• Tentang Kami
Thursday, July 3, 2025
SAGOE TV
No Result
View All Result
SUBSCRIBE
KIRIM TULISAN
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Internasional
    • Olahraga
  • Podcast
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Analisis
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Internasional
    • Olahraga
  • Podcast
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Analisis
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result

Siapa Menjabat di Mana?

Sahlan Hanafiah by Sahlan Hanafiah
May 17, 2025
in Artikel
Reading Time: 4 mins read
A A
0
Sahlan Hanafiah

Sahlan Hanafiah. Foto: dok. SagoeTV

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Sahlan Hanafiah.
Staf Pengajar Program Studi Sosiologi Agama UIN Ar Raniry.

Siapa menjabat di mana adalah pertanyaan favorit sebagian besar masyarakat kita. Pertanyaannya memang tidak persis sama, bisa saja bervariasi. Misalnya, masyarakat suka bertanya siapa yang akan diangkat, ditunjuk, dipilih atau dilantik pada posisi tertentu dalam jabatan publik, baik itu di level nasional, provinsi, kabupaten/kota, bahkan kecamatan dan desa.

BACA JUGA

Misteri Lonjakan Kasus HIV di Banda Aceh: Fakta yang Jarang Diketahui!

Talenta Digital dari Dayah: Harapan Baru Ekonomi Aceh

Masyarakat mampu membahas pertanyaan tersebut berminggu-minggu di warung kopi, tempat-tempat keramaian, dan media sosial, tanpa merasa jenuh dan bosan. Puncak rasa ingin tahu berkurang ketika sosok yang menduduki jabatan tertentu telah dilantik.

Mengapa rasa ingin tahu terhadap siapa yang akan menduduki jabatan publik sangat tinggi dalam masyarakat kita? Jawabannya tentu bukan karena masyarakat ingin memantau kualitas kinerja pejabat selama menduduki jabatan, melainkan hendak memastikan apakah mereka memiliki akses terhadap pejabat tersebut setelah dilantik.

Bagi masyarakat, terutama yang memiliki kepentingan langsung atau sering berurusan dengan lembaga publik, akses adalah kunci jika ingin urusannya lancar. Dengan berasumsi, jika pejabat publik yang menduduki jabatan strategis dikenal dan dapat diakses, maka segala urusan akan menjadi lebih mudah.

Kata akses yang sudah sangat sering diucap dan akrab ditelinga, dalam konteks pelayanan publik, memiliki arti tersendiri, tidak sekedar dapat masuk ke kantor, melainkan lebih dari itu, yaitu dapat berkomunikasi langsung, melakukan lobi, kompromi, membujuk, memohon agar mendapat perlakuan istimewa ketika berurusan.

Selain kata akses, masyarakat sering juga menggunakan kata koneksi, kontak dan jaringan. Tiga kata tersebut lebih kurang memiliki makna yang sama, bertujuan mencari penghubung sehingga dapat terhubung dengan pihak-pihak yang bekerja di dalam lembaga publik tersebut atau disebut awak dalam (orang dalam).

Baca Juga:  Kerusakan Lingkungan Siapa Peduli?

Jika tidak ada satupun yang dikenal, maka masyarakat mengekspresikan kekecewaannya dengan kata-kata seperti; ”hana taturi meusidroe” (tidak ada satupun yang kita kenal), “hana koneksi u dalam” (tidak ada koneksi ke dalam) atau ”hana pat tapeugah hai” (tidak ada orang yang dapat kita kasih tahu).

Fenomena ini lazim terjadi di hampir semua sektor, mulai dari politik, ekonomi, pemerintahan, kesehatan, hingga sektor pendidikan. Gambaran di sektor politik dan ekonomi dapat dibaca dari artikel hasil penelitian Edward Aspinall (2009), Combatants to Contractors: The Political Economy of Peace in Aceh.

Dalam artikel tersebut, Aspinall menggambarkan dunia konstruksi yang melibatkan mantan kombatan di Aceh, bagaimana susah senang mantan kombatan mendapatkan pekerjaan konstruksi, yang sekarang lebih popular dengan istilah proyek. Aspinall, dalam artikelnya juga menjelaskan mengapa dunia proyek yang umumnya dipilih oleh mantan kombatan, bukan sektor lain.

Sementara dalam bidang pendidikan dapat dilihat pada saat pendaftaran siswa atau mahasiswa baru, khususnya di lembaga pendidikan favorit. Saat di mana orang tua sibuk mencari akses, kontak, koneksi, atau jaringan sehingga dapat terhubung dengan penentu kebijakan yang dapat mempengaruhi, membantu meluluskan anak, ponakan atau anak dari saudara dekatnya ke sekolah-sekolah pilihan.

Begitu pula, praktek mencari akses, koneksi, kontak atau jaringan juga terjadi di wilayah kesehatan. “Soena muturi di rumoh saket” (Siapa yang kita kenal di rumah sakit) adalah pertanyaan spontan yang muncul ketika sanak keluarga mengalami masalah kesehatan dan harus di rawat di rumah sakit.

Mengapa praktik-praktik seperti itu terjadi dalam masyarakat kita? Salah satu jawaban umum yang sering diberikan adalah karena kualitas pelayanan publik kita masih sangat rendah.

Namun para ilmuan sosial melihat, memperbaiki kualitas pelayanan publik saja tidak cukup dan tidak akan menjawab persoalan. Mereka melihat, masalahnya terletak pada sistem, struktur, dan budaya patrimonialisme dan klientelisme yang telah mengakar kuat, khususnya dalam politik dan tatanan pemerintahan.

Baca Juga:  Mendagri Tiba di Aceh untuk Pelantikan Muzakir Manaf dan Fadhlullah

Politik patrimonialisme dan klientelisme yang saat ini dipraktekkan secara massif telah meracuni mentalitas masyarakat secara keseluruhan dalam berinteraksi.

Salah satu ciri politik patrimonial adalah kekuasaan dan keputusan terletak di tangan pejabat, bukan berdasarkan aturan atau sistem yang telah diatur.

Karena itu, masyarakat memandang, kenal atau dekat dengan seorang pejabat di lembaga publik tertentu sangatlah penting dan menentukan kehidupan mereka.

Sementara klientelisme adalah praktis yang dalam tulisan saya sebelumnya diistilahkan dengan ”natulak natarek”. Yaitu praktik mengambil keuntungan ekonomi atau bentuk lain dalam politik elektoral.

Contoh sederhana, politisi memberikan sesesuatu kepala pemilih dengan harapan mendapat suara. Sebaliknya, pemilih memberikan suaranya kepada politisi tertentu dengan harapan mendapat imbalan. Praktik klientelisme saat ini tentu sangat canggih dan beragam.

Situasi semakin akut ketika tingkat literasi dan daya kritis masyarakat sangat rendah. Situasi tersebut membuat masyarakat tidak berdaya menempuh jalur formal, mengikuti aturan yang berlaku.

Masyarakat dengan tingkat literasi rendah lebih memilih jalur-jalur informal, melalui pintu belakang, melakukan kompromi dan deal dengan cara traksaksional. Meskipun harus mengeluarkan biaya, mereka memandang cara tersebut lebih cepat dan tidak rumit.

Barangkali sebagian masyarakat telah terbiasa dan tidak merasa terganggu dengan sistem patrimonial dan klientelisme yang berlaku saat ini. Kalimat seperti, “chit ka lagenyan, soe yang duk di sinan, jih yang mat kuasa” (ya memang seperti itu, siapa yang menjabat, maka dia yang berkuasa). Namun disadari atau tidak, sistem tersebut telah mencederai rasa keadilan masyarakat yang tidak memiliki akses ke lembaga publik.

Sistem tersebut juga menguras energi masyarakat, di mana masyarakat selalu dalam posisi harus memastikan  memiliki akses ke lembaga publik jika ingin kebutuhan hidupnya terjamin.

Baca Juga:  Asesor LAMDIK Lakukan Asesmen Lapangan Magister PAI Universitas Islam Aceh

Akibatnya, masyarakat menjadi sangat politis dan pragmatis dalam arti negatif. Artinya, sistem tersebut menempatkan masyarakat dalam posisi bertarung satu sama lain dalam mencari pengaruh dan sandaran dalam arena publik. Padahal semua masyarakat memiliki hak mendapatkan pelayanan yang sama tanpa perlu melobi pejabat publik.

Aceh sebenarnya memiliki kesempatan membangun sistem politik yang bersih dari intrik dan transaksi, di luar sistem politik patrimonialisme dan klientelisme. Dengan kewenangan yang luas, pengalaman elit Aceh menetap puluhan tahun di negara maju, dan kehadiran partai politik lokal, kesempatan membangun sistem baru yang tidak bergantung pada sosok siapa yang menjabat sangat terbuka lebar.

Namun sayangnya kesempatan tersebut tidak diambil, terutama pada fase awal paska perjanjian Helsinki, saat spririt perjuangan masih membara, saat Aceh maju bermartabat masih menjadi slogan kampanye. Sekarang kelihatannya sudah agak terlambat, karena sebagian besar telah merasakan nikmatnya demokrasi patrimonial, sebuah sistem yang menempatkan pejabat sebagai panglima.

Tags: acehEksekutifKampanyeKesejahteraanKombatanMoU HelsinkiPejabatpolitik
ShareTweetPinSend
Seedbacklink
Sahlan Hanafiah

Sahlan Hanafiah

Sahlan Hanafiah adalah Penggerak "Rumoh NekNyah" di Ulee Glee Pidie Jaya, Aceh.

Related Posts

Misteri Lonjakan Kasus HIV di Banda Aceh Fakta yang Jarang Diketahui!
Artikel

Misteri Lonjakan Kasus HIV di Banda Aceh: Fakta yang Jarang Diketahui!

by SAGOE TV
July 3, 2025
Talenta Digital dari Dayah: Harapan Baru Ekonomi Aceh
Artikel

Talenta Digital dari Dayah: Harapan Baru Ekonomi Aceh

by SAGOE TV
July 1, 2025
Dua Dekade Damai Aceh
Artikel

Dua Dekade Damai Aceh

by SAGOE TV
June 27, 2025
Meninjau Kembali Wewenang Pemerintahan Daerah dalam Bingkai Otonomi dan Efektivitas Pelayanan Publik
Artikel

Meninjau Kembali Wewenang Pemerintahan Daerah dalam Bingkai Otonomi dan Efektivitas Pelayanan Publik

by SAGOE TV
June 3, 2025
Rukok Linto Hari Tanpa Tembakau Sedunia
Artikel

Rukok Linto

by SAGOE TV
May 31, 2025
Load More

POPULAR PEKAN INI

Reuni Alumni Jeumala 2003 di Pantai Riting: Semangat Kekompakan Tak Pernah Luntur

Reuni Alumni Jeumala 2003 di Pantai Riting: Semangat Kekompakan Tak Pernah Luntur

June 28, 2025
Potensi Migas Aceh Masih 9 Miliar Barrel, Samalanga Masuk Lokasi Strategis

Potensi Migas Aceh Masih 9 Miliar Barrel, Samalanga Masuk Lokasi Strategis

July 2, 2025
Eks Panglima GAM Sabang Harap Tengku Jamaica Wakili Aceh di Kementerian

Eks Panglima GAM Sabang Harap Tengku Jamaica Wakili Aceh di Kementerian

June 27, 2025
Sekwil MUNA Kota Ajak Jamaah Majelis Zikrullah Perkuat Iman dan Waspada Pendidikan Tanpa Sanad

Sekwil MUNA Kota Ajak Jamaah Majelis Zikrullah Perkuat Iman dan Waspada Pendidikan Tanpa Sanad

July 2, 2025
Mayor Pnb Eri Nasrul, Putra Aceh Penerbang F-16 yang Bersiap Terbangkan Jet Tempur Rafale

Mayor Pnb Eri Nasrul, Putra Aceh Penerbang F-16 yang Bersiap Terbangkan Jet Tempur Rafale

June 30, 2025
Pangdam IM Pimpin Sertijab, Letkol Inf Faisal Resmi Jabat Dandeninteldam IM

Pangdam IM Pimpin Sertijab, Letkol Inf Faisal Resmi Jabat Dandeninteldam IM

June 30, 2025
Ngopi Bareng Tokoh GAM dan Intel, Kisah di Tengah Konflik Aceh

Ngopi Bareng Tokoh GAM dan Intel, Kisah di Tengah Konflik Aceh

June 29, 2025
Wali Nanggroe Menjaga Marwah Adat, Merawat Masa Depan Budaya Aceh

Wali Nanggroe (Bagian I): Menjaga Marwah Adat, Merawat Masa Depan Budaya Aceh

July 2, 2025
Universitas Syiah Kuala Kukuhkan 4 Guru Besar, Prof Sri Wahyuni hingga Prof Cut Soraya

Universitas Syiah Kuala Kukuhkan 4 Guru Besar, Prof Sri Wahyuni hingga Prof Cut Soraya

June 30, 2025

EDITOR'S PICK

Pj Gubernur Aceh Hadiri Pelantikan Anggota DPRA 2024-2029, Sampaikan Terima Kasih kepada Dewan Periode Lalu

Pj Gubernur Aceh Hadiri Pelantikan Anggota DPRA 2024-2029, Sampaikan Terima Kasih kepada Dewan Periode Lalu

September 30, 2024
Magister Sosiologi Unimal Akreditasi Unggul

Magister Sosiologi Unimal Akreditasi Unggul

August 20, 2024
Salah Baca Langkah Cina, Visi Global 2021 Runtuh

Interupsi Epistemologis Pikiran Saintifik Hawking

March 20, 2025
Strategi Ekonomi Aceh: Optimalisasi Potensi Lokal dan Ekspansi ke Pasar Global (bagian 2)

Strategi Ekonomi Aceh: Optimalisasi Potensi Lokal dan Ekspansi ke Pasar Global (bagian 2)

March 5, 2025
Seedbacklink
  • Redaksi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Iklan
  • Aset
  • Indeks Artikel

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.

No Result
View All Result
  • Artikel
  • News
  • Biografi
  • Bisnis
  • Entertainment
  • Kesehatan
  • Kuliner
  • Lifestyle
  • Politik
  • Reportase
  • Resensi
  • Penulis
  • Kirim Tulisan

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.