SAGOETV | BANDA ACEH – Akademisi Universitas Syiah Kuala, Dr M Adli Abdullah, menyoroti tantangan terbesar yang dihadapi Pemerintah Aceh dalam pengelolaan sumber daya alam. Hal ini sebagaimana disampaikannya dalam Podcast di SagoeTV pada Kamis (6/3/2025).
Adli menekankan bahwa Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) harus berfungsi secara optimal. BPMA, menurutnya, harus diisi oleh individu yang berpikir strategis demi masa depan Aceh agar sumber daya gas dapat dikelola secara mandiri untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Aceh memiliki potensi besar dalam sektor energi, namun pengelolaannya harus dilakukan dengan visi yang jelas. Jika tidak, kita hanya akan menjadi penonton di tanah sendiri,” ujar Adli Abdullah.
Aceh sebelumnya mendapatkan hak bagi hasil dari eksploitasi gas berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2015. Namun, pemanfaatan gas tersebut masih menjadi perdebatan, terutama terkait apakah akan dipipanisasi langsung ke Medan atau Jakarta, atau dikelola secara mandiri untuk ekspor melalui Sabang atau pemanfaatan dalam negeri di Lhokseumawe.
Adli menekankan bahwa pemerintah dan para pemimpin Aceh harus mencontoh langkah-langkah strategis yang dilakukan oleh para pendahulu, seperti Muzakir Walad yang berhasil memperjuangkan berdirinya PT Arun di masa lalu. Menurutnya, perjuangan Aceh dalam memperoleh hak bagi hasil migas membutuhkan keteguhan dan strategi negosiasi yang kuat dengan pemerintah pusat.
“BPMA tidak boleh hanya menjadi lembaga administratif yang pasif. Harus ada upaya nyata agar gas Aceh dapat memberikan manfaat maksimal bagi rakyat Aceh,” kata Adli.
Dengan skema bagi hasil 70:30 atau 30:70, tergantung pada lokasi eksplorasi, Aceh memiliki peluang besar untuk mandiri secara ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang tegas dan kepemimpinan yang visioner untuk memastikan bahwa potensi tersebut benar-benar memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat Aceh. [MM]