• Tentang Kami
Saturday, August 23, 2025
SAGOE TV
No Result
View All Result
SUBSCRIBE
KIRIM TULISAN
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Internasional
    • Olahraga
  • Podcast
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Analisis
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Internasional
    • Olahraga
  • Podcast
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Analisis
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result

Menilik Cara Pengelola Negara Memahami SDA

Sulaiman Tripa by Sulaiman Tripa
April 17, 2025
in Artikel
Reading Time: 3 mins read
A A
0
sulaiman tripa

Dr Sulaiman Tripa

Share on FacebookShare on Twitter

Pada tanggal 18-19 Agustus 1998, ada hajatan penting yang dilaksanakan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, United Nation Development Program (UNDP), dan Ford Foundation, yakni Lokakarya Reformasi Hukum di Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA). Hadir sebanyak 15 pakar waktu yang menjadi pembicara, antara lain Prof. Dr. Muladi, S.H., Dr. Ir. Muslimin Nasution, Mas Ahmad Santosa, S.H.,LLM., Prof. Dr. Maria SW. Sumardjono, S.H.,MCL.,MPL., Arie Suganti Hutagalung, S.H.,LLM., Prof. Dr. Hasanu Simon, Sulaiman N. Sembiring, S.H., Dr. Setijati D. Sastradipradja, TA. Nurwinakun, S.H., Chalid Muhammad, S.H., Ir. Budiman Arief, Ir. Sudar D. Armando, M.Agr., Dr. Etty R. Agoes, S.H., Gayatri L. Lilley, M.Sc., dan Prof. Dr. TO. Ihromi, S.H.

Ada dua hal yang menarik –sekaligus penting dan strategis—terkait kegiatan ini. Pertama, dengan coba melirik kembali situasi sosial-ekonomi-politik pada tahun 1998 yang tidak baik-baik saja, masih ada sekelompok orang memikirkan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa. Saya kira, kondisi dan situasi tersebut tidak mudah untuk direspons, saat sedang gejolak yang terjadi saat pergantian kepemimpinan nasional setelah melalui demo mahasiswa: tanggal 21 Mei 1998. Setelah mundurnya Presiden Soeharto, Wakil Presiden BJ. Habibie naik menjadi presiden Indonesia yang ketiga.

BACA JUGA

Apakah AI Dapat Disebut sebagai Revolusi Industri 5.0?

Lonjakan Kasus DBD di Banda Aceh, Apa yang Harus Kita Lakukan?

Walau ada angin segar yang dibangun Habibie, gejolak masih terasa. Belum lagi ada banyak persoalan bangsa dan daerah yang muncul ke permukaan, selain masalah SDA, misal gugatan sejumlah daerah terkait negara kesatuan, serta hal-hal substansi dan hakikat kenegaraan dibicarakan secara bebas.

Baca Juga:  Malam Puasa 9, Jagalah Batin Bersama

Kedua, inisiatif untuk merekam berbagai hasil lokakarya tersebut dalam sebuah buku yang berjudul Demokratisasi Pengelolaan Sumber Daya Alam. Dokumen buku ini menjadi sangat penting bagi proses pembelajaran –kalaupun tidak sampai pada upaya melihat bagaimana politik hukum yang dijalankan negara dan pengelolanya terkait SDA. Makanya saya akan melihat tiga makalah saja yang terkait dengan apa yang mau saya tuliskan, yakni Muladi, Mas Achmad Santosa, dan TO Ihromi.

Buku ini sendiri diterbitkan pada April 1999. Dengan demikian ada jeda sekitar setengah tahun dari pelaksanaan lokakarya hingga terbitnya buku. Dan saya tahu, tradisi semacam ini –baik dulu maupun sekarang—tidak dimiliki oleh semua komunitas ilmiah. Hanya sedikit saja yang berpikir jauh semacam ini, dan salah satunya, saya kira ICEL ini.

Dalam pengantar buku, Mas Achmad Santosa menyebut dengan tegas bahwa politik hukum SDA di Indonesia sampai saat ini (1999) lebih didasarkan pada kepentingan kebutuhan investasi dalam rangka pemulihan ekonomi pada awal Orde Baru (setelah 1966). SDA (hutan, tambang, air, dan mineral) dipandang serta dipahami dalam konteks economic sense dan belum dipahami sebagai ecological and sustainable sense.

Ada keseyogiaan yang idealnya harus dilihat dalam konteks perkembangan kebijakan di Indonesia. Diperkenalkan konsep pembangunan berwawasan lingkungan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN Tahun 1973), seharusnya kebijakan dalam memahami SDA sudah berubah. Kebijakan yang lahir setelah Deklarasi Stockholm Tahun 1972. Nyatanya juga tidak berubah. Padahal Indonesia sendiri ikut terlibat secara aktif dalam pertemuan penting tersebut (Salim, 2010). Secara pemahaman, sudah diperkenalkan bahwa SDA tak semata mempertimbangkan economic sense, melainkan juga lingkungan, lingkungan sosial, dan keberlanjutannya.

Dalam makalahnya, Muladi mengutip isu GBHN 1973 yang menyebut, “… dalam pelaksanaan pembangunan sumber-sumber alam Indonesia harus digunakan secara rasional. Penggalian sumber kekayaan tersebut harus diusahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan menyeluruh dan mempertimbangkan kebutuhan generasi yang akan datang”.

Baca Juga:  Siapakah yang akan Menanggung Beban Lingkungan Kita?

Realitasnya waktu itu, dalam pemanfaatan SDA lebih berorientasi pada kepentingan ekonomi. SDA semata-mata dilihat sebagai aset untuk mengeruk devisa sebesar-besarnya dan kurang mempertimbangkan kelestariannya (Muladi, 1999).

Kondisi tersebut, turut disampaikan pula Mas Achmad Santosa dalam makalahnya dalam lokakarya, “Reformasi Hukum dan Kebijaksanaan di Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam”. Ia menulis, kondisi kebijakan Orde Baru demi kepentingan kebutuhan investasi. Sejumlah UU yang lahir waktu itu, misal Undang-Undang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan, Undang-Undang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, dikeluarkan sebagai paket pembuka pintu bagi penanaman modal asing dan dalam negeri melalui Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri. Pengelola negara tidak mempertimbangkan keterbatasan daya dukung dan kerentanan dari SDA (Santosa, 1999).

Ada satu paparan yang waktu terkait masyarakat hukum adat disampaikan oleh Prof. TO. Ihromi, terkait bagaimana harusnya MHA harus mendapat tempat dalam pembangunan. MHA mengandalkan SDA untuk sumber kehidupan, namun memiliki cara yang baik dalam pengelolaannya. SDA itu menjadi lebensraum bagi mereka dengan menggunakan aturan-aturan adat sebagai aturan mainnya (Ihromi, 1999).

Saya membayangkan, apa yang didiskusikan hampir tiga dasawarsa sebelumnya, ternyata diulangi lagi dalam ulang tahun ke-28 ICEL, di Jakarta tanggal 22 Juli 2021. Salah satu simpulan penting, titik balik hukum lingkungan di Indonesia, yang dulu termasuk dalam jajaran negara yang menjadi pionir dalam menunjukkan keberpihakan pada lingkungan hidup dan gagasan pembangunan berkelanjutan, kini justru regulasinya mengalami kemunduran.

Perbedaannya, dulu awal Orde Baru yang dikritik adalah orientasi investasi, kini dengan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi titik baliknya. Pendiri ICEL, Mas Achmad Santosa menyebut, lengkah progresif di bidang hukum lingkungan mengalami kemunduran dengan UU Cipta Kerja. UU ini mengubah berbagai peraturan terkait dengan SDA, tidak ada referensi pembangunan lingkungan berkelanjutan dalam konsiderans dan batang tubuhnya. Padahal UU sektoral saja memberi referensi pada perlindungan lingkungan (Arif, 2021).

Baca Juga:  Internasionalisasi Konflik Aceh

Hadir dalam diskusi penting tersebut, Prof. Emil Salim –seorang tokoh ekonomi dan lingkungan hidup Indonesia yang secara langsung menjadi saksi dalam Pertemuan Stockholm dan sesudahnya. Menurutnya, kepentingan antargenerasi, generasi 2045 harus kita selamatkan dengan menyelamatkan lingkungannya. Dengan hukum lingkungan yang tegak dan diakui, bahwa lingkungan bukan hanya dipidatokan, tetapi dihidupi sebagai bagian Tanah Air Indonesia.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

[es-te, Kamis, 17 April 2025]

Tags: ArtikelDr Sulaiman TripaHukumLingkungan HidupNegaraSDA
ShareTweetPinSend
Seedbacklink
Sulaiman Tripa

Sulaiman Tripa

Sulaiman Tripa adalah analis sosial legal dan kebudayaan. Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.

Related Posts

Apakah AI Dapat Disebut sebagai Revolusi Industri 5.0?
Artikel

Apakah AI Dapat Disebut sebagai Revolusi Industri 5.0?

by SAGOE TV
July 19, 2025
Lonjakan Kasus DBD di Banda Aceh, Apa yang Harus Kita Lakukan?
Artikel

Lonjakan Kasus DBD di Banda Aceh, Apa yang Harus Kita Lakukan?

by SAGOE TV
July 5, 2025
Misteri Lonjakan Kasus HIV di Banda Aceh Fakta yang Jarang Diketahui!
Artikel

Misteri Lonjakan Kasus HIV di Banda Aceh: Fakta yang Jarang Diketahui!

by SAGOE TV
July 3, 2025
Talenta Digital dari Dayah: Harapan Baru Ekonomi Aceh
Artikel

Talenta Digital dari Dayah: Harapan Baru Ekonomi Aceh

by SAGOE TV
July 1, 2025
Dua Dekade Damai Aceh
Artikel

Dua Dekade Damai Aceh

by SAGOE TV
June 27, 2025
Load More

POPULAR PEKAN INI

Kedudukan Ulama dalam Sistem Pemerintahan di Aceh

Kedudukan Ulama dalam Sistem Pemerintahan di Aceh

August 20, 2025
Semarak Pawai Budaya HUT RI di Banda Aceh, Warna-Warni Busana Adat Pukau Ribuan Warga

Semarak Pawai Budaya HUT RI di Banda Aceh, Warna-Warni Busana Adat Pukau Ribuan Warga

August 18, 2025
Teuku Hamid Azwar, Pahlawan Tanpa Mengharap Dikenal

Teuku Hamid Azwar, Pahlawan Tanpa Mengharap Dikenal

March 15, 2025
80 Nazir di Aceh Besar Terima Sertifikat Tanah Wakaf

80 Nazir di Aceh Besar Terima Sertifikat Tanah Wakaf

August 20, 2025
Prof Humam Hamid Paparkan 10 Pelajaran Penting dari Perjalanan Damai Aceh

Prof Humam Hamid Paparkan 10 Pelajaran Penting dari Perjalanan Damai Aceh

August 21, 2025
Jusuf Kalla Terima Penghargaan UIN Ar-Raniry Atas Jasa Besar dalam Perdamaian Aceh

Jusuf Kalla Terima Penghargaan UIN Ar-Raniry Atas Jasa Besar dalam Perdamaian Aceh

August 18, 2025
Singapura Tawarkan Teknologi Pengolahan Limbah ke Aceh, Ini Kata Wali Nanggroe

Singapura Tawarkan Teknologi Pengolahan Limbah ke Aceh, Ini Kata Wali Nanggroe

August 22, 2025
Pangdam IM Pimpin Sertijab, Letkol Inf Faisal Resmi Jabat Dandeninteldam IM

Pangdam IM Pimpin Sertijab, Letkol Inf Faisal Resmi Jabat Dandeninteldam IM

June 30, 2025
Di Antara Mesin dan Jiwa Menyiapkan Fondasi Kreatif di Era AI

Di Antara Mesin dan Jiwa: Menyiapkan Fondasi Kreatif di Era AI

August 16, 2025

EDITOR'S PICK

Menhut Raja Juli Lakukan Kunjungan Kerja ke CRU DAS Peusangan di Bener Meriah

Menhut Raja Juli Lakukan Kunjungan Kerja ke CRU DAS Peusangan di Bener Meriah

March 8, 2025
Istri Bupati dan Wabup Aceh Besar Terpilih Silaturahmi dengan TP PKK

Istri Bupati dan Wabup Aceh Besar Terpilih Silaturahmi dengan TP PKK

January 27, 2025
Jumlah Penduduk Miskin Aceh Besar Turun pada Tahun 2024

Jumlah Penduduk Miskin Aceh Besar Turun pada Tahun 2024

February 5, 2025
Mobil Musala Bakal Disediakan di Laga Kandang Persiraja pada Babak 8 Besar Liga 2

Mobil Musala Bakal Disediakan di Laga Kandang Persiraja pada Babak 8 Besar Liga 2

January 14, 2025
Seedbacklink
  • Redaksi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Iklan
  • Aset
  • Indeks Artikel

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.

No Result
View All Result
  • Artikel
  • News
  • Biografi
  • Bisnis
  • Entertainment
  • Kesehatan
  • Kuliner
  • Lifestyle
  • Politik
  • Reportase
  • Resensi
  • Penulis
  • Kirim Tulisan

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.