• Tentang Kami
Monday, June 30, 2025
SAGOE TV
No Result
View All Result
SUBSCRIBE
KIRIM TULISAN
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Internasional
    • Olahraga
  • Podcast
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Analisis
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Internasional
    • Olahraga
  • Podcast
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Analisis
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result

Hukum dalam Permainan Tata Bahasa

Sulaiman Tripa by Sulaiman Tripa
March 20, 2025
in Artikel
Reading Time: 4 mins read
A A
0
Pandai Merasa Bukan Merasa Pandai

Dr. Sulaiman Tripa. Foto: Dok Bandar Publishing

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Sulaiman Tripa.
Dosen FH Unsyiah, Kopelma Darussalam, Banda Aceh.

Istilah permainan tata bahasa, sudah sering saya dengar, baik di dalam kelas, maupun di luar kelas. Seorang profesor saya yang sekarang menjadi orang penting dalam struktur kekuasaan, pernah mengingatkan hal ini. Ada satu bukunya, Hukum Tidak Pernah Tegak, menegaskan posisi idea bahwa hukum tidak mungkin mencapai derajat sempurna. Namun posisi idea ini, tentu keluar saat tidak sedang dalam struktur.

Bagaimana saat seseorang sudah berada dalam struktur? Satu pepatah Aceh menyebutkan: di laot sapeue pakat, di darat laen keunira. Sewaktu di laut, kita bisa jadi satu suara, namun saat sudah di darat, bisa jadi sudah berbeda.

BACA JUGA

Dua Dekade Damai Aceh

Meninjau Kembali Wewenang Pemerintahan Daerah dalam Bingkai Otonomi dan Efektivitas Pelayanan Publik

Apa yang terjadi dalam dunia realis? Seseorang akan menyebut sosok kritis yang memberi masukan kepada orang yang pernah kritis, sebagai “orang yang belum merasakan bangku kuasa”. Ironisnya bahkan untuk melegitimasi apa yang kita ungkapkan, ditegaskan dalam kalimat seterusnya, “saat orang kritis mendapat kesempatan, mereka tidak jauhnya dengan kita”.

Kalimat semacam ini beberapa kali saya dengar. Terlepas bagaimana kita meresponsnya. Secara pribadi, saya ingin menggambarkan betapa kata-kata itu digunakan sedemikian rupa tergantung dengan kepentingan kita yang mengucapkannya. Barangkali sekelas dengan kita yang menulis. Kata-kata akan dipakai tergantung bagaimana kepentingan kita yang menuliskannya.

Saya tidak ingin masuk ke fenomena itu lebih jauh. Tulisan saya hanya ingin menegaskan bahwa dalam hukum, permainan itu juga tidak mungkin tihindari.

Dalam salah satu pelatihan artikel ilmiah, seorang penulis buku mengenai tulis-menulis, menyebutkan istilah permainan tata bahasa (language games). Istilah tersebut, sebenarnya terkait dengan penggunaan istilah dan kata-kata yang tepat dalam menulis jurnal ilmiah. Makanya dalam tulisan ini, mungkin tidak ada hubungan langsung dengan apa yang ingin diungkapkan.

Sisi lain yang ingin diungkapkan adalah mengenai potensi penggunaan bahasa sebagai ‘alat’ untuk menyalurkan kepentingan. Makanya dalam posisi itu, bahasa disebut sebagai permainan. Kondisi ini ada di berbagai bidang.

Dengan demikian bila kita membuka ilmu tentang bahasa, kita temui adanya tata permainan bahasa dalam kehidupan kita. Posisi bahasa begitu penting. Dalam kehidupan kekinian, tercermin dalam berbagai tatanan berbahasa, antara lain: Pertama, bahasa tulisan. Dalam bahasa ini, yang termasuk di dalamnya adalah berbagai bentuk tulisan, yakni: populer, ilmiah, jurnalistik, sastra, dll. Kedua, bahasa lisan, berupa pelafalan, dialog resmi, dialog sehari-hari, dll. Ketiga, bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi melalui short massage service atau layanan pesan singkat (SMS). Dalam hal ini, digunakan cara-cara tertentu dalam berbahasa. Keempat, bahasa gado-gado, yang digabung-gabungkan yang kita tidak memahami benar bila kita tidak ikut dalam pembicaraan tersebut.

Baca Juga:  Uang, Suku Bunga dan Ekonomi Islam

Empat tatanan tersebut, kemudian bisa dilihat dalam masing-masing lingkup. Mungkin, tatanan bahasa dalam lingkup hukum berbeda dengan lingkup lainnya. Sering kita dengar ucapan sebagian orang, yang menyebutkan bahwa ‘susah kita memahami bahasa hukum’. Ungkapan itu, antara lain adalah gambaran dari kenyataan perbedaan tatanan bahasa tersebut.

Dengan demikian, dikenal yang namanya bahasa hukum. Untuk memahami bahasa hukum, ditemui adanya kamus hukum. Hal ini juga ditemui dalam bidang lain. Misalnya bahasa kedokteran, bahasa kimia, bahasa olahraga, bahasa mesin, dan sebagainya. Semuanya membutuhkan kamus-kamus dalam bidang tertentu yang khusus tersebut.

Di samping itu, dalam kehidupan kita, seringkali bahasa hukum digelisahkan banyak orang, karena dalam lapangan hukum, satu kata saja memiliki makna tertentu. Kondisi inilah yang mendapat perhatian banyak orang. Hukum (khususnya melalui berbagai peraturan perundang-undangan), membutuhkan penafsiran detail agar tidak mengubah makna sebagaimana yang diinginkan.

Apa yang terjadi di Aceh dalam kasus pemilihan kepala daerah, terlihat nyata perdebatan tentang proses pembacaan aturan-aturan hukum tersebut. Antara satu orang dengan orang lain, bisa jadi memahami secara berbeda dari hal-hal yang diatur, tidak saja pada orang-orang yang tidak belajar hukum. Tidak jarang, perbedaan itu juga terjadi pada orang-orang yang pernah belajar hukum.

Dalam kasus tersebut, bahasa sangat berpengaruh dalam hal memberikan rasionalitas dalam konteks pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Perdebatan penting itu antara lain pemosisian kasus mengenai pasal calon independen untuk merasionalkan pendapat demi melanjutkan atau menunda pelaksanaan pilkada.

Dalam kenyataannya, Putusan Mahkamah Konstitusi ditanggapi secara beragam. Padahal isi putusan Mahkamah Konstitusi tidak mungkin berbeda-beda. Semua pasal memiliki bahasa yang sama, yakni bahasa negara kita. Akan tetapi semua penanggap menggunakan hak tafsirnya dalam menanggapi satu putusan yang sama. Lahirlah hasil tafsir yang berbeda-beda.

Hal ini menggambarkan betapa dalam pembacaan UU, ada berbagai tafsir. Sekali lagi, perbedaan itu tidak hanya antar orang yang berbeda lingkup ilmu, namun juga orang dari lingkup ilmu yang sama pun berbeda pendapat.

Baca Juga:  Baitul Mal Salurkan 13 Ton Beras Zakat Fitrah ke Seluruh Aceh

Ada pengalaman yang menarik diungkapkan. Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, pernah mengalami peristiwa yang menggelikan. Seseorang mendebatnya tentang pasal tertentu dari UU tertentu yang sebenarnya Yusril turut serta dalam merumuskannya. Orang tersebut membantah penjelasan dari Yusril, padahal ia tahu bahwa Yusril adalah salah satu perumus UU tersebut.

Perbedaan ini juga sering terlihat dalam  menafsir kasus-kasus di pengadilan. Hal ini berimplikasi, ada kasus yang sama, dengan jumlah kerugian negara yang tidak berbeda, namun memiliki keputusan yang berbeda. Bahasa hukum yang lahir dari proses pembacaan dan penafsiran UU, pada akhirnya akan berpengaruh keputusan pemutus hukum.

Para pembela koruptor atau pelaku kejahatan lainnya, dilakukan terutama melalui permainan bahasa-bahasa hukum. Sehingga banyak orang yang mengerti benar bahasa hukum, akan mendapat banyak ‘pekerjaan’ untuk dibela.

Dalam kasus-kasus yang terduga/tersangka dari golongan orang-orang besar, banyak yang berdebat atas ketentuan yang sama. Pasal yang satu, bisa ditafsirkan oleh masing-masing orang. Apa yang terjadi pada Gayus Tambunan atau Muhammad Nazaruddin, atau yang lainnya, yang ketika dalam prosesnya, dikelilingi oleh orang-orang yang dengan indah bisa menggunakan bahasa untuk memosisikan kasusnya.

Semakin logis (masuk akal) sebuah bahasa mengenai pembacaan hukum, maka semakin dekat kepada keputusan apa yang diinginkan. Dalam kasus pembunuhan terencana atau tidak, dalam pembedaannya turut ditentukan oleh berhasil tidaknya oleh mereka yang menggunakan bahasa manis dalam menafsirkan hukum. Demikian juga dalam kasus korupsi, dengan satu kata tertentu saja yang secara formal tidak terpenuhi, maka hal itu berpengaruh pada keputusan.

Berbagai kenyataan tersebut menggambarkan betapa dalam hukum, bahasa sangat menentukan dalam putusan akhirnya.

Pada tataran praktis, apa yang dikenal dengan languages games, kemudian dimanfaatkan oleh mereka yang melihat ruang tersebut sebagai peluang. Sehingga kekuatan bahasa, pada akhirnya berpengaruh bagi pihak-pihak tertentu yang dengan sempurna mendayagunakannya.

Sesungguhnya, sebagaimana ilmu yang lain, bahasa dalam konteks permainan tata bahasa, pada dasarnya tidak ada keinginan sama sekali untuk digunakan dalam hal-hal yang negatif. Bahasa yang digunakan dalam hukum juga demikian. Sama seperti pisau yang netral, dimana pisau bisa dipergunakan untuk mencingcang sayur-sayuran, juga bisa untuk membunuh orang. Seperti alat-alat teknologi informasi, yang bisa untuk menyampaikan dakwah secara maya, juga bisa digunakan untuk mengunduh berbagai bahan kemungkaran.

Baca Juga:  PT Tabina Tour Travel Berangkatkan Kloter ke-11 Jamaah Umrah dari Banda Aceh

 

Tags: acehBahasaHukum
ShareTweetPinSend
Seedbacklink
Sulaiman Tripa

Sulaiman Tripa

Sulaiman Tripa adalah analis sosial legal dan kebudayaan. Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.

Related Posts

Dua Dekade Damai Aceh
Artikel

Dua Dekade Damai Aceh

by SAGOE TV
June 27, 2025
Meninjau Kembali Wewenang Pemerintahan Daerah dalam Bingkai Otonomi dan Efektivitas Pelayanan Publik
Artikel

Meninjau Kembali Wewenang Pemerintahan Daerah dalam Bingkai Otonomi dan Efektivitas Pelayanan Publik

by SAGOE TV
June 3, 2025
Rukok Linto Hari Tanpa Tembakau Sedunia
Artikel

Rukok Linto

by SAGOE TV
May 31, 2025
Sepi dan Terisolasi, Tantangan Psikososial Mendesak Bagi Lansia
Artikel

Sepi dan Terisolasi, Tantangan Psikososial Mendesak bagi Lansia

by SAGOE TV
May 30, 2025
Orang Tua Membaca Nyaring Bersama Anak, Untuk Apa
Artikel

Orang Tua Membaca Nyaring Bersama Anak, Untuk Apa?

by SAGOE TV
May 26, 2025
Load More

POPULAR PEKAN INI

Reuni Alumni Jeumala 2003 di Pantai Riting: Semangat Kekompakan Tak Pernah Luntur

Reuni Alumni Jeumala 2003 di Pantai Riting: Semangat Kekompakan Tak Pernah Luntur

June 28, 2025
Harga Mobil Terancam Naik, Pengusaha Otomotif Aceh Harap Pergub Opsen Pajak Kendaraan Diperpanjang

Harga Mobil Terancam Naik, Pengusaha Otomotif Aceh Harap Pergub Opsen Pajak Kendaraan Diperpanjang

June 25, 2025
Eks Panglima GAM Sabang Harap Tengku Jamaica Wakili Aceh di Kementerian

Eks Panglima GAM Sabang Harap Tengku Jamaica Wakili Aceh di Kementerian

June 27, 2025
Guru Besar UIN Ar-Raniry Dikukuhkan sebagai Ketua BWI Aceh, Ini Susunan Pengurusnya

Guru Besar UIN Ar-Raniry Dikukuhkan sebagai Ketua BWI Aceh, Ini Susunan Pengurusnya

June 26, 2025
Rubrik Seni Sagoe TV

Rubrik Seni Sagoe TV

June 26, 2025
5 Anggota Komisi Informasi Aceh Resmi Dilantik, Ini Nama-namanya

5 Anggota Komisi Informasi Aceh Resmi Dilantik, Ini Nama-namanya

June 24, 2025
Saat Aceh Bernyanyi: Musik, Luka, dan Harapan yang Menggema

Saat Aceh Bernyanyi: Musik, Luka, dan Harapan yang Menggema

June 26, 2025
Prof KBA Tekankan Pentingnya Rekayasa Sosial Islami Hadapi Tantangan Pendidikan di Era Digital

Prof KBA Tekankan Pentingnya Rekayasa Sosial Islami Hadapi Tantangan Pendidikan di Era Digital

June 23, 2025
Ngopi Bareng Tokoh GAM dan Intel, Kisah di Tengah Konflik Aceh

Ngopi Bareng Tokoh GAM dan Intel, Kisah di Tengah Konflik Aceh

June 29, 2025

EDITOR'S PICK

Menag Doakan Paus Fransiskus yang Dirawat di Rumah Sakit Gemelli Roma Cepat Sembuh

Menag Doakan Paus Fransiskus yang Dirawat di Rumah Sakit Gemelli Roma Cepat Sembuh

February 25, 2025
Lukmanul Hakim dan Fajar Hidayah Gelar Kemah Ukhuwah untuk Penguatan Karakter

Lukmanul Hakim dan Fajar Hidayah Gelar Kemah Ukhuwah untuk Penguatan Karakter

February 27, 2025
Aceh Canangkan Eliminasi Pasung, RSJ: Ada 114 ODGJ Dipasung

Aceh Canangkan Eliminasi Pasung, RSJ: Ada 114 ODGJ Dipasung

February 7, 2025
Kebijaksanaan dalam Menyikapi Perbedaan Pendapat dalam Islam

Kebijaksanaan dalam Menyikapi Perbedaan Pendapat dalam Islam

March 8, 2025
Seedbacklink
  • Redaksi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Iklan
  • Aset
  • Indeks Artikel

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.

No Result
View All Result
  • Artikel
  • News
  • Biografi
  • Bisnis
  • Entertainment
  • Kesehatan
  • Kuliner
  • Lifestyle
  • Politik
  • Reportase
  • Resensi
  • Penulis
  • Kirim Tulisan

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.