SAGOETV | BANDA ACEH – Wakil Ketua DPRK Banda Aceh, Dr. Musriadi Aswad, S.Pd., M.Pd., menyampaikan keprihatinannya terkait dengan peningkatan kasus HIV/AIDS di Aceh yang mencapai angka 1.735 jiwa pada tahun 2025. Angka ini menunjukkan kecenderungan meningkat setiap bulannya, yang menjadi perhatian serius bagi seluruh pihak.
Berdasarkan data yang diterima dari Dinas Kesehatan Aceh, kasus HIV/AIDS di Aceh terbagi dalam beberapa kategori, di antaranya perempuan dengan perempuan, laki-laki dengan laki-laki, serta anak-anak laki-laki. Saat ini, kasus paling dominan terjadi pada laki-laki dan anak laki-laki. Data Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh mencatat lonjakan tajam kasus HIV/AIDS, dengan 541 kasus yang mayoritas melibatkan laki-laki.
Menurut Musriadi, fenomena ini layaknya gunung es, di mana banyak kasus yang belum teridentifikasi dan berpotensi meluas, terutama ke generasi muda jika tidak segera ditangani. Untuk itu, ia mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk lebih peduli dan terlibat dalam penanggulangan penyebaran HIV/AIDS.
Musriadi mengapresiasi langkah cepat yang diambil Pemerintah Kota Banda Aceh, di bawah kepemimpinan Wali Kota Eliza dan Wakil Wali Kota Afdal, yang telah melaksanakan berbagai inisiatif untuk mengendalikan penyebaran virus HIV/AIDS. Pemerintah Kota juga telah melakukan penggerebekan komprehensif sebagai bagian dari upaya penanggulangan masalah ini.
Namun, Musriadi menekankan bahwa upaya pemerintah tidak akan cukup tanpa dukungan penuh dari masyarakat. Ia mengungkapkan bahwa Wali Kota Banda Aceh telah menargetkan kota ini menjadi “Kota Bersih dari Amoralitas”, termasuk memberantas HIV/AIDS dan masalah sosial lainnya seperti tuberkulosis dan malaria.
“Banda Aceh telah mencanangkan dirinya sebagai ‘Kota Kolaborasi’. Oleh karena itu, semua pihak, termasuk komunitas, akademisi, dan lembaga pendidikan, harus berperan aktif dalam menangani masalah ini,” ujar Musriadi, dalam Podcast Sagoetv, Sabtu, (26 /04/2025).
Menurutnya, Aceh memiliki keistimewaan yang diakui oleh negara, khususnya dalam bidang pendidikan, syariat Islam, dan adat istiadat. Dengan adanya lembaga-lembaga seperti MPU, Dinas Syariat Islam, dan lembaga adat lainnya, Aceh memiliki perangkat yang lengkap untuk memperkuat nilai moral dan keimanan masyarakat.
Namun, Musriadi menegaskan bahwa penegakan syariat Islam tidak hanya bisa dilakukan dengan simbol dan peraturan saja. Ia mengatakan bahwa diperlukan keseimbangan antara program nyata yang dapat dijalankan serta penganggaran yang memadai, agar nilai-nilai Islam benar-benar diterapkan dan menjadi identitas masyarakat Aceh.
“Semua ini harus dimulai dari keluarga, karena keluarga adalah pilar utama dalam menjaga moral dan keimanan anak-anak kita. Jika hal ini tidak diperhatikan, maka Aceh berisiko melahirkan generasi yang lemah dan tertinggal,” ungkapnya.
Musriadi mengajak semua pihak untuk merenungkan pentingnya kerja sama dalam mengatasi masalah ini, dan menjadikan penanggulangan HIV/AIDS sebagai tanggung jawab bersama, baik pemerintah maupun masyarakat. []