Oleh: Mutmainnah.
Peneliti Aceh Documentary & Relawan PSGA UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Aceh merupakan daerah pertama berdiirinya kerajaan Islam yang dikenal dengan 3 kerajaan Islam terbesar pada masa itu diantaranya adalah Kerajaan Islam Perlak (840 M) yang dikenal dengan Kerajaan Islam pertama di Nusantara dan Kerajaan Islam Samudera Pasai (1042 M) dan Kerajaan Islam Aceh Darussalam (1511 M). Kerajaan dua tersebut merupakan kerajaan yang sangat berpengaruh dan kerajaan yang sangat besar pada masanya. Dengan mayoritas penduduknya menganut agama Islam. Dalam kehidupan sosial dan budayanya juga terlihat dari nilai-nilai masyarakatnya yang menganut agama Islam
Aceh dikenal sebagai salah satu provinsi yang menerapkan sistem Hukum Islam. Hal itu disebabkan karena Aceh diberikan sebuah otonomi khusus yakni peraturan daerah yang tidak asing ditelinga kita yaitu adalah Qanun (Hukum) di Aceh. Aceh di pandang sebagai daerah yang menjadikan nilai Islam yang berkaitan dengan sistem hukum yang telah diakui oleh Pemerintah Indonesia dan mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, termasuk dalam hukum adat serta hukum agama/hukum Islam.
Dalam Qanun terdapat sebuah Hadih Madjah (Petuah) yang tertulis sebagai berikut: Adat bak Peteu Meuruhom, Hukum bak Syiah Ulama, Kanun bak Putroe Phang, Reusam bak Laksamana. Hadih Madjah tersebut terdapat 3 bagian konsep diantaranya pertama Kekuasaan eksekutif dan politik (adat) berada di Kekuasaan Ulama, Ketiga Legislatif berada di Kekuasaan masyarakat yang dikenal dengan Majelis Mahkamah Rakyat dideksripsikan oleh “Putroe Phang”. Pembentukan Majelis Mahkamah Rakyat Putroe Phang dilaksanakan pada waktu itu Putroe Phang adalah permaisuri Sulthan Iskandar Muda, dan Keempat setiap peperangan ditangani oleh Angkatan Perang yaitu Laksamana.
Sineas merupakan individu yang memiliki potensi dan ahli dalam pembuatan Film atau lebih dikenal dengan sutradara. Sineas adalah mereka yang ingin menyampaikan pesan dan kesan lewat karya film. Film merupakan deksripsi secara hidup yang sering disebut dengan movie/sinema. Tak dapat dipungkiri bahwa sineas Aceh menghadapi tantangan dalam mewujudkan perfilman di Aceh seperti isu film kiranya masih menjadi hal yang tabu karena kurangnya promosi seperti tidak adanya bioskop yang dulu ada di Aceh kini sudah ditiadakan. Karena menuai pro dan kontra dengan penerapan syariat Islam.
Seiring berjalan waktu perkembangan teknologi dan informasi semakin pesat yang membuat kita yang serba menggunakan teknologi canggih. Mulai dari handphone, komputer, kamera dan lain sebagainya. Disebabkan era teknologi terus menguasai dunia yang bertujuan memudahkan pekerjaan manusia.
Tidak Adanya Bioskop
Menurut historis, Atjeh Bioscop adalah salah satu bioskop tertua yang dibangun oleh Belanda di Kota Banda Aceh. Seiring berjalannya waktu, bioskop ini berubah nama menjadi Eiga Heikyusya dibawah kekuasaan Jepang. Setelah Indonesia merdeka, bioskop ini diubah menjadi nama Garuda Theatre yang diberi langsung oleh Presiden Soekarno dan membawakan pidato politik kepada masyarakat Aceh.
Disaat perfilman Indonesia semakin berkembang, Aceh mulai membangun bioskop-bioskop Aceh. Misalnya Bioskop Pas 21, Gajah Theatre, Merpati Theatre, Banda Theatre dan Garuda Theatre yang berada di Banda Aceh. tidak hanya itu, Kota Lhokseumawe atau Kota Petro Dollar memiliki sedikitnya tujuh bioskop yaitu Puspa yang menjadi pusat pemutaran pertama di Aceh, ada King Bioskop, Bioskop Rawasakti, Bioskop Panggung Hiburan rakyat (PHR), Bioskop Cunda Plaza serta serta ada dua bioskop lainnya.
Namun ketika konflik melanda wilayah Aceh yang membuat rakyat aceh banyak mengalami penderitaan yang berkepanjangan dan kerugian yang besar. Terjadinya huru hara konflik TNI dan GAM semakin luas. Pada tahun 2000, awal mula film karya sineas Indonesia tidak bisa diputar lagi. Dan pasca tsunami 2004 bioskop seluruh aceh ditutup sehingga rakyat aceh tidak bisa menonton bioskop lagi. Meskipun bioskop tidak ada di Aceh, tetapi semangat kawula sineas muda Aceh tidak pudar. Mereka terus memperjuangkan hak-hak perfilman di Aceh.
Para sineas muda Aceh mengikuti beberapa audisi film seperti Yayasan Aceh Dokumentary mengajak generasi muda Aceh mengikuti kompetisi film. Dan masi banyak beberapa komunitas film lainnya seperti Labpsa, G R Production, Fisuar, Komunitas Film Trieng dan lain sebagainya yang menampilkan karya film-film Aceh yang diisi oleh anak-anak muda Aceh.
Promosi Film
Ada beberapa Program dalam strategi mempromosikan karya film sineas muda diantaranya ada program Gampong Film dilaksanakan pada tanggal 3 September 2022 yang berlangsung selama tujuh hari lamanya. Dalam program Gampong Film ini ada lima titik tujuan untuk memutar film diantaranya ada Sigli, Aceh Besar, Banda Aceh, Aceh Jaya dan Meulaboh. Dengan membentangkan layar tancap pertama di Gampong Dayah Baro, Kecamatan Delima, Kabupaten Pidie. Tujuan program Gampong Film ini adalah menyembuhkan kembali kerinduan masyarakat menonton film layar tancap yang dulunya sangat sering ditayangkan. Tentu saja kehadiran gampong film menjadi suatu hal yang sangat menginspirasi sekaligus membuat masyarakat sangat terhibur dan bisa menikmati kebersamaan. Lalu disusul Program Aceh Film Festival (AFF) yang dilaksanakan pada tanggal 18 – 23 September 2022 yang memutar 84 film dari 13 Negara asia tenggara. Yang dimana tujuan AFF adalah memperkenalkan beberapa film yang ada di dalam negeri maupun luar negeri terutama negara Asia Tenggara. Sekitar 200 lebih pengujung datang menyaksikan AFF 2022 yang dilaksanakan di Garuda Theatre Banda Aceh. Kemudian ada Peukan dokumenter khusus menayangnkan karya film Aceh dokumenter yang disutradarai oleh anak muda Aceh, yang bertujuan untuk mengajak penonton yang hadir untuk berekpresi secara kreatif, inovatif dan bijak. Peukan Dokumenter dilaksanakan di Kantor BPNP Gampong Mulia, Banda Aceh.
Harapan di Tahun 2023
Dibalik Aceh yang tidak memiliki bioskop, namun tidak menurunkan semangat kawula muda Aceh dalam membuat dan mempromosikan karya film baik fiksi, komedi maupun dokumenter. Karena film juga sebagai komunikasi sesama yang tertuang dalam ide yang dimiliki seseorang sehingga menjadi pembelajaran yang bermanfaat bagi kita semua. Oleh sebab itu, pentingnya dukungan pemerintah dan masyarakat Aceh terhadap sineas, aktor dan lain sebagainya yang berkaitan dengan film untuk perfilmman Aceh. Selain membaca, menonton juga menjadi salah satu alat komunikasi atau pesan yang dapat kita ambil hikmahnya dan film juga sebagai sarana menyuarakan hak-hak kemanusiaan.
Aceh merupakan daerah pertama berdiirinya kerajaan Islam yang dikenal dengan 3 kerajaan Islam terbesar pada masa itu diantaranya adalah Kerajaan Islam Perlak (840 M) yang dikenal dengan Kerajaan Islam pertama di Nusantara dan Kerajaan Islam Samudera Pasai (1042 M) dan Kerajaan Islam Aceh Darussalam (1511 M). Kerajaan dua tersebut merupakan kerajaan yang sangat berpengaruh dan kerajaan yang sangat besar pada masanya. Dengan mayoritas penduduknya menganut agama Islam. Dalam kehidupan sosial dan budayanya juga terlihat dari nilai-nilai masyarakatnya yang menganut agama Islam
Aceh dikenal sebagai salah satu provinsi yang menerapkan sistem Hukum Islam. Hal itu disebabkan karena Aceh diberikan sebuah otonomi khusus yakni peraturan daerah yang tidak asing ditelinga kita yaitu adalah Qanun (Hukum) di Aceh. Aceh di pandang sebagai daerah yang menjadikan nilai Islam yang berkaitan dengan sistem hukum yang telah diakui oleh Pemerintah Indonesia dan mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, termasuk dalam hukum adat serta hukum agama/hukum Islam.
Dalam Qanun terdapat sebuah Hadih Madjah (Petuah) yang tertulis sebagai berikut: Adat bak Peteu Meuruhom, Hukum bak Syiah Ulama, Kanun bak Putroe Phang, Reusam bak Laksamana. Hadih Madjah tersebut terdapat 3 bagian konsep diantaranya pertama Kekuasaan eksekutif dan politik (adat) berada di Kekuasaan Ulama, Ketiga Legislatif berada di Kekuasaan masyarakat yang dikenal dengan Majelis Mahkamah Rakyat dideksripsikan oleh “Putroe Phang”. Pembentukan Majelis Mahkamah Rakyat Putroe Phang dilaksanakan pada waktu itu Putroe Phang adalah permaisuri Sulthan Iskandar Muda, dan Keempat setiap peperangan ditangani oleh Angkatan Perang yaitu Laksamana.
Sineas merupakan individu yang memiliki potensi dan ahli dalam pembuatan Film atau lebih dikenal dengan sutradara. Sineas adalah mereka yang ingin menyampaikan pesan dan kesan lewat karya film. Film merupakan deksripsi secara hidup yang sering disebut dengan movie/sinema. Tak dapat dipungkiri bahwa sineas Aceh menghadapi tantangan dalam mewujudkan perfilman di Aceh seperti isu film kiranya masih menjadi hal yang tabu karena kurangnya promosi seperti tidak adanya bioskop yang dulu ada di Aceh kini sudah ditiadakan. Karena menuai pro dan kontra dengan penerapan syariat Islam.
Seiring berjalan waktu perkembangan teknologi dan informasi semakin pesat yang membuat kita yang serba menggunakan teknologi canggih. Mulai dari handphone, komputer, kamera dan lain sebagainya. Disebabkan era teknologi terus menguasai dunia yang bertujuan memudahkan pekerjaan manusia.
Tidak Adanya Bioskop
Menurut historis, Atjeh Bioscop adalah salah satu bioskop tertua yang dibangun oleh Belanda di Kota Banda Aceh. Seiring berjalannya waktu, bioskop ini berubah nama menjadi Eiga Heikyusya dibawah kekuasaan Jepang. Setelah Indonesia merdeka, bioskop ini diubah menjadi nama Garuda Theatre yang diberi langsung oleh Presiden Soekarno dan membawakan pidato politik kepada masyarakat Aceh.
Disaat perfilman Indonesia semakin berkembang, Aceh mulai membangun bioskop-bioskop Aceh. Misalnya Bioskop Pas 21, Gajah Theatre, Merpati Theatre, Banda Theatre dan Garuda Theatre yang berada di Banda Aceh. tidak hanya itu, Kota Lhokseumawe atau Kota Petro Dollar memiliki sedikitnya tujuh bioskop yaitu Puspa yang menjadi pusat pemutaran pertama di Aceh, ada King Bioskop, Bioskop Rawasakti, Bioskop Panggung Hiburan rakyat (PHR), Bioskop Cunda Plaza serta serta ada dua bioskop lainnya.
Namun ketika konflik melanda wilayah Aceh yang membuat rakyat aceh banyak mengalami penderitaan yang berkepanjangan dan kerugian yang besar. Terjadinya huru hara konflik TNI dan GAM semakin luas. Pada tahun 2000, awal mula film karya sineas Indonesia tidak bisa diputar lagi. Dan pasca tsunami 2004 bioskop seluruh aceh ditutup sehingga rakyat aceh tidak bisa menonton bioskop lagi. Meskipun bioskop tidak ada di Aceh, tetapi semangat kawula sineas muda Aceh tidak pudar. Mereka terus memperjuangkan hak-hak perfilman di Aceh.
Para sineas muda Aceh mengikuti beberapa audisi film seperti Yayasan Aceh Dokumentary mengajak generasi muda Aceh mengikuti kompetisi film. Dan masi banyak beberapa komunitas film lainnya seperti Labpsa, G R Production, Fisuar, Komunitas Film Trieng dan lain sebagainya yang menampilkan karya film-film Aceh yang diisi oleh anak-anak muda Aceh.
Promosi Film
Ada beberapa Program dalam strategi mempromosikan karya film sineas muda diantaranya ada program Gampong Film dilaksanakan pada tanggal 3 September 2022 yang berlangsung selama tujuh hari lamanya. Dalam program Gampong Film ini ada lima titik tujuan untuk memutar film diantaranya ada Sigli, Aceh Besar, Banda Aceh, Aceh Jaya dan Meulaboh. Dengan membentangkan layar tancap pertama di Gampong Dayah Baro, Kecamatan Delima, Kabupaten Pidie. Tujuan program Gampong Film ini adalah menyembuhkan kembali kerinduan masyarakat menonton film layar tancap yang dulunya sangat sering ditayangkan. Tentu saja kehadiran gampong film menjadi suatu hal yang sangat menginspirasi sekaligus membuat masyarakat sangat terhibur dan bisa menikmati kebersamaan. Lalu disusul Program Aceh Film Festival (AFF) yang dilaksanakan pada tanggal 18 – 23 September 2022 yang memutar 84 film dari 13 Negara asia tenggara. Yang dimana tujuan AFF adalah memperkenalkan beberapa film yang ada di dalam negeri maupun luar negeri terutama negara Asia Tenggara. Sekitar 200 lebih pengujung datang menyaksikan AFF 2022 yang dilaksanakan di Garuda Theatre Banda Aceh. Kemudian ada Peukan dokumenter khusus menayangnkan karya film Aceh dokumenter yang disutradarai oleh anak muda Aceh, yang bertujuan untuk mengajak penonton yang hadir untuk berekpresi secara kreatif, inovatif dan bijak. Peukan Dokumenter dilaksanakan di Kantor BPNP Gampong Mulia, Banda Aceh.
Harapan di Tahun 2023
Dibalik Aceh yang tidak memiliki bioskop, namun tidak menurunkan semangat kawula muda Aceh dalam membuat dan mempromosikan karya film baik fiksi, komedi maupun dokumenter. Karena film juga sebagai komunikasi sesama yang tertuang dalam ide yang dimiliki seseorang sehingga menjadi pembelajaran yang bermanfaat bagi kita semua. Oleh sebab itu, pentingnya dukungan pemerintah dan masyarakat Aceh terhadap sineas, aktor dan lain sebagainya yang berkaitan dengan film untuk perfilmman Aceh. Selain membaca, menonton juga menjadi salah satu alat komunikasi atau pesan yang dapat kita ambil hikmahnya dan film juga sebagai sarana menyuarakan hak-hak kemanusiaan. []