Oleh: Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad.
Dewan Penasehat The Asian Muslim Action Network (AMAN).
Esai ini menjabarkan mengenai salah satu bentuk model perang yang akan terjadi di dunia yaitu perang kosmik (cosmic war). Selama ini yang sering muncul dalam diskursus perang modern adalah perang proxy, perang hybrida, dan perang asimetris.
Perang kosmik adalah perang melalui kekuatan siapa yang menguasai kosmos, atau bahkan bimasakti. Dapat dikatakan bahwa perang modern lebih dikenal dengan memberikan suatu ancaman terhadap negara lain tidak hanya dalam bidang kemiliteran, tetapi juga dalam bidang non-militer.
Namun, dalam berbagai studi tentang perang, perang kosmik belum begitu mendapat perhatian dari para sarjana. Perang pada hakikatnya ada dalam pikiran manusia itu sendiri. Sebab, ketika perang harus melalui komando berada pada strategi yang dijalankan oleh seorang pimpinan. Dalam konteks tersebut, konsep bagaimana perang harus dijalankan selalu menjadi perhatian sebagian negara-negara yang selalu memikirkan bagaimana peperangan harus diciptakan secara efektif, terutama untuk masa depan.
Istilah perang kosmik didapatkan setelah dipelajari berbagai sistem penaklukkan yang dilakukan oleh negara-negara tertentu terhadap negara target, dimana sangat tergantung pada setiap fase-fase peradaban dunia yang ingin ditata secara sistematis. Saat ini, desain tata pikir dunia yang sedang disusun adalah menuju pada konsep one world (satu dunia). Masyarakat dunia sedang diarahkan pada penetapan diri mereka bagian dari penduduk dunia melalui konsep kosmopolitan.
Istilah yang berbentuk global mulai dijadikan sebagai aturan berpikir secara global yang dikenal dengan istilah global mind. Artinya, masyarakat dunia diarahkan pada kesatuan cara berpikir untuk menjadi penduduk dunia (global citizen).
Kemunculan kesatuan cara berpikir yang dikendalikan melalui informasi, teknologi, dan komunikasi menciptakan kondisi bahwa manusia saat ini tidak memiliki pilihan di dalam kehidupan mereka, kecuali hanya ikut apa yang sudah diciptakan untuk menuju pada kesatuan (unity). Dalam proses tersebut, perang merupakan salah satu dari ekspresi kemanusiaan guna mengendalikan sistem tata dunia (world order). Keadaan tatanan dunia selalu dikendalikan setelah suatu sistem perang dijalankan dalam kurun waktu yang lama.
Dunia ini hanya satu. Penduduknya mencapai milyaran. Negara mencapai ratusan. Di dalamnya muncul berbagai penjelasan tentang bagaimana dunia harus diatur, negara harus mengatur rakyatnya. Rakyat juga harus mampu mengatur diri mereka sendiri. Berbagai teori dimunculkan dari berbagai disiplin ilmu, supaya manusia dapat menjalankan kehidupan mereka di dunia ini. Setiap teori dikukuhkan menjadi cara pandang bagaimana sistem kehidupan dijalankan.
Akan tetapi, semakin lama usia dunia ini, semakin banyak pula teori yang mengantarkan manusia pada proses peperangan antara satu sama lain. Lautan teori di dalam dunia ilmu pengetahuan memang mengarahkan manusia pada dua pilihan, yaitu: memberikan manfaat bagi manusia atau sebaliknya.
Karena itu, manusia selalu diberikan sepasang pilihan untuk hidup: baik atau buruk, benar atau salah. Akan tetapi, ilmu pengetahuan memberikan sekian pilihan untuk memandang sesuatu kebenaran atau kesalahan. Cara pandang inilah yang diperebutkan oleh manusia, untuk mengklaim bahwa apapun yang mereka lakukan adalah benar, menurut cara pandang.
Energi untuk mempertahankan cara pandang tersebutlah yang kemudian memuai suatu kekuatan untuk mempertahankan prinsip-prinsip yang ada dibalik cara pandang tersebut, dimana salah satu pilihannya adalah melalui perang. Perang kosmik berada di balik situasi tersebut. Dia yang menyebabkan semua bentuk peperangan terjadi. Energi dan spirit merupakan perang ini terjadi.
Perang selalu berusaha untuk mencabut spirit atau energi di suatu kawasan. Persoalan kontrol atau kekuasaan setelah itu, merupakan bentuk dari perang lanjutan seperti perang pemikiran. Karena itu, perang kosmik adalah pertempuran secara metafisika antara kekuatan yang baik dan jahat yang meramaikan imaginasi agama dan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap aksi kekerasan.
Salah satu kata kunci dalam memahami perang kosmik adalah perang metafisika (metaphysical battle). Metafisika selalu berada dibalik suatu teori yang melegitimasi suatu fondasi ilmu pengetahuan. Karena itu, perang kosmik adalah perang secara metafisika.
Dengan demikian, perang kosmik dapat dikatakan sebagai perang filsafat (philosophy war) atau bahkan perang spirit (spirit war). Karena topik metafisika merupakan kajian yang dilakukan dalam studi filsafat dan spirit. Bahkan, studi kosmologi tidak dapat dipisahkan dari kajian filsafat, religi, dan spirit.
Ada yang menyebutkan bahwa idealisme merupakan suatu kosmologi dan akan memasuki ke dalam filsafat kehidupan. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa perang kosmik bukan hanya berkaitan dengan kekuatan baik dan buruk yang melingkupi saat pertempuran hendak dimulai, tetapi jauh dari itu, terdapat alasan-alasan kosmologis yang menyebabkan perang harus dimulai oleh manusia, dimana alasan-alasan tersebut, masuk baik secara sadar maupun tidak, untuk menggerakkan untuk saling membunuh.
Di sinilah muncul ilmu strategi untuk saling menundukkan musuh. Alasan kosmik biasanya tidak begitu diperhatikan ketika perang terjadi, sebab eksekusi perang dilakukan secara rasional melalui hasil-hasil kajian intelijen sebelumnya.
Namun demikian, siapa sangka sebelum perang dimulai terdapat kekuatan-kekuatan mistis yang dikenal dengan istilah Higher Intelligence. Sebelum kemunculan istilah itu, terdapat Cosmic Mind (Pikiran Kosmik). Dalam tradisi Barat istilah ini diartikan sebagai Tuhan. Adapun penjelasannya sebagai berikut: “They believed that Cosmic Mind had created matter and meant it to be. Cosmic Mind rearranging the cosmos in response to prayer and their innermost hopes and fears, guiding them, and rewarding or puhishing them for their actions. Sometimes they experienced a spiritual presence and sometimes what we might now call collective hallucinations” (Black, 2013: xiii).
Penjelasan di atas memperlihatkan bahwa Pikiran Kosmik yang mengatur kosmos untuk menjawab atau respon terhadap semua kegiatan manusia di muka bumi. Pikiran Kosmik lantas juga memberikan pengalaman spiritual yang membangkitkan halusinasi kolektif.
Di bawah Pikiran Kosmik tersebutlah semua kejadian di kosmos ini berlaku, termasuk hubungan manusia dengan Pikiran Kosmik melalui Higher Intelligence. Konsep yang terakhir ini bermaksud menjelaskan bahwa beberapa kekuatan mistik atau spiritual, selalu berada di belakang tokoh-tokoh besar dalam perjalanan sejarah dunia.
Tokoh-tokoh dari alam ghaib tersebut memberikan sekian input kepada seseorang yang telah dipilih sesuai dengan perjalanan takdir dalam ruang dan waktu alam tersebut. Adalah Jonathan Black yang menulis buku yang berjudul The Sacred History: How Angels, Mystic and Higher Intelligence Made our World. Dalam karya tersebut, Jonathan menjelaskan sekian tokoh-tokoh ghaib yang muncul dalam tokoh-tokoh besar di dunia ini. Karena itu, tokoh-tokoh ghaib tersebut membimbing atau memberikan informasi ghaib kepada seseorang yang ditugaskan oleh Tuhan atau Dewa-nya.
Dari Higher Intelligence tersebut muncul istilah active intelligence atau creative imagination, sebagaimana dikupas oleh Henry Corbin dalam salah satu karyanya. Konsep-konsep tersebut memang banyak dikaji dalam studi spiritual atau mistik. Sehingga, jarang studi seperti ini muncul dalam ilmu peperangan modern. Kendati demikian, para ahli peperangan tidak dapat menafikan sesuatu yang ghaib dalam setiap perang, baik yang dipercayai oleh lawan maupun kawan.
Karena itu kajian tentang Perang Kosmik akan menggiring kita pada studi metafisika dan filsafat itu sendiri. Henry Corbin menuturkan bahwa filsafat dan pengalaman mistik tidak dapat dipisahkan. Dalam bahasa Corbin (1969: 20): “…a philosophy that does not culminate in a metaphysic of ecstasy is vain speculation; a mystical experience that is not grounded on a sound philosophical education is in danger of degenerating and going astray.”
Kutipan ini memperlihatkan bahwa filsafat dan metafisika selalu terikat antara satu sama lain. Karena istilah pertempuran metafisika yang menjadi dasar kuat dari Perang Kosmik adalah juga perang filsafat. Selama ini, dikesankan bahwa Perang Kosmik seolah-olah hanya untuk membedah persoalan konflik atau perang atas nama agama, sebagaimana terlihat dalam karya Mark Juergensmeyer.
Saat ini, studi tentang penjelasan mengenai kekerasan atas nama agama menjadi begitu menjamur. Seolah-olah agamalah yang paling sering menawarkan spirit dan energi perang.
Padahal, hampir semua perang yang dilakukan di dunia ini berdasarkan suatu keyakinan dalam diri manusia itu sendiri. Karena itu, perang itu sebenarnya lebih banyak didasarkan pada apa yang diyakini dan dipikirkan itu benar, lantas dicari alasan sebanyak-banyaknya untuk memerangi lawan atau musuh. Perang itu untuk membunuh suatu ideologi atau keyakinan yang menopang suatu kekuasaan.
Di situlah ada pesan kosmologis yang kemudian menjadi alat pendukung utama untuk menurunkan tentara ke medan perang. Pesan itu adalah sistem kosmologi di dunia itu cenderung dipahami sebagai hasil dari Higher Intelligence yang mengarahkan manusia untuk menetapkan keputusan agar maju ke medan perang. Para ahli perang pada prinsipnya adalah ahli kosmologis, spiritualis, dan agamis, menurut keyakinannya masing-masing.[]