SAGOE TV | BANDA ACEH – Komisi XII DPR RI mendorong agar pengelolaan minyak dan gas (migas) di Aceh dilakukan secara profesional, transparan, dan berkelanjutan. Dorongan itu disampaikan dalam kunjungan kerja Panitia Kerja (Panja) Migas ke Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) dan sejumlah blok migas di Aceh, Kamis (11/9/2025), dengan tujuan memastikan sektor strategis ini benar-benar memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat serta menjaga keberlanjutan lingkungan.
Kunjungan tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya yang menegaskan bahwa pengelolaan minyak dan gas di Aceh harus benar-benar memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat setempat. “Ya, pemanfaatan minyak dan gas untuk kemakmuran masyarakat Aceh tentu menjadi salah satu tujuan utama kita. Tadi kita juga mendengar berbagai pemikiran dan aspirasi terkait pengelolaan migas di Aceh,” ujarnya usai memimpin kunjungan kerja Panja Migas Komisi XII DPR RI ke blok migas dan BPMA.
Bambang menyoroti beberapa poin penting, salah satunya mengenai pengelolaan sumur-sumur minyak yang sebelumnya dikelola masyarakat. Menurutnya, keberadaan sumur rakyat perlu mendapat kepastian hukum agar dapat dikelola secara legal melalui regulasi yang tepat.
“Kita ingin dalam konsep peraturan menteri yang baru, sumur-sumur minyak rakyat dapat diakomodir sehingga menjadi legal. Tinggal dibicarakan lebih lanjut terkait mekanismenya,” jelasnya.
Selain itu, Bambang juga menekankan pentingnya skema Participating Interest (PI) agar daerah dapat berpartisipasi langsung dalam pengelolaan migas. “Konsep PI tidak terlalu memberatkan karena terkait biaya investasi akan digendong, meski tetap ada risiko. Yang terpenting, pengelolaan blok migas harus profesional agar PI benar-benar menguntungkan bagi daerah,” tambahnya.
Tak hanya itu, Bambang menekankan bahwa Komisi XII juga mendorong agar blok-blok eksplorasi migas di Aceh dapat ditingkatkan menjadi blok produksi. Dengan demikian, penerimaan daerah dari dana bagi hasil migas bisa semakin optimal.
Tak hanya soal produksi, Komisi XII turut menaruh perhatian terhadap laporan masyarakat terkait gangguan lingkungan akibat kegiatan migas. Bambang menegaskan bahwa hal tersebut akan menjadi fokus pendalaman Komisi.
“Kita tidak ingin kejadian serupa terulang. Karena itu, kami akan memanggil pihak terkait untuk pendalaman di Komisi XII. Jika masalahnya sudah ditangani, maka clear, namun kita tetap pastikan semua dampaknya bagi masyarakat telah diselesaikan,” ujarnya.
Terkait hal itu, Bambang mengungkapkan Komisi XII akan berkoordinasi dengan Ditjen Gakkum Lingkungan Hidup maupun Gakkum ESDM untuk memastikan aspek lingkungan terjaga dalam setiap aktivitas migas.
Turut hadir dalam pertemuan tersebut anggota Komisi XII DPR RI lainnya, antara lain Andi Ridwan Wittiri, Arif Riyanto Uopdana, Muhammad Rohid, Irsan Sosiawan, Gulam Muhamad Sharon, Syafruddin, Jalal Abdul Nasir, Meitri Citra Wardani, Aqib Ardiansyah, Eddy Soeparno, dan Edhie Baskoro Yudhoyono.
Pertemuan juga dihadiri oleh Dirjen Migas Kementerian ESDM RI, Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Direksi PT Pertamina EP, Direksi Mubadala Energy, serta Direksi Premier Oil Andaman Ltd.
Anggota Komisi XII DPR RI Irsan Sosiawan menegaskan bahwa pengelolaan migas di Aceh, khususnya pengembangan ladang gas besar di South Andaman, harus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat setempat. Irsan menyoroti potensi besar cadangan gas di South Andaman atau Andaman Selatan yang kini dikelola bersama Kontraktor Kontrak Kerja Migas (KKKS) seperti Mubadala Energy. Ia menekankan pentingnya menyiapkan program kemasyarakatan sejak awal, bahkan sebelum produksi penuh berjalan.
“South Andaman ini kan suatu sumber gas yang besar. Maka saya menanyakan kepada perusahaan mengenai program-program ke depan. Jangan dilupakan juga program-program kemasyarakatan. Program CSR itu harus diutamakan, sehingga masyarakat di sekitar lokasi bisa langsung merasakan dampaknya,” ujar Irsan.
Menurut Legislator Dapil Aceh II tersebut, masyarakat di sekitar wilayah operasi harus mendapat prioritas manfaat dalam bentuk peningkatan ekonomi, kesejahteraan, serta peluang lapangan kerja. “Kalau pemerintah sudah dapat bagian bagi hasil, maka masyarakat di tempat tersebut juga harus merasakan manfaat langsung. Kalau CSR dijalankan sejak sekarang, sebelum produksi penuh, itu akan lebih baik. Masyarakat pasti akan mendukung,” tandasnya.
Irsan juga menegaskan perlunya keterlibatan masyarakat setempat dalam membangun daerahnya bersama perusahaan migas. Ia mencontohkan adanya potensi di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang yang juga perlu dikelola dengan melibatkan masyarakat. “Transparansi dan keterbukaan harus dijalankan, baik oleh perusahaan maupun pemerintah daerah, agar masyarakat benar-benar bisa merasakan kehadiran industri migas ini.”
Lebih lanjut, Irsan mendorong Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) sebagai pengawas agar lebih peka terhadap masukan masyarakat. Ia mengingatkan masih banyak keluhan terkait dampak lingkungan, kesehatan, maupun polusi di sekitar wilayah operasi migas. “BPMA harus mengoptimalkan fungsi pengawasan dan segera menindaklanjuti keluhan masyarakat. Jangan sampai aktivitas produksi justru menimbulkan kerugian bagi warga,” katanya.
Ia menegaskan, keberhasilan pengelolaan migas Aceh tidak semata diukur dari capaian teknis eksplorasi atau produksi, melainkan sejauh mana hasil tersebut benar-benar mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. “Masyarakat Aceh berharap besar hasil kinerja migas bisa memberikan multiplier effect, sekaligus menambah target lifting nasional,” ujar Irsan. []