SAGOE | BANDA ACEH – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melaksanakan diseminasi dan sosialisasi tentang kekerasan perempuan dan anak di Universitas Syiah Kuala (USK), Aceh. Kegiatan ini berlangsung di AAC Dayan Dawood, Darussalam, Kota Banda Aceh, Kamis (26/9/2024).
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kewirausahaan USK, Prof Mustanir mengapresiasi kegiatan ini. Katanya, definisi kekerasan seksual sangat luas, termasuk memandang terpesona, bisa dianggap kekerasan seksual.
“Ini penting, untuk menjaga diri agar tidak berketerusan, agar kita tau mana batasan yang boleh dan tidak,” ujarnya.
Sebagai kampus Jantong Hate Rakyat Aceh dengan dominasi mencapai 60 persen perempuan, kata dia, USK telah bergerak serius dalam melindungi, memberi sanksi, serta meminimalisir terjadinya kekerasan terhadap perempuan di lingkungan kampus.
Salah satunya dengan membentuk Satgas PPKS USK yang telah dilantik sejak 26 September 2022. Satgas ini langsung berada di bawah rektorat. Hal ini perwujudan dari implementasi Permendikbudriset Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
“Kekerasan terhadap perempuan berpeluang bukan hanya mahasiswa, tapi juga dosen hingga pimpinan. Maka otoritas dan akses kepada Satgas PPKS USK diberikan hingga ke kementerian, menjadikan tim ini powerfull,” kata Mustanir.
Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam sambutannya lewat video menyampaikan terima kasih atas kerja sama dengan USK dan segenap pihak yang terlibat. Ia percaya, bahwa diseminasi dan sosialisasi ini dapat memberikan manfaat yang besar, serta mampu menumbuhkan kesadaran akan pentingnya melawan kekerasan seksual.
“Kami mengajak semua pihak, untuk berani bicara melawan ketidakadilan. Terutama kekerasan seksual. Demi memastikan perlindungan terhadap perempuan dan anak. Perempuan berdaya. Anak terlindungi. Indonesia maju,” ucap Bintang.
Menurutnya, kegiatan tersebut sesuai dengan amanat UU, yang wajib melindungi segenap bangsa. Demi menciptakan rasa aman kepada masyarakat, terutama kelompok rentan.
“UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) merupakan wujud nyata pemerintah terhadap perempuan dan menindak tegas pelaku. Kekerasan terhadap perempuan, meninggalkan trauma psikologi yang mendalam,” ucapnya.
Ia mengajak setiap orang, untuk berperan aktif lewat diseminasi, sosialisasi dan edukasi, serta membangun jejaring kuat antar lembaga untuk melindungi korban kekerasan perempuan dan anak.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Ratna di hadapan mahasiswa dan sejumlah tamu undangan mengatakan, sudah biasa jika acara dari Kementerian PPPA yang hadir dominan perempuan.
Namun pihaknya mengaku sudah merancang, sekaligus berharap suatu waktu, saatnya para figur laki-laki untuk bahas isu perempuan. Tanpa support laki-laki, maka upaya mulia tersebut tidak akan berhasil.
“Ini UU khusus, untuk menjawab kegentingan sejatinya. Tidak ada satupun daerah di Indonesia yang steril dari TPKS. Masalahnya terlaporkan atau tidak. Korban tidak berani lapor, masyarakat juga belum sepenuhnya memiliki empati,” jelas Ratna.
Namun sejak disahkan UU TPKS, hematnya, kurun waktu dua tahun terakhir telah memberikan warna. Menjawab dan hadirnya negara terhadap perempuan dan anak.
“Perguruan tinggi diharapkan betul bergerak meminimalisir untuk tidak terjadi kekerasan di kampus tercinta kita USK. Memperkecil kasus yang mungkin terjadi. Kejadian yang banyak terjadi karena relasi kuasa,”‘ujarnya.
Menurut Ratna, kesetaraan dan kemitraan harus terus didorong. Salah satunya, perlindungan terhadap perempuan dan anak. Kegiatan ini mengusung tema: Yang Muda, Yang Bernyali. Selain diisi dengan materi dan dialog interaktif, juga dilengkapi dengan nobar film pendek: Ketika Diam Tak Selamanya Indah. [RIL]