan timbal balik berupa karakter anak yang handal, bagus dan mumpuni.
Berhubungan dengan Hari Pekerja Sosial Internasional Tahun 2024 yang jatuh pada Tanggal 18 Maret 2024, dengan tema “buen vivir” digunakan sebagai landasan untuk menyoroti peran pekerja sosial dalam mendorong perubahan positif dan membangun komunitas yang tumbuh berdasarkan rasa saling menghormati dan keberlanjutan. Tentu saja konsep ini mengajak pekerja sosial untuk mengadopsi pendekatan ini dalam perannya pada komunitas seperti sekolah-sekolah yang menghormati kearifan lokal dan bekerja sama dengan unsur-unsur didalamnya untuk mencapai tujuan pembangunan sosial yang transformatif.
Buen vivir, secara harfiah, berarti “hidup sehat”. Sebagaimana artinya, filosofi yang berpegang teguh pada mengajarkan bagaimana cara menghargai diri sendiri sebagai seorang manusia, termasuk belajar bagaimana untuk menghargai orang lain dan peduli dengan lingkungan sekitar.
Nilai-nilai yang seharusnya didapatkan pada bangku sekolah, apapun tingkatan dan jenis pendidikannya. Tentu saja kerja sama dan kolaborasi unsur-unsur pendidik harus mampu merekatkan dan memastikan nilai tersebut dapat melekat erat pada jiwa anak-anak demi menghilangkan keinginan untuk melakukan perundungan-perundungan tersebut.
Pekerja sosial di sekolah merupakan profesi yang belum mendapatkan posisi se-mentereng profesi lainnya yang mendukung program belajar mengajar. Padahal peran pekerja sosial di sekolah adalah salah satu bidang praktek pekerjaan sosial, yang antara lain memberikan pelayanan konseling penyesuaian diri di sekolah (school adjustment counseling ), tes kemampuan pendidikan (educational testing), konseling keluarga ( family counseling ) dan pengelolaan perilaku ( behavior management ). Pekerja sosial sekolah juga merespon perwujudan hak-hak semua anak untuk mendapatkan pendidikan termasuk bagi anak-anak yang memilki kebutuhan khusus (anak penyandang cacat ) serta keluarganya.
Penting untuk memahami konteks perundungan di sekolah-sekolah yang mendapat julukan elit tersebut. Sekolah merupakah tempat dimana seorang anak menghabiskan sebagian besar waktunya, menciptakan dinamika sosial yang kompleks. Tekanan teman sebaya, hierarki sosial, dan norma-norma budaya yang kuat dapat menjadi pemicu perundungan di antara para murid. Mudahnya bibit perundungan lahir merupakan indikasi adanya hukum rimba yang berlaku. Tentu saja kita tidak menginginkan hal tersebut tumbuh subur di tempat yang seharusnya karakter positif berkembang dengan baik.
Salah satu peran kunci pekerja sosial di sekolah merupakan pendampingan dan konseling kepada murid yang mengalami perundungan. Mereka menciptakan ruang aman sehingga dapat berbicara serta mendapatkan solusi untuk mengatasi tantangan yang mereka hadapi. Hanya saja, setiap korban perundungan telah mengalami guncangan sehingga sulit mencari pegangan bahkan untuk menolong dirinya sendiri. Dengan analogi saat seseorang berada pada sebuah kapal, dan mendapat hantaman badai sedangkan orang tersebut tidak memiliki pegangan yang kuat tentu saja munculnya perasaan ketakutan bahkan pasrah menghadapi kematiannnya. Disinilah butuhnya kepekaan seorang pekerja sosial dalam melihat perilaku anak didik yang berbeda.
Selain itu, pekerja sosial juga dapat melakukan sesi pendidikan dan pelatihan tentang perundungan sehingga dapat menyebarkan kesadaran tentang dampak perundungan, mengajarkan keterampilan berkomunikasi yang sehat dan mempropagandakan budaya inklusi dan penghargaan terhadap perbedaan. Karena perbedaanlah yang menyebabkan bibit perundungan terjadi. Dalam konteks kolaborasi, pekerja sosial berkenan untuk bekerja sama dengan pimpinan sekolah, pendidik dan staf administrasi serta unsur lainnya seperti psikolog dan dokter yang ikut dalam managemen institusi pendidikan tersebut.
Dalam hal menghadirkan peran pekerja sosial di sekolah, tidak sedikit tantangan yang diterima untuk menghindari perundungan ini terjadi. Salah satu tantangan yang dihadapi pekerja sosial adalah stigma terhadap perundungan itu sendiri. Beberapa pihak mungkin tidak menganggap serius perundungan atau bahkan menyalahkan korban. Ini dapat membuat sulit bagi pekerja sosial untuk mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.
Selain itu, adanya resistensi terhadap perubahan muncul pada institusi ini sehingga menyulitkan pekerja sosial untuk memberikan pemahaman dan advokasi tentang dampak jangka panjang perundungan bagi si korban. Untuk menghadapi resistensi ini dibutuhkan penyesuaian budaya dan pendekatan yang komprehensif dimana wacana perundungan ini merupakan hal sensitif sehingga dibutuhkannya komunikasi yang efektif agar pesan yang ingin disampaikan dapat mencapai sasaran.
Disinilah perlunya metode buen vivier diterapkan. Bagaimana pekerja sosial memanfaatkan sumber daya dalam komunitas tersebut, tetap memakai kearifan lokal yang berlaku sehigga perubahan-perubahan yang bersifat masif dapat terjadi. Perundungan di sekolah merupakan masalah yang serius sehingga memerlukan perhatian khusus dan upaya bersama. Peran pekerja sosial sangat penting dalam memberikan dukungan kepada korban, mengedukasi komunitas, dan merancang strategi untuk mencegah perundungan di masa depan. Dengan pemahaman mendalam tentang konteks lokal, sensitivitas terhadap kebutuhan peserta didik, dan kerja sama dengan berbagai pihak, pekerja sosial dapat memainkan peran yang signifikan dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan mendukung bagi semua peserta didik di lingkup sekolah. Pada Hari Pekerja Sosial Internasional tahun ini, mari kita mengakui dan menghargai kontribusi tak ternilai dari pekerja sosial dalam mempromosikan keadilan sosial dan kesejahteraan bagi generasi mendatang dengan tetap memakai inspirasi-inspirasi dari alam dan sekitar. (rr)