Oleh: Sahlan Hanafiah.
Staf Pengajar Program Studi Sosiologi Agama UIN Ar-Raniry, Kopelma Darussalam, Banda Aceh.
Akhir-akhir ini, dunia dikhawatirkan dengan menguatnya dukungan terhadap politisi dan partai politik asoe lhok. Gejala ini dapat dilihat di beberapa negara.
Amerika dan Inggris saat ini dikuasai oleh partai politik asoe lhok berhaluan konservatif. Beberapa negara lain seperti Hungaria, Polandia, Austria partai politik asoe lhok juga terus mendominasi parlemen. Prancis dan German meskipun saat ini masih dikuasai oleh partai berhaluan moderat dan liberal, keberadaan partai politik asoe lhok terus mengancam dari belakang.
Partai politik asoe lhok merupakan partai yang basis ideologinya adalah nasionalisme, agama, etnisitas atau merasa dirinya penduduk asal. Di Amerika misalnya partai Republik dapat disebut partai asoe lhok karena ideologi partai sangat kental dengan nasionalisme, agama dan ras. Sebaliknya, partai Demokrat dianggap liberal, terbuka, kurang bersandar pada nilai-nilai agama, pro terhadap imigran dan kurang nasionalis.
Sebagian besar warga kulit putih, penganut agama Kristen, dan merasa dirinya penduduk asli Amerika bergabung atau lebih memilih partai Republik. Sementara kulit hitam, penganut agama Islam dan agama minoritas lainnya dianggap pendatang. Mereka dari tahun ke tahun menjadi andalan suara partai Demokrat.
Demikian juga di Inggris, warga Inggris yang merasa dirinya penduduk asli lebih banyak mendukung partai asoe lhok seperti partai konservatif yang saat ini dipimpin oleh Boris Johnson. Sementara partai pekerja dukunganya lebih banyak datang dari para imigran yang rata-rata berasal dari kelas pekerja.
Akan tetapi masalah di Inggris agak berbeda dengan di Amerika. Setelah perang dunia kedua, Inggris tidak hanya dikepung oleh pendatang dari India dan Pakistan, tapi juga dari berbagai negara lain terutama Eropa daratan seperti Polandia, Republik Ceko, dari daerah bekas pecahan Uni Soviet dan daerah bekas Jerman Timur. Keberadaan mereka membuat pemisahan kulit putih dan kulit hitam tidak sekuat di Amerika, karena rata-rata warga dari daerah tersebut sama-sama berkulit putih.
Meski sama-sama berkulit putih bukan berarti tidak ada sentimen antara asoe lhok dan pendatang di Inggris. Dalam sepuluh tahun terakhir, sentimen asoe lhok dan pendatang malah cukup kuat disana. Ini bisa dilihat dari digelarnya referendum pada tahun 2016 dengan pilahan bertahan atau keluar dari Uni Eropa. Referendum ini digelar tidak lepas dari menguatnya sentimen asoe lhok dan pendatang.
Warga asoe lhok di Inggris merasa negaranya telah dikepung oleh penduduk Eropa daratan. Kemenangan Brexit atau keluar dari Uni Eropa menunjukkan bahwa kehendak asoe lhok cukup kuat dan tidak bisa dibendung.
Selain Amerika dan Inggris, sentimen asoe lhok dan pendatang juga mulai merambah Eropa daratan seperti Prancis, Jerman, dan Italia, sehingga dukungan politik terhadap partai politik asoe lhok pun menguat. Di Prancis, Marine le Pen, politisi perempuan asoe lhok yang diusung oleh partai pertemuan nasional , yang juga partai asoe lhok kalah tipis dari Emmanuel Macron pada pemilihan presiden 2017. Di Jerman, partai Alternative for Germany (AfG) terus mendapat dukungan meski usia partai baru seumur jagung. Partai ini sangat gencar mengkampanyekan anti-pendatang.
Mengapa politisi dan partai asoe lhok berkibar dan mendapat tempat di hati pemilih saat ini? Beberapa ilmuan politik seperti Cas Mudde, Ruth Wodak, dan Jan-Werner Muller memandang sebagai respon terhadap kegagalan menjalankan sistem demokrasi liberal. Menurut mereka, sistem ini dinilai gagal menghasilkan pemerataan ekonomi dan justru membuat kesenjangan ekonomi sekaligus memproduksi elit politik yang korup.
Demokrasi liberal juga dinilai gagal mengelola keragaman, kebebasan dan reintegrasi masyarakat. Imigran dan pengungsi misalnya yang hari ini membanjiri Inggris, Amerika dan Eropa daratan dianggap gagal diintegrasikan kedalam masyarakat setempat. Karena itu kehadiran pendatang dianggap ancaman bagi ekonomi dan budaya mereka.
Imigran, pengungsi dan pencari suaka sebenarnya merupakan produk dari sistem demokrasi liberal. Upaya menghadirkan sistem demokrasi liberal di negara seperti Irak, Libya, Suriah dan Afganistan melalui pendekatan militer dengan terlebih dahulu menggulingkan penguasa setempat justru menciptakan ketidakstabilan dan konflik bersaudara baru. Akibatnya gelombang pengungsi tidak dapat dibentung.
Disinilah menurut ilmuan politik, politisi dan partai politik asoe lhok menangkap momentum, ”menggoreng” sentimen pemilih. Mereka menjual slogan seperti “Make America Great Again”, “Germany for German”, ”We are the Pure People”.
Melalui slogan seperti itu mereka (politisi dan partai asoe lhok) ingin menunjukkan bahwa selama ini penduduk asoe lhok telah ditinggalkan, sementara pendatang dijadikan anak emas oleh politisi dan partai politik berhaluan liberal seperti partai Demokrat di Amerika atau Partai Pekerja di Inggris.
Keberadaan politisi dan partai asoe lhok sah-sah saja dalam sistem demokrasi. Namun masalahnya muncul ketika mereka mencoba merebut hati pemilih dengan cara-cara yang tidak demokratis, seperti pendekatan peumaob (intimidasi), memaksa kehendak (politik benar-salah, hitam-putih), menyebar berita kebencian dan berita bohong melalui media sosial.
Akibatnya seperti kita lihat akhir-akhir ini, sikap rasis warga kulit putih terhadap kulit hitam di Amerika menguat. Di Prancis, sentimen anti-Muslim mengental. Penolakan terhadap imigran semakin mengakar di Inggris. Dengan kata lain, penduduk dunia terbelah, hidup dalam satu planet bumi tapi penuh dengan kebencian.
Kita tentu saja berharap politisi dan partai politik asoe lhok di Aceh tidak ikut-ikutan menggunakan politik adu domba, politik kebencian, politik sempit, politik peumaob dalam merebut kekuasaan. Sebab, semua itu tidak pernah dipraktekkan oleh Rasulullah Muhammad Saw.[]