SAGOETV | ACEH TIMUR – Matahari perlahan merayap ke ufuk barat, mengurai sinarnya ke cakrawala yang beranjak temaram. Angin sore berembus lembut, membawa aroma rempah yang mengepul dari halaman Masjid Baitul Hidayah di Desa Alue Ie Mirah, Kecamatan Indra Makmu, Kabupaten Aceh Timur. Aroma khas itu bukan sembarang wangi. Ia adalah pertanda sebuah tradisi yang telah terjaga turun-temurun, sebuah warisan yang mengakar dalam kearifan lokal: Khanduri Kanji Rumbi.
Di setiap Ramadhan, sejak hari kedua hingga menjelang akhir bulan suci, masyarakat desa ini tak pernah absen menanak Kanji Rumbi, bubur khas Aceh yang kaya akan cita rasa dan sarat makna. Seperti embun pagi yang menyegarkan dedaunan, semangkuk Kanji Rumbi adalah penawar dahaga setelah seharian berpuasa, sebuah suguhan yang tak hanya mengenyangkan, tetapi juga menghangatkan hati.
Kuliner Penuh Gizi
Kanji Rumbi bukan sekadar bubur biasa. Bahan dasarnya memang beras, tetapi ia diracik dengan berbagai rempah pilihan seperti lada, cengkeh, dan daun pandan yang memberi keharuman khas. Bumbu khusus yang telah digiling halus menjadikan rasa Kanji Rumbi semakin kaya. Selain itu, potongan udang atau daging serta santan membuat teksturnya lebih gurih dan lembut di lidah. Di akhir penyajian, taburan daun sop yang diiris halus serta bawang goreng semakin mempertegas karakter bubur ini, menciptakan harmoni rasa yang sempurna.
Seorang pemuda setempat mengecek kadar kematangan bubur kanji rumbi di Masjid Baitul Hidayah di Desa Alue Ie Mirah, Kecamatan Indra Makmu, Kabupaten Aceh Timur. Kamis (6/3/2025).
Namun, yang membuat Kanji Rumbi istimewa bukan hanya bahan dan cita rasanya. Ia memiliki filosofi tersendiri. Kandungan rempahnya dipercaya memberikan energi bagi tubuh yang lelah setelah seharian berpuasa. Lebih dari itu, Kanji Rumbi adalah simbol kebersamaan dan semangat berbagi, nilai-nilai yang menjadi esensi dari bulan Ramadan itu sendiri.
Di Masjid Baitul Hidayah, Khanduri Kanji Rumbi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan Ramadan. Tradisi ini diyakini telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu, diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Salah satu sosok yang paling dihormati dalam menjaga keaslian resep ini adalah almarhum Tgk. Salam, imam gampong terdahulu. Hingga kini, resep yang ia wariskan tetap dijaga tanpa perubahan sedikit pun.
Keunikan lain dari tradisi ini adalah keterlibatan pemuda desa. Mereka tak sekadar membantu, tetapi menjadi garda terdepan dalam menjaga keberlangsungan khanduri ini. Bersama warga, mereka mengumpulkan dana secara swadaya. Tanpa ada paksaan, masing-masing menyisihkan sedikit rezekinya agar Kanji Rumbi tetap dapat disajikan bagi siapa saja yang membutuhkan. Bagi mereka, berbagi di bulan suci adalah ladang pahala yang tak ternilai harganya.
Bubur Kanji Rumbi tahap finishing diberikan rempah-rempah warisan leluhur dari Tgk Salam.
Romi Syahputra, Keuchik (Kepala Desa) Alue Ie Mirah, mengungkapkan bahwa kebersamaan dalam tradisi ini adalah cerminan dari semangat gotong royong masyarakat. “Kami ingin memastikan bahwa tidak ada yang berpuasa tanpa makanan berbuka yang layak. Kanji Rumbi adalah bentuk kepedulian kami terhadap sesama, sekaligus cara kami merawat warisan leluhur,” tuturnya, Kamis (6/3/2025).
Sejak siang, halaman masjid telah ramai dengan kesibukan. Beberapa orang menyiapkan bahan-bahan, sementara yang lain bertugas menanak bubur dalam kuali besar. Aroma harum rempah-rempah semakin kuat ketika bubur mulai mendidih, mengundang selera siapa saja yang berada di sekitarnya.
Menjelang sore, para pemuda bergantian mengaduk bubur dengan sendok kayu besar, memastikan bahwa semua bahan tercampur sempurna. Sementara itu, ibu-ibu menyiapkan bungkusan untuk dibagikan kepada warga. Ada sesuatu yang hangat dalam pemandangan ini, sebuah harmoni antara kesederhanaan dan ketulusan.
Tgk. Zulkifli, imam rawatib Masjid Baitul Hidayah, mengatakan bahwa Kanji Rumbi bukan hanya soal makanan, tetapi juga keberkahan. “Setiap butiran beras dalam bubur ini adalah doa dan harapan. Kita tidak hanya menyuapi tubuh, tetapi juga menghidupi tradisi, menguatkan ukhuwah,” ujarnya dengan senyum teduh.
Saat azan Magrib berkumandang, puluhan warga telah berkumpul di halaman masjid. Masing-masing menerima satu bungkus Kanji Rumbi untuk dibawa pulang atau disantap di serambi masjid. Setiap sendok bubur yang masuk ke mulut seolah membawa kebahagiaan tersendiri, menenangkan perut yang kosong sekaligus menghangatkan jiwa.
Rawat Tradisi, Jaga Jati Diri
Di tengah arus modernisasi yang terus mengalir deras, mempertahankan tradisi bukan perkara mudah. Namun, bagi masyarakat Alue Ie Mirah, Khanduri Kanji Rumbi bukan sekadar ritual tahunan, melainkan identitas yang melekat erat. Ia adalah wujud rasa syukur, pengikat solidaritas, dan pengingat bahwa kebersamaan adalah harta yang tak ternilai.
Semangkuk Kanji Rumbi mungkin terlihat sederhana, tetapi di dalamnya tersimpan nilai-nilai luhur yang membentuk masyarakatnya: kebersamaan, keikhlasan, dan kepedulian. Dan selama Ramadhan masih tiba setiap tahunnya, selama rempah-rempah masih diracik dengan penuh cinta, selama tangan-tangan tulus masih menyiapkan bubur ini, maka tradisi ini akan terus hidup—menghangatkan jiwa dalam balutan keharuman rempah dan keberkahan Ramadhan. [AS]
SAGOETV.com adalah platform media digital yang memberi sudut pandang mencerahkan di Indonesia, berbasis di Banda Aceh. SAGOETV.com fokus pada berita, video, dan analisis dengan berbagai sudut pandang moderat.