Oleh: Satia Zen, PhD
Guru Sekolah Sukma Bangsa Bireuen, Alumnus Fakultas Pendidikan dan Budaya, Universitas Tampere, Finlandia.
Hujan rintik-rintik sore itu mengiringi langkah kaki saya, dan udara dingin yang mulai menusuk tulang membuat saya merapatkan jaket. Cuaca musim gugur pada malam di bulan Oktober sangat terasa. Namun saya menikmati udara dingin dan hujan, setelah terbiasa dengan hangatnya matahari di Indonesia.
Sore itu saya sedang jalan menuju Gedung Agora, sebuah gedung di Jyväskylä University Finlandia yang menjadi salah satu tempat dimana pameran, diskusi dan presentasi dilakukan oleh para peneliti. Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka Tutkijoiden Yö atau Researchers’ Night.
Malam itu saya melihat sesuatu yang berbeda dari biasanya. Biasanya gedung ini dipenuhi oleh mahasiswa, dosen dan peneliti serta tamu dan peserta kegiatan akademis yang dilakukan disini. Karena gedung ini menyediakan beberapa aula dimana kuliah, sidang, seminar dan konferensi biasanya diadakan. Selain itu beberapa fakultas seperti Fakultas Bisnis dan Ekonomi, Fakultas Teknologi Informasi juga menempati beberapa ruangan di gedung ini.
Namun malam itu, saya melihat ramai anak-anak dan orang tua. Mereka berbondong-bondong datang ke gedung tersebut untuk melihat langsung dan berdiskusi dengan para peneliti di universitas tersebut sehingga suasananya jadi sedikit seperti pasar malam.
Imajinasi awal saya ketika mendapat undangan dari rekan saya mengenai kegiatan ini adalah kegiatan serius dimana peneliti akan memberikan kuliah dan presentasi mengenai riset mereka. Dan yang menghadiri pun pastinya para akademisi, pelajar dan peneliti lain dengan tampang serius. Sehingga saya agak terkejut melihat suasana riuh rendah yang agak mirip pasar malam ini.
Pada saat saya memasuki lobi, saya disambut oleh suara anak-anak dan beberapa terlihat berlarian menuju pojok-pojok dimana beberapa eksibisi sains dipajang. Ada juga dua gadis cilik usia SD yang duduk di depan sebuah meja dan asyik mengutak-atik sebuah truk mainan. Mereka terlihat berdiskusi serius sambil memasukkan kotak-kotak kayu kecil dengan berbagai ukuran kedalam bagian belakang truk mainan tersebut.
Dua orang pemuda berdiri di dekat meja mereka dan siap menjawab pertanyaan dari dua gadis cilik tersebut. Ketika saya mendekat, rupanya mereka sedang berusaha mencari jalan untuk mengatur berbagai kotak kecil tersebut agar truk dapat mengangkutnya.
Disamping mereka terdapat sebuah papan dengan pertanyaan: bisakah kamu memikirkan cara yang baik untuk memuat kotak-kotak kedalam truk ini? Ikutilah kompetisi ini dan menangkan hadiahnya.
Wah, pikir saya tidak heran mereka mencoba cukup lama untuk memuat kotak-kotak tersebut, rupanya mereka penasaran dan ingin mendapatkan hadiahnya. Dan sayembara ini adalah satu dari pertanyaan yang saya lihat ditempel oleh kelompok peneliti dari riset mengenai optimalisasi. Mungkin kelompok peneliti ini mencari cara bagaimana ruang dalam berbagai bentuk dapat dioptimalisasi penggunaannya sehingga menghemat ruangan dan memanfaatkannya dengan maksimal.
Di depan kedua gadis cilik itu, saya melihat sebuah papan tulis interaktif berisi rangkaian kode untuk program komputer yang menghitung optimalisasi untuk mengisi kotak atau ruang tertentu. Di pojok tersebut, saya juga melihat papan lain berisi pertanyaan: bisakah kamu memberikan contoh masalah yang memiliki kontradiksi didalamnya? Contoh: kadang-kadang ada pertentangan mengenai harga dan kualitas.
Wah ternyata peneliti ini juga mencoba mencari solusi dari optimalisasi ketika masalah memiliki berbagai dimensi yang mungkin bertentangan, menarik sekali.
Di pojok lain, saya melihat anak-anak bermain dengan kacamata Virtual Reality dan menggerak-gerakkan badan mereka. Orang tua mereka terlihat geli melihat tingkah anak-anak mereka yang bergerak seperti sedang bermain seluncur salju. Rupanya kelompok riset mengenai teknologi virtual reality memberikan kesempatan pada masyarakat awam untuk merasakan seperti apa menggunakan kacamata tersebut dan berpindah secara virtual ke tempat yang berbeda.
Di area tersebut, saya juga melihat sepasang kakek dan nenek mendengarkan dengan serius seorang pemuda yang bercerita mengenai proyek risetnya sambil menunjuk poster yang ditempel didekat mereka.
Saya berpindah menuju ruangan dimana sebuah kelompok riset Innovative Learning Environment memberikan presentasi mereka. Dalam ruangan ini saya melihat ramai pengunjung mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, dan ada juga pengunjung dari dari negara lain mencoba beberapa media belajar seperti puzzle untuk membuat bidang 3 dimensi.
Saya juga mengikuti presentasi dari kelompok ini mengenai penelitian mengembangkan rencana belajar untuk menggunakan barang-barang daur ulang di sekolah-sekolah. Para peneliti dalam kelompok ini juga memaparkan kolaborasi mereka dengan universitas di negara-negara lain seperti Uruguay dan Hungaria. Suasananya santai dan hangat, saya mendengar percakapan dan diskusi ringan namun serius mengenai inovasi pendidikan yang dilakukan oleh kelompok riset tersebut.
Ketika saya berkeliling melihat berbagai eksibisi yang ada didalam gedung tersebut, saya tersadar bahwa penelitian ternyata bisa menjadi sangat menyenangkan. Anak-anak perlu mendapatkan pengalaman positif dengan kegiatan riset dan berinteraksi dengan peneliti tanpa merasa berjarak dan terintimidasi. Selain itu saya juga merasa betapa peneliti dan riset masih menjadi bagian integral dari masyarakat Finlandia.
Meskipun akhir-akhir ini, pengurangan anggaran penelitian terus terjadi, dari 3.46% dari GDP pada tahun 2020, hingga 2.98% pada tahun 2023, saya jadi teringat dengan sebuah ungkapan bahwa penelitian adalah “science is the genie that will keep the country competitive, but the genie needs to be fed” (Stephen, 2012).
Dalam suasana penghematan yang saat ini terjadi di Finlandia, anggaran untuk penelitian memang mengalami penurunan. Namun hal ini tidak menyurutkan antusiasme masyarakat disini mengenai riset serta tidak memupuskan kepercayaan mereka bahwa riset akan membawa perubahan positif.
Saya berpikir, jangan-jangan riset dan peneliti tidak hanya perlu diberi makan ’uang’ namun penghargaan dan penghormatan atas kerja mereka. Dan interaksi antara peneliti dengan masyarakat umum dapat menjadi salah satu ajang dimana penghargaan tersebut dapat dirasakan langsung.
Selain itu, masyarakat juga dapat melihat bagaimana uang pajak mereka digunakan oleh peneliti yang mencoba mencari solusi dan membuat temuan-temuan untuk meningkatkan kualitas hidup orang banyak.
Bisa jadi hal ini juga terkait dengan eratnya budaya belajar sepanjang hayat yang menjadi bagian dari budaya Finlandia.
Meskipun keterbatasan fiskal mungkin menghalangi riset-riset inovatif dan ambisius, namun saya melihat bahwa budaya belajar yang kuat tetap menjadikan kegiatan riset dan profesi peneliti memiliki status sosial yang tinggi di negara ini. Sehingga, kegiatan riset menjadi bagian integral dari peradaban dan hasil riset tetap menjadi salah satu pertimbangan dalam membuat kebijakan publik serta mendorong terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik.[]