Oleh: Dr. Muna Yastuti Madrah, MA
Sosiolog / Dosen Fakultas Agama Islam-UNISSULA. Penerima Hibah Insentif Pengabdian Masyarakat berintegrasi dengan MBKM 2022.
Kerusakan ekologi semakin serius namun sejauh ini belum ada upaya untuk menghindari model eksploitasi alam model barat, dimana manusia memiliki kontrol terhadap alam (lingkungan).
Pandangan ini dianggap sebgai etika antroposentris. Sebuah etika yang meletakkan nilai tertinggi pada manusia dan lingkungannya. Manusia mempunyai hak sepenuhnya dalam kebijakan yang berkaitan dengan alam. Pemahaman seperti ini, memunculkan pandangan bahwa manusia dimuka bumi ini bebas melakukan apa saja terhadap lingkungan. Pandangan yang semacam ini justru tidak memiliki dasar teologis.
Berbagai penelitian merekomendasikan bahwa solusi untuk krisis ekologi harus ditemukan pada tingkat budaya lokal dan agama. Islam sendiri sangat jelas mengatur hubungan manusia dengan lingkungan. Sebagaimana termaktub dalam Alquran, alam merupakan bukti keesaan Allah, manusia wajib melihat tanda-tanda tersebut melalui ayat-ayatnya. Bumi merupakan amanah bagi manusia (khalifah) yang berkewajiban menjaga dan melestarikan bumi. Manusia wajib berbuat adil untuk menjaga keseimbangan alam.
Konsep fikih lingkungan (fiqh bi’ah) mulai digaungkan oleh para ulama yang menunjukkan bagaimana ulama menaruh perhatian besar terhadap isu ini. Konsep fikih lingkungan kiranya perlu mendapat perhatian serius yang dapat dipakai sebagai strategi membangun kesadaran pada masyarakat muslim. Penyelesain problematika ummat termasuk problematika lingkungan tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai dan ajaran agama. Ide-ide penyelamatan lingkungan sudah semestinya digali berbasis pada fikih lingkungan. Pada era di mana semua sumber informasi tersedia secara luas, maka gagasan-gagasan dalam fikih lingkungan. Fikih lingkungan menjadi dasar dalam mengembangkan konsep-konsep mitigasi berbasis masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim global. Mitigasi perubahan iklim global sudah seharusnya menjadi kajian serius dalam fikih lingkungan.
Mitigasi perubahan iklim merupakan aksi nyata atau perilaku aktif untuk mencegah atau memperlambat terjadinya perubahan iklim dan upaya mengurangi dampaknya. Manusia modern berkontribusi pada perubahan iklim global baik langsung maupun tidak langsung. Seringkali masyarakat tidak menyadarinya karena menganggap bukan bagian dari industri (produsen) yang menghasilkan berbagai macam polusi dan kerusakan alam. Padahal manusia modern merupakan konsumen yang rakus akan berbagai produk industri. Sebagai konsumen manusia menghasilkan sampah, yang berkontribusi pada perubahan iklim global. Konsep fikih lingkungan tentunya dapat mengubah paradigma masyarakat terhadap lingkungan.
Fikih lingkungan, memiliki asumsi bahwa fikih merupakan hukum yang mengatur perilaku manusia dalam pengelolaan lingkungan. Konsep fikih lingkungan membangun kesadaran dogmatis bahwa pengelolaan dan perhatian kita terhadap lingkungan merupakan manifestasi keimanan kita. Berbagai penelusuran terhadap literatur terkait mitigasi dalam kerangka pencegahan kerusakan lingkungan memperlihatkan urgensi dari kajian di bidang ini. Namun demikian masih sedikit sedikit literatur yang membahasnya dalam perspektif mitigasi berbasis pada nilai-nilai islam yang dapat diperankan secara efektif pada masyarakat muslim.
Strategi pengelolaan sampah misalnya, belum menjadi isu yang menarik bagi masyarakat muslim, dibandingkan dengan isu politik identitas atau isu lainnya. Kurangnya sosialisasi pada kelompok muslim menjadi faktor penyebab rendahnya kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan melalaui pengelolaan sampah. Sebagai contoh konsep 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle) merupakan pengelolaan sampah yang berperspektif Islami dengan mengurangi risiko pencemaran lainnya misalnya jika dengan metode open dumping. Strategi lainnya dapat dengan memperkenalkan konsep sodaqoh sampah sebagai perspektif alternatif dalam pengelolaan sampah berbasis teologi. Alih- alih menggunakan konsep yang berorientasi pada profit individu atau kelompok semata. Namun konsep ini tidak mudah diterapkan karena orientasi profit lebih melekat pada masyarakat.
Melalui fikih lingkungan, nilai- nilai Islam mempunyai andil besar dalam pengembangan strategi pengelolan lingkungan hidup. Nilai-nilai inilah yang semestinya di kembangkan untuk mencari strategi yang tepat sehingga kesadaran pengelolaan lingkungan pada kelompok masyarakat muslim lebih terbangun. Konsep lainnya seperti bank sampah telah terbukti efektif dalam membangun kesadaran masyarakat pada isu kelestarian lingkungan sekaigus meningkatkan perekonomian masyarakat.
Permasalahan utama dalam pengelolaan sampah pada tataran masyarakat adalah kurangnya kesadaran terhadap dampak dari pemanasan global. Masyarakat juga belum teredukasi untuk melakukan berbagai alternatif pengelolaan sampah keluarga. Masyarakat melihat bahwa permasalahan sampah seharusnya diurus oleh pemerintah sehingga tidak merasa perlu bertanggung jawab atas pengelolaannya.
Lembaga pendidikan Islam memiliki dalam hal ini peluang dan tantangan dalam pengembangan fikih lingkungan. Masyarakat muslim mempunyai kepercayaan yang tinggi pada lembaga pendidikan Islam. Sekolah Islam, Pesantren, Universitas Islam sudah semestinya menjadikan isu lingkungan bagian dari visi misi nya dalam kerangka rahmatan lil alamin kemaslahatan untuk semesta. Mitigasi terhadap dampak perubahan iklim bukan hanya kewajiban internasional dan amanat konstutusi, namun bagaimana ini menjadi sebuah nilai yang terintenalisasi sebagaimana nilai-nilai Islami lainnya. Melalui perspektif fikih lingkungan, permasalahan lingkungan tidak hanya menjadi tanggungjawab negara, namun tanggung jawab individu (sebagai seorang muslim) dan tanggung jawab masyarakat (sosial).
Fikih lingkungan menjadi penting sebagai paradigma baru pengelolaan lingkungan dengan syariat Islam.
Fikih lingkungan dapat menjadi aturan transenden yang bersifat praktis, didasarkan pada fakta empiris. Dapat dikatakan fikih lingkungan sebagai media etika teologis dan etika formal (undang-undang). Fikih lingkungan dapat dipahami sebagai panduan etis sekaligus peraturan normatif. Peraturan moral meskipun memiliki nilai-nilai agung, tidak cukup menyelesaikan permasalahan krisis lingkungan. Fikih lingkungan pada konteks etika moral menjadi dasar kesadaran mitigasi yang memerlukan upayan internalisasi pada individu dan masyarakat muslim. Namun demikian peraturan yang bersifat legal formal terkait lingkungan juga perlu ditegakkan. []