Oleh: Arfiansyah.
Dosen Sosiologi UIN Ar-Raniry.
Bang Ilman, atau Jreng, begitu saya memanggilnya sejak jaman S1 dulu. Dia lahir dan besar di perkampungan kebun kopi, desa Bener Pepangi, dekat dengan perbatasan Bener Meriah dan Aceh Utara saat ini. Masa kanak-kanak hingga remaja dia habiskan di kampung halaman dan kemudian pindah ke Takengon untuk bersekolah di MAN 1, Takengon.
Kami mulai dekat semenjak dia mulai mendaftar perkuliahan S1. Dia mendaftar Kedokteran Hewan sebagai pilihan pertamanya. Waktu itu, saya dan kawan-kawan menyepelekannya dan memprediksi dia tidak akan tembus ke salah satu jurusan favorit di USK waktu itu. Kami berpikir latar belakang pendidikannya dari MAN 1 tidak cukup mendukung untuk kuliah di jurusan tersebut yang didominasi oleh mahasiswa dari luar Aceh. Apalagi, waktu itu kami tidak menemukan sama sekali kawan-kawan dari MAN 1 Aceh Tengah yang berkuliah di jurusan kompetitif di USK. MAN 1 hanya memiliki tradisi tembus di IAIN (UIN saat ini). Namun dia membuktikan kami salah. Dia mendapatkan apa yang dia inginkan sebagai pilihan pertama.
Selama perkuliahan, saya sering main ke kosnya. Di akhir masa perkuliahannya, kami tinggal bersama. Waktu itu dia sedang berjuang menyelesaikan S1 nya yang sudah lebih dari 6 tahun di Kedokteran Hewan USK. Sementara saya sudah bekerja di kampus dan baru menyelesaikan S2. Meski begitu, usia kami hanya berpaut 1 tahun. Karena keadaan ekonomi keluarga, dia lama menyelesaikan perkuliahannya. Kehidupannya sangat terbatas. Pakaiannya hanya beberapa pasang saja. Semua pakaiannya terlihat pudar dan lusuh Karena semua dapat giliran dipakai 2 kali dalam seminggu. Tapak dan kulit sepatu kuliahnya sudah pecah-pecah. Dan sendal favoritnya adalah sendal jepit, swallow. Sering sekali dia tidak memiliki uang saku dan berharap pada kemurahan hati teman dan sepupu.
Tapi dia adalah lelaki yang sangat kuat dan tangguh. Kehidupannya yang di bawah kategori pas-pasan, semakin menumbuhkan mimpi dan memupuk semangatnya untuk berjuang dan bekerja keras. Beragam usaha dia kerjakan ketika masih berkuliah. Mulai dari berternak ikan Lele di samping kosnya, yang sering kami “pancing [curi] ketika dia berkuliah hingga berjualan apa saja yang menurutnya halal.
Ketika tamat kuliah, dia mengatakan akan ke Jakarta, bekerja di klinik seniornya. Modal dia pergi waktu itu hanya 1.5 juta. Selebihnya adalah kepercayaan pada Tuhan dan keberanian menghadapi ibu kota. Bertahun-tahun uang hasil kerja kerasnya dia simpan hingga menunggu waktu yang tepat untuk digunakan. Pandemi pun datang. Dengan uang tabungannya, dia membeli properti yang dijual dengan harga sangat miring. Awalnya dia beli 2 ruko untuk dijadikan klinik veteriner.
Dengan klinik barunya, dia mengajak dokter hewan yang baru selesai yang Kebanyakan dari Aceh. Persis seperti dia dulu diajak oleh seniornya. Bagi dia, selain membantu usahanya, ajakan itu juga untuk membalas jasa orang-orang yang membantunya dulu dengan melakukan hal yang sama kepada orang lain. Itu adalah ucapan terima kasih yang tak terperi. Hanya perbuatan yang bisa memaknai dalam dan tulusnya terima kasih itu. Hanya melakukan hal yang sama, dia berharap pahala kebaikan yang dilakukan akan mengalir kepada senior-senior dan orang lain yang membantunya dulu.
Setelah membeli ruko, dia kemudian membeli rumah. Pada pasaran normal, rumah itu seharga 5 Miliar. Namun karena pandemi yang tak kunjung berakhir, harganya tidak lagi miring, tapi terbalik jatuh. Dia pindahkan keluarganya dari ruko ke rumah barunya.
Kemudahan rezeki yang dia dapat di ibukota semakin membuatnya sadar dari mana dia berasal. Tanggung jawab sosialnya semakin tinggi terhadap keluarga besarnya dan kawan-kawannya. Dia merawat dan membiayai pengobatan abang kandungnya yang menderita sakit mental. Dia mencarikan tempat nyaman dan bagus untuk perawatan yang dia temukan di Batam. Dia kunjungi Batam sebulan sekali dan mengirim semua biaya yang diperlukan. Dia membawa ibunya umrah dan membangun rumah permanen baru untuknya. Sering dia membantu saudara kandung dan sepupunya yang lain. Dia mengambil tanggung jawab, dan peran tulang punggung untuk keluarga besar. Dia berusaha sebaik mungkin untuk tidak terlibat masalah dengan siapa pun, terutama keluarga besarnya di kampung yang dia tahu akan merawat ibu dan saudara-saudara kandungnya ketika dia tidak berada bersama mereka.
Dia menjadi contoh dan inspirasi untuk keponakannya tentang arti kerja keras, dedikasi, dan komitmen mewujudkan mimpi, perjuangan dan ketangguhan hidup. Masa lalu yang penuh penderitaan, berjalan dengan pakaian lusuh, sering tidak memiliki uang di kantong, menumpang kos dan makan, bahkan menumpang kendaraan untuk pulang kampung bukan alasan untuk menguburkan ambisi dan mimpi masa depan. Salah seorang keponakannya bahkan ingin memiliki profesi seperti dia, menjadi dokter hewan, dan bekerja dan belajar dengannya.
Ketika dia mendapatkan kemudahan rezeki, dia membayar semuanya. Sebelum dia umrah dia menelpon saya, mengatakan “ustaz nya mengatakan semua hutang harus dibayar lunas sebelum umrah. Jamaah harus terbebas dari semua hutang dunia karena kita tidak tahu kapan usia tiba”. Tentunya saja saya bingung karena tidak pernah merasa memberikan hutang kepadanya. Ternyata dia menganggap tinggal dan makan minum gratis bersama saya selama 2 tahun dia anggap dan ingat sebagai hutang dan masih mengingatnya setelah 20 tahun berlalu.
Untuk kawan-kawan dan juniornya, dia selalu memberikan kesempatan untuk bekerja bersamanya. Orang-orang itu kemudian mendapatkan pendapatan yang cukup dari kesempatan yang dia berikan. Pernah katanya, ada orang yang kurang dia kenal menawarkan membuka toko Online untuk veteriner. Awalnya dia berikan modal kecil dan biarkan orang itu berkreasi dan berinovasi. Dia tidak mengintervensi. “pada tangan yang tepat usaha apa pun akan maju, tidak perlu ijazah yang penting passion, dedikasi dan komitmen,” ujarnya. Menceritakan sejarah awal mula toko onlinenya yang waktu itu memiliki pemasukan puluhan juta sebulan. Tentu saja ada yang orang yang gagal setelah dia beri kesempatan, “kita hanya perlu bersabar dan menanti. Tidak semua orang yang punya mimpi besar memiliki tekat yang sama besarnya. Mungkin karena kemudian dia temukan itu bukan dunianya. Tapi kita sudah membantu dia memberi tau dunia berada di mana, ” lanjutnya waktu itu.
Pagi hari jam 9, tanggal 24 Feb 2024 lalu, dia dipanggil yang Maha Memiliki untuk kembali. Dia meninggalkan dua orang anak yang masih kecil dan meninggalkan contoh perjuangan, keberanian, ketangguhan, tanggung jawab, dan kepedulian tanpa pamrih. Dia meninggalkan kebaikan yang berbekas untuk orang-orang yang bisa dia sentuh dan jangkau langsung. “berbuat baik pada orang-orang yang mampu dijangkau saja. Tidak perlu luas dan muluk. Orang sekitar kita adalah fokus kebaikan pertama kita, yang kita mampu jangkau saja. Sedikit tapi real dan berdampak” begitu katanya suatu hari di Jakarta. Tentu saja, dia memiliki kesalahan yang dilakukan sengaja atau tidak, semoga handai tolan dan kawan-kawannya mampu memaafkannya.