SAGOETV | BANDA ACEHÂ – Para pemimpin Aceh, termasuk Muzakir Manaf dan Fadhlullah, harus mampu memainkan peran strategis dalam menentukan masa depan ekonomi Aceh. Kedekatan emosional dengan Presiden Prabowo Subianto perlu dimanfaatkan secara optimal untuk memastikan kepentingan daerah tetap terjaga, khususnya dalam pengelolaan sumber daya alam.
Hal itu disampaikan Akademisi Universitas Syiah Kuala, Dr M Adli Abdullah, dalam Podcast ditayangkan SagoeTV, Kamis (6/3/2025) terkait peluang Aceh dalam menambah pemasukan untuk Aceh dan pengelolaan sumberdaya alam Aceh secara mandiri dan berkesinambungan.
Adli Abdullah mengungkapkan bahwa sejarah mencatat bagaimana Muzakir Walad di era Orde Baru berhasil melobi Presiden Soeharto hingga lahirnya PT Arun, yang menjadi motor penggerak ekonomi Aceh. Saat itu, meski Aceh tidak mendapatkan bagi hasil langsung, dampak ekonominya sangat signifikan. Model perjuangan serupa perlu dilakukan kembali oleh para pemimpin Aceh saat ini agar provinsi ini tidak hanya menjadi penonton dalam eksploitasi sumber daya alamnya sendiri.
Saat ini, kata Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum Adat, Aceh memiliki peluang besar dalam sektor gas dengan adanya penemuan sumber gas baru di atas perairan Meureudu dan Samalanga menjadi titik potensial eksplorasi. Namun, muncul kekhawatiran bahwa gas tersebut akan langsung dipipanisasi ke Medan atau Jakarta tanpa memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat Aceh. Sebagian pihak mengusulkan agar gas diekspor melalui Sabang, sementara lainnya menekankan pentingnya mengelolanya secara mandiri di Lhokseumawe.
Dalam negosiasi yang telah berlangsung, jelas dia, Aceh mendapatkan skema bagi hasil 70:30 atau 30:70 tergantung pada lokasi eksplorasi. Keputusan ini dihasilkan setelah 125 kali perundingan yang akhirnya melahirkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2015 dan membentuk Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA). “Namun, tantangan berikutnya adalah memastikan BPMA tidak hanya menjadi lembaga birokrasi yang membagikan gaji, melainkan mampu bekerja secara strategis demi kesejahteraan Aceh,” ujarnya.
lebih lanjut, Adli menyarankan bahwa Aceh harus belajar dari pengalaman masa lalu. Muzakir Walad mampu memanfaatkan kedekatannya dengan Soeharto demi kepentingan Aceh. Kini, dengan jaringan yang dimiliki, para pemimpin Aceh harus memastikan bahwa kedekatan dengan Prabowo Subianto tidak sekadar seremonial, melainkan menghasilkan keputusan strategis yang berpihak pada kesejahteraan rakyat.
Aceh tidak boleh hanya menjadi âayam sayurâ dalam percaturan nasional. Dengan sumber daya yang dimiliki, provinsi ini harus bangkit dan memainkan perannya sebagai pemain utama dalam sektor energi nasional. Untuk itu, para pemimpin Aceh harus bertindak nyata, bukan sekadar melempar wacana. [MM]