• Tentang Kami
Saturday, May 17, 2025
SAGOE TV
No Result
View All Result
SUBSCRIBE
KIRIM TULISAN
  • News
  • Podcast
  • Olahraga
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Nasional
  • Analisis
  • News
  • Podcast
  • Olahraga
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Nasional
  • Analisis
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result

Cerita tentang Pasal

Sulaiman Tripa by Sulaiman Tripa
March 20, 2025
in Artikel
Reading Time: 4 mins read
A A
0
sulaiman tripa

Dr Sulaiman Tripa

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Sulaiman Tripa.
Dosen FH Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Ada dua ruang yang memungkinkan semuanya bisa terjadi. Pertama, dalam proses pembuatan suatu peraturan perundang-undangan-yang sebagian pihak menyederhanakan dengan istilah hukum. Pihak ini langsung mengklaim yang namanya hukum adalah peaturan perundang-undangan.

BACA JUGA

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan

Lingkungan Bersih sebagai Hak Asasi

Ada tolak tarik politik yang luar bisa saat suatu produk undang-undang ingin disahkan. Sebagai proses politik, maka berbagai hal bisa saja terbaca secara awam. Malah transaksi dan kepentingan tidak terlalu sulit untuk ditemukan.

Seorang pengajar politik hukum senior, yang terkenal, tidak usah disebutkan namanya, yang kini duduk sebagai salah satu petinggi, berulang kali menyebut soal pasang pasal. “Setiap kasus bisa dicari pasal benar atau salahnya menurut hukum. Tinggal siapa yang lihai mencari atau membeli. Intelektual tukang bisa mencarikan pasal-pasal sesuai dengan pesanan dan bayarannya”.

Ada profesor yang saya kenal, Mahfud MD juga menyebut adanya pasal pesanan dan jual beli pasal. Soal pasal pesanan dalam pembentukan undang-undang (UU) yang disebutkannya banyak terjadi dan merupakan data lama (Kompas, 21/12/2019). Saya dengar hal ini, baik saat beliau murni masih akademisi, maupun ketika sudah menjadi pejabat tinggi.

Kedua, saat sebuah undang-undang sudah selesai dibuat, mau baik atau kontraversi, masih berdalam dalam proses implementasinya. Satu pasal yang baik, masih membutuhkan energi lebih untuk memastikan ia dilaksanakan dengan baik.

Ada satu anekdot yang sering terdengar di negeri antah berantah. Anekdot memang lelucon. Kata-katanya kurang lebih, “mau berapa pasal, mau pasal berapa?”

Dalam penegakan hukum, banyak akademis kritis memperingatkan kondisi ini. Jangan sampai menggunakan hukum bukan untuk kepentingan hukum. Atau sebaliknya, menegakkan hukum bukan dengan hukum.

Baca Juga:  Jalan Pembangunan Hijau

Saya terkesan dengan tiga buku penting. Prof. Tb Ronny Rahman (2006) menulis Tegakkan Hukum Gunakan Hukum. Sebagai seorang pakar kriminologi, Ronny Rahman memiliki banyak informasi terkait bagaimana hukum bekerja di lapangan.

Buku Kompas (2010), Elegi Penegakan Hukum : Kisah Sum Kuning, Prita, hingga Janda Pahlawan, sering membuat malu bagi saya yang belajar hukum. Banyak elegi yang tidak berkesudahan, dan perangkatnya sering menjadi alat permainan mereka yang berkuasa.

Prof. Bagir Manan (2009) menulis buku tentang Menegakkan Hukum Suatu Pencarian. Sebagai akademisi senior, dengan banyak murid, Bagir Manan memiliki banyak informasi tentang realitas penegakan hukum.

Semua buku itu terbit lebih satu dekade yang lalu, bisa jadi akan ada yang menyebut sudah kurang konteks dengan kondisi kekinian. Saya justru memahami sebaliknya. Berbagai keadaan yang digambarkan pada masa lalu, seperti berulang dari waktu ke waktu.

Setiap ada kasus ganjil, saya sering mendapat ulok. Kata mereka, ilmu yang saya pelajari ini kok begini. Tetapi saya sering tidak peduli dan pura-pura tutup mata, dengan mengatakan bahwa dalam realitas, apa pun bisa terjadi. Hukum idealitas harus dibedakan dengan hukum realitas. Begitu saya sering berkilah.

Lupakanlah. Suatu waktu, ada seorang yang mengatakan satu hal penting. Seorang teman jauh, menelepon khusus untuk menanyakan tentang seberapa mungkin seseorang yang tidak bersalah lalu dibuat menjadi bersalah. Demikian juga sebaliknya, orang yang bersalah dibuat tidak bersalah. Jawaban saya waktu itu singkat, bahwa semuanya serba mungkin. Jawaban ini, tentu bukan jawaban hukum. Ini jawaban politis. Akan tetapi soal apa yang tidak dipengaruhi politik selama ini? Hal yang seharusnya netral, dibelenggu politik. Demikian juga urusan yang seharusnya lurus, bisa dibengkokkan oleh kekuatan politik.

Baca Juga:  Universitas Syiah Kuala: Warisan Ulama Besar dan Jembatan Budaya Aceh-Semenanjung

Dalam asas-asas yang sangat sakral, hal semacam ini tidak mungkin dikritisi. Apalagi ketika selalu ada pernyataan semuanya harus sesuai dengan hukum. Hukum yang mana? Apa yang disebut hukum itu? Lagi-lagi, pertanyaan –atau bahkan pernyataan semacam ini akan dianggap sangat politis.

Lalu bukankah tidak ada perselingkuhan antara hukum dan politik? Pertanyaan ini mungkin juga masih sederhana. Hukum dan politik tidak mungkin dipisah, kata satu pihak. Hukum dan politik memang harus dipisah, kata lain pihak. Betapa semua urusan, kekuatan politik mendominasi dan menentukan arah. Hal-hal yang tidak kita duga, bisa dibelokkan ke arah yang tak disangka-sangka. Dalam ilmu yang dipelajari, catatan-catatan menunjukkan keserbamungkinan tersebut. Hal-hal yang dalam kenyataan dipermasalahkan, ternyata sudah diperkenalkan. Politik demikian menentukan hukum, walau dimana-mana ada deklarasi bahwa hukumlah yang harus menentukan semuanya.

Jadi jawaban saya, semuanya memungkinkan terjadi. Kasus salah tangkap banyak terjadi. Kasus salah hukum pun, juga banyak terjadi. Jika pertanyaannya mungkinkah, maka jawabannya, semua serba mungkin. Di meja-meja pengadil, ketuk palu adil itu adakalanya dilakukan dengan dugaan penuh transaksi.

Apalagi jika kita menilik kehidupan di dunia entah berantah, banyak hal aneh terjadi di depan mata. Harus dibedakan antara menggunakan pasal dengan mencari pasal. Kadangkala untuk hal tertentu, sama sekali belum ada pasal untuk dipasang. Dalam kasus demikian, tinggal cari dahulu pasal yang akan digunakan. Orangnya, entah kesalahan bisa dipertanggungjawabkan atau tidak, itu soal kemudian. Sebaliknya, ketika berhadapan dengan orang-orang yang memiliki kekuatan politik, terbentur dengan ketiadaan pasal. Seolah-olah sulit menemukan pasal yang pas dan cocok, walau apa yang lakukan mungkin terang-benderang melukai perasaan banyak orang.

Konteksnya tentu berbeda. Jika kita dalami, untuk pasal yang mesti dicari, berkemungkinan untuk mendapatkan pasal yang tidak sesuai dengan realitas posisi. Sedangkan untuk kasus yang tinggal menggunakan pasal, kadang-kadang hanya menyerdehanakan masalah. Hal yang cukup serius, akan tetapi karena tinggal menggunakan saja, tinggal dipasang. Bedanya jelas, dengan implikasi dan kemungkinan yang berbeda pula.

Baca Juga:  Pj Gubernur Aceh Serahkan Cenderamata untuk Keluarga Pahlawan

Iseng saya berpikir pasang-memasang ini kadang juga sebuah seni. Ketika orang tidak percaya bahwa politik mengintervensi hukum, secara tidak sadar yang bersangkutan sedang berada di kursi tersebut. Terutama terkait bagaimana ia meyakinkan apa yang diungkapkan itu sebagai sebuah yang masuk akal.

Entahlah. Anggap saya setengah cerita di atas hanya ada di dunia entah berantah. Tentu di negara ini, serba mungkin juga bisa saja berpeluang terjadi. Namun kita tidak boleh menunjuk, apalagi menuduh. Karena menunjuk saja tentang sesuatu yang sudah di depan mata, bisa kenal pasal juga.

Momentum bulan milad hari merdeka, mari kita merdeka!!!

Tags: HukumJual Beli PasalKebijakanKemardekaan RIPasal
ShareTweetPinSendShare
Seedbacklink
Sulaiman Tripa

Sulaiman Tripa

Sulaiman Tripa adalah analis sosial legal dan kebudayaan. Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.

Related Posts

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan
Artikel

Kelestarian Alam sebagai Jalan Kebahagiaan

by Sulaiman Tripa
May 12, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Lingkungan Bersih sebagai Hak Asasi

by Sulaiman Tripa
May 5, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Hukum Lingkungan Berkeindonesiaan

by Sulaiman Tripa
May 2, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Hukum Lingkungan dan Kesadaran Dampak Perubahan Iklim bagi Indonesia

by Sulaiman Tripa
April 28, 2025
sulaiman tripa
Artikel

Jalan Pembangunan Hijau

by Sulaiman Tripa
April 25, 2025
Load More

POPULAR NEWS

Waled Landeng: Prioritaskan Non-ASN R2 dan R3 Jadi PPPK Penuh Waktu

Waled Landeng: Prioritaskan Non-ASN R2 dan R3 Jadi PPPK Penuh Waktu

February 21, 2025
Gampong Lam Geu Eu Raih Juara Pawai Takbir Idul Fitri 1446 H Aceh Tahun 2025

Gampong Lam Geu Eu Raih Juara Pawai Takbir Idul Fitri 1446 H Aceh Tahun 2025

March 31, 2025
UIN Ar-Raniry Buka Prodi Manajemen Industri Halal, Mulai Terima Mahasiswa Baru

UIN Ar-Raniry Buka Prodi Manajemen Industri Halal, Mulai Terima Mahasiswa Baru

April 18, 2025
Realitas di Aceh Lebih ‘Bid’ah’ dari Filmnya

Realitas di Aceh Lebih ‘Bid’ah’ dari Filmnya

April 18, 2025
Wali Nanggroe, Waled Landeng dan Cap Sikureung di Malaya

Wali Nanggroe, Waled Landeng dan Cap Sikureung di Malaya

February 21, 2025

EDITOR'S PICK

Kepala BNN RI Sambangi Meuligoe Gubernur Aceh

Kepala BNN RI Sambangi Meuligoe Gubernur Aceh

September 17, 2024
Atraksi Barongsai Tampil 21 Lokasi dalam Perayaan Imlek di Kota Banda Aceh

Atraksi Barongsai Tampil 21 Lokasi dalam Perayaan Imlek di Kota Banda Aceh

March 14, 2025
Pj Gubernur Safrizal Resmikan Rehabilitasi Payung Elektrik dan Lantai Masjid Raya Baiturrahman

Pj Gubernur Safrizal Resmikan Rehabilitasi Payung Elektrik dan Lantai Masjid Raya Baiturrahman

March 20, 2025
Menghitung Perluasan Risiko Perang Skala Kawasan Timur Tengah

Bisakah Israel Dicerabut Dari Timur Tengah?

October 15, 2023
Seedbacklink
  • Redaksi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Iklan
  • Aset
  • Indeks Artikel

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.

No Result
View All Result
  • Artikel
  • News
  • Biografi
  • Bisnis
  • Entertainment
  • Kesehatan
  • Kuliner
  • Lifestyle
  • Politik
  • Reportase
  • Resensi
  • Penulis
  • Kirim Tulisan

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.