Masuknya bulan Puasa, kampus kami juga berbenah. Maksud saya, ada kegiatan tambahan, yang penting, tapi non-SKS (sistem kredit semester). Penting, karena ia sepertinya memang secara rutin secara khusus wajib ada di bulan suci ini. Ceramah di kalangan dosen, dengan mengundang sejumlah orang yang public speaking-nya bagus. Penceramah, berilmu, dan memiliki cara khas untuk menyampaikannya dengan baik. Anda tahu kan? Tidak semua orang yang memahami kebenaran, tetapi bisa menyampaikan kebenaran itu dengan baik. kebenaran harus diungkap, walau itu pahit.
Agenda menghadirkan penceramah dengan kategori di atas, sepertinya sudah menjadi tradisi. Malah ada satu penceramah yang masih muda, seingat saya, setiap puasa diundang. Setiap Puasa, ada tradisi pada waktu tertentu diundang penceramah untuk menyiram rohani. Pokoknya dalam bulan ini, semua dosen dan pegawai diundang, walau masing-masing sedang ada kegiatan yang berlapis. Ada yang mengambil manfaat kebaikan, ada yang membiarkan berlalu begitu saja.
Pada bulan ini juga, suatu agenda penting pimpinan juga dilaksanakan, yakni turun ke bawah. Sering disingkat dengan turba. Berkunjung ke bawah. Bulan lain juga ada, tetapi tidak menjadi agenda terstruktur, masif, dan bersahaja seperti pada bulan Puasa. Betapa indah sekiranya secara periodik, pimpinan atau wakilnya membagi waktu untuk melihat langsung berbagai hal. Tidak hanya menunggu puasa. Tetapi saya sebagai bawahan pun, rasanya tidak boleh egois. Mungkin pimpinan memiliki agenda dan aktivitas yang sangat padat mengurusi kampus kami.
Saya ingin kembali kepada isi ceramah. Sebagaimana banyak agenda yang dilakukan pada bulan ini, begitu juga dengan mereka yang mencari pemasukan. Penceramah mengingatkan bahwa umat seharusnya memanfaatkan momentum ini untuk saling berbagi. Dan, yang lebih penting, menjaga diri. Mereka yang berusaha, tidak ada salahnya menggunakan momentum ini untuk mencari rezeki. Justru pada bulan ini, perputaran uang terjadi luar biasa, kondisi ini yang harus dimanfaatkan, agar tidak diambil kesempatan oleh orang lain untuk mengambil manfaat dari momentum ini.
Banyak orang berpikir bahwa rezeki 11 bulan yang lain dihabiskan pada bulan ini. Dengan alasan ibadah. Namun bukankah, memanfaatkan mencari rezeki dalam bulan ini untuk menghidupi keluarga, juga sebagai ibadah? Sehingga mudah-mudahan dengan satu bulan ini, membantu pemasukan bagi kebutuhan 11 bulan yang lain.
Hal yang diingatkan adalah jangan karena momentum perputaran uang, lalu digunakan cara-cara kotor yang tidak selaras dengan ibadah. Hanya karena ingin mendapatkan untung lebih banyak, lantas memilih jalan buruk. Hal demikian jangan dilakukan. Justru momentum ini harus digunakan untuk beraktivitas dengan cara-cara yang diridhai Allah.
Betapa malu kita, dengan temuan yang berulang kali, pengawas makanan menemukan bahan-bahan berbahaya yang digunakan untuk penganan berbuka. Formalin dan boraks yang sangat dominan, terutama untuk makanan-makanan yang sangat memancing selera. Hal lain adalah mempercepat start. Pemerintah sudah membuat jam yang dibolehkan untuk menjual makanan-minuman, ternyata ada yang ingin lebih cepat dari itu.
Apa yang menyebabkan dua hal itu terjadi? Saban tahun, dua hal itu terus ditemukan. Bahan berbahaya dalam makanan dan mempercepat waktu penjualan. Jika ingin menebak-nebak, salah satu jawabannya adalah karena ingin untung lebih besar. Menjangkar peluang untung, namun dengan merugikan orang lain. Hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan.
Dua corak rakus di atas, pada hakikatnya seperti orang tidak percaya akan ketentuan Allah yang sudah menentukan rezeki kita masing-masing. Tidak perlu menipu untuk mendapatkan rezeki bersih. Dengan logika bahwa semua kita sudah memiliki tumpuk masing-masing, maka seharusnya tidak ada yang perlu ditakutkan. Orang-orang yang tidak rakus, memungkinkan tidak menerima apapun selain apa yang menjadi miliknya saja.
Bagi yang rakus yang ingin untung besar, bisa jadi karena takut tumpuknya akan hilang. Sedangkan kita yang punya jabatan, memiliki corak lain. Seharusnya tidak perlu meminta, mengiba, memohon, atau bahkan mengancam agar orang lain memberikan fasilitas untuk diri kita. Berbagai fasilitas itu, pada dasarnya sebagai kompensasi atas apa yang dilakukan oleh orang-orang yang sudah seharusnya melayani kepentingan orang banyak.
Ketika ada orang-orang yang sudah digaji secara layak, lalu dijanjikan akan mendapat tunjangan hari raya dan janji gaji ke-13, tetapi masih terus juga mencoleng —atau bahkan meminta atau menerima sesuatu dari orang yang dilayani, maka orang itu termasuk dalam kategori rakus itu. Sesungguhnya melebihi dari rakus dan tamak. Orang-orang semacam itu justru sudah menjadikan posisinya untuk mendapatkan sesuatu secara tidak sah. Tidak peduli kompensasi itu dinamakan dengan bahasa yang halus semisal administrasi seikhlasnya, atau semacamnya.
Ketika ada orang yang sudah dalam suasana berpuasa, namun belum bisa menahan diri dari godaan ketamakan, maka harus dilakukan refleksi –terutama refleksi batin atas ibadah yang sudah dilakukannya. Harus muncul pertanyaan mengapa ketika melaksanakan ibadah yang penuh berkah, ternyata belum bisa memosisikan seseorang untuk mendapatkan keberkahan itu secara sempurna. Posisi ketamakan dan kerakusan akan berlipat ganda apabila untuk bertanya dan berpikir untuk itu saja tidak ada.
Hal ini bukan hal main-main. Menerima sesuatu yang berasal dari jalur yang tidak lurus, sangat fatal akibatnya, baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia manusia bisa berkelit dari berbagai pihak yang melakukan pengawasan, bisa berdalih dengan berbagai macam alibi. Akan tetapi tunggulah pengawasan suruhan Pencipta yang tidak bisa berkelit dan berdalih. Semuanya akan secara benderang dinampakkan di depan hidung kita, ketika mahkamah itu sudah sampai masanya.
Mudah-mudahan Allah menjauhkan ketamakan dan kerakusan ini dari orang-orang yang sudah beribadah di bulan mulia ini –untuk kemudian menjadi titik penting bagi waktu selanjutnya untuk berubah. Mudah-mudahan pula Allah menjaga semua kita agar memanfaatkan momentum ini dengan kegiatan yang tidak merugikan orang lain, hanya karena ingin untung lebih besar.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.
[es-te, Senin, 17 Puasa 1446, 17 Maret 2025]