Oleh: Burhan Anshari
Analis Geopolitik Timur Tengah, pernah bekerja pada Kedubes Indonesia di Tehran, Iran.
Dalam permainan bola, strategi fullback adalah strategi paling ampuh dilakukan ketika berhadapan dengan lawan yang lebih tangguh dan kuat, strategi ini dilakukan dengan cara bertahan selama mungkin dan sekuat mungkin jangan sampai kebobolan sembari cerdas dan cepat melihat timing yang tepat untuk melakukan serangan balik yang mematikan, yaitu saat lawan lengah dan lelah untuk melakukan serangan.
Agaknya inilah strategi yang sedang dijalankan pejuang Palestina Hamas di Jalur Gaza ketika berhadapan dengan Israel saat ini. Mereka terus bertahan sekuat dan selama mungkin, belajar menguasai medan, cerdas melihat terobosan-terobosan, membangun penguasaan tim, sehingga pada saat yang tepat melakukan serangan balik dengan kekuatan penuh.
Ada yang mengatakan cara-cara yang dilakukan Hamas ini dengan mempertaruhkan rakyat sipil sebagai tameng, lambat laun akan menyudutkan Hamas sendiri, tidak sedikit isu-isu yang berkembang yang menyatakan bahwa operasi Badai Al-Aqsa 7 Oktober lalu sebenarnya adalah by design oleh Israel sendiri yang bekerjasama dengan Hamas untuk menguasai Gaza.
Operasi itu dilakukan untuk menjadi justifikasi pasukan Israel melakukan penyerangan ke Gaza dan menguasai Gaza. Ini terbukti saat Hamas melalukan operasi itu, banyak sekali pos-pos penjagaan Israel yang lengang dan kosong seperti tanpa penjagaan, sehingga Hamas pun dapat dengan mudah dan cepat melakukan operasinya. Semua premisnya tergabung dengan sempurna.
Namun benarkan demikian? Yang patut kita perhatikan adalah strategi fullback yang sangat cerdas yang sedang dijalankan oleh Hamas, mereka bertahan cukup lama untuk membangun kondisi di Gaza baik material maupun psikologis “terbelakang”.
Betapa tidak, untuk memenuhi penghidupan yang layak, pemenuhan kebutuhan pokok, listrik, air, bahan makanan dll, selain pintu perbatasan Rafah Mesir menjadi jembatan, keluar dari Gaza dan merantau ke kota-kota besar yang diduduki Israel adalah pilihan tanpa pilihan.
Keadaan ini membuat lawan mengira kondisi Gaza benar-benar telah mencapai titik yang sangat memprihatinkan dan tidak tertolong, wajar penjagaan dan pos-pos pemeriksaan Israel menjadi pekerjaan yang sangat membosankan.
Tidak hanya bagi lawan, bahkan demikian pula dengan kawan, mereka mengira ide-ide Palestina merdeka telah mati dan tidak mungkin lagi bisa dipertahankan, sehingga tidak heran kita mendengar upaya normalisasi hubungan yang ditawarkan oleh Barat antara Israel dengan negara-negara Timur Tengah dengan cepat saja dijawab positif, beberapa negara bahkan secara resmi telah mengakui dan membuka Kedutaan Besar Israel di negaranya dan merayakannya.
Indonesia jika bukan karena amanat UUD 1945, dan solidaritas umat Islam Indonesia terhadap posisi Palestina sebagai salah satu negara paling awal yang mengakui kemerdekaan Indonesia, sudah pasti akan ikut manut juga dengan narasi yang dibangun tersebut. Betapa tidak, sejumlah tokoh nasional baik politik maupun agama telah mendapat undangan resmi dari pemerintah Israel untuk melihat sisi luar yang telah dipersiapkan di Israel.
Lantas, benarkah narasi yang dibangun bahwa operasi Hamas sebenarnya adalah by desain oleh Israel sendiri? Hemat penulis narasi tersebut tidak lain diciptakan pertama untuk menutupi kebobolan intelijen Israel, kedua untuk menjauhkan umat Islam dari satu-satunya api perjuangan kemerdekaan yang masih tersisa di Palestina, yaitu Gaza.
Buktinya, saban hari Angkatan Udara Israel tidak hentinya melakukan serangan yang mengincar pusat-pusat sipil Palestina di Gaza sebagai sasaran daripada berhadapan langsung dengan militer Hamas secara jantan face to face.
Pernyataan militer Israel sejak 15 Oktober lalu yang akan melakukan serangan Darat ke Gaza sampai saat tulisan ini dibuat tidak kunjung dilakukan. Militer Israel hanya mencukupkan dengan menyasar lokasi-lokasi yang sengaja dipilih sebagai tempat berkumpul sipil paling banyak di Gaza untuk dihabisi, apartemen, jalur lalu lintas utama, bahkan kasus terakhir yang paling sadis dan memilukan serta membuka mata dunia tanpa mengenal sekat ideologi dan agama; pemboman yang dilakukan Angkatan Udara Israel atas salah satu Rumah Sakit di Gaza yang menewaskan sedikitnya 470 orang seketika. Sebuah bencana kemanusiaan paling parah abad ini.
Walaupun peristiwa ini sangat mengguncang kejiwaan dan rasionalitas kemanusiaan, namun tetap saja cinta membutakan mata akal dan mata batin sebagian besar orang khususnya pemimpin Amerika Serikat dan Eropa. Mereka percaya saja narasi bohong yang dibangun berikutnya untuk menutupi kebohongan sebelumnya bahwa peristiwa tersebut dilakukan by design oleh Hamas, mereka berfikir narasi tersebut masih relevan dibangun untuk semakin menyudutkan Hamas sebagai teroris, padahal bukti tidak dapat ditolak terdapat video operasi Jet tempur Israel yang sempat meninggalkan jejak saat bom itu dijatuhkan.
Upaya-upaya ini masih terus dilakukan Israel dan disebutkan bagian desain yang telah dibangun dengan Hamas, padahal tindakan tersebut lahir tidak lain adalah untuk menutupi malu Zionis Israel di mata dunia sebagai kekuatan yang katanya terkuat nomor 4 dunia, serta untuk membangun kembali solidaritas intern Israel sendiri yang kian hari kian rapuh.
Ibarat seseorang yang sebenarnya lemah, ketika marah kepada seseorang yang ternyata lebih kuat, maka ketika dia tidak berani berhadapan langsung dengan orang tersebut, barang-barang yang berkaitan dengan orang tersebutlah yang menjadi sasaran. Dalam ilmu Psikologi orang yang seperti ini disebut sebagai Mental Intermittent Explosive Disorder , daripada dia bersabar, berbenah, muhasabah dan memperbaiki diri, lebih baik menghancurkan barang-barang yang berhubungan dengan orang yang bersangkutan, berharap orang tersebut bertekuk lutut dan menyerah dengan sendirinya.
Apakah ini dibenarkan? Ahli psikologi menyebut hal ini sebagai masalah kesehatan mental yang bisa membahayakan orang lain. Banyak kasus KDRT berawal dari masalah ini, karena akibatnya pelaku menjadi mudah marah, pikiran kacau, mengancam keselamatan orang lain.
Lantas Bagaimana jika orang tersebut adalah instusi negara yang memimpin banyak orang seperti Israel saat ini?