SAGOETV | BANDA ACEH – Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR Aceh, Arif Fadillah, membagikan kisah inspiratif perjalanannya dari kehidupan sederhana hingga menjadi politisi terkemuka dalam sebuah podcast yang ditayangkan SAGOETV, Sabtu (21/6/2025).
Podcast yang dipandu oleh CEO SAGOETV, Dr. Mukhlisuddin Ilyas, M.Pd, juga mengupas sejumlah isu strategis menyangkut masa depan Aceh, seperti kelanjutan Dana Otonomi Khusus (Otsus), sengketa empat pulau di Aceh Singkil, hingga arah revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Dalam dialog tersebut, Arif—yang juga menjabat Sekretaris DPD Partai Demokrat Aceh—menjelaskan beberapa pasal penting yang diajukan untuk direvisi demi memperkuat kewenangan Aceh, terutama dalam hal pengelolaan sumber daya alam, dana Otsus, hingga regulasi zakat sebagai pengurang pajak.
“Revisi ini bukan untuk melemahkan UUPA, justru memperkuat posisi Aceh dalam bingkai NKRI,” tegasnya.
Pasal-Pasal Diusul Revisi
Berikut sembilan poin utama revisi UUPA yang disampaikan Arif Fadillah yaitu, Pasal 7: Hubungan kewenangan antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat. Pasal 11: Penetapan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK), Pasal 160: Pengelolaan sumber daya alam, termasuk migas dan hasil laut.
Selanjutnya. Pasal 165: Kewenangan dalam bidang perdagangan daerah, Pasal 183: Penegasan persentase Dana Otsus (yang akan berakhir 2027). Ada Pasal 192: Zakat sebagai pengurang pajak (penguatan regulatif), Pasal 235: Kekuatan hukum Kanun Aceh dan pembentukan APBA, Pasal 270: Peraturan pelaksana UUPA serta Tambahan Pasal 251A: Pembagian pendapatan wilayah laut 12 mil.
Proses revisi ini melibatkan semua elemen, termasuk melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Focus Group Discussion (FGD) bersama 23 kabupaten/kota di Aceh. Universitas Syiah Kuala turut dilibatkan sebagai mitra akademik dalam menyusun naskah akademik dan daftar isian masalah (DIM). Draf usulan saat ini sudah diajukan ke Kemendagri, Kemenkeu, dan Kemenhan.
Empat Pulau Kembali ke Aceh
Dalam podcast tersebut, Arif juga menyoroti pentingnya tindak lanjut pasca kembalinya empat pulau sengketa—Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang—ke wilayah Aceh. Ia menilai, langkah pembangunan infrastruktur dasar dan pengembangan zona perbatasan harus segera dilakukan.
“Kalau tidak ditindaklanjuti, masyarakat bisa menganggap ini hanya gimmick politik,” ujarnya.
Arif mengisahkan masa sulit yang pernah dilaluinya, termasuk menjadi tukang becak setelah konflik Aceh. Namun, perjuangan dan konsistensinya mengantarkannya menjadi Ketua DPRK Banda Aceh periode 2014–2019.
Di bawah kepemimpinannya, PAD Banda Aceh meningkat dari Rp49 miliar menjadi Rp297 miliar, serta angka kemiskinan menurun dari 7,6 persen ke 4,8 persen. Ia juga mendorong percepatan pembangunan dan peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM).
Arif berharap Gubernur terpilih Mualem – Dek Fadh mampu memimpin Aceh secara inklusif, merangkul semua kalangan—baik dari partai lokal maupun nasional. Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk membangun Aceh secara berkelanjutan.
“Aceh tidak bisa dibangun oleh satu kelompok saja. Harus bersama,” katanya.Menutup perbincangan, Arif menyampaikan pesan damai untuk seluruh masyarakat Aceh:
“Sudah 20 tahun kita hidup dalam damai. Jangan saling curiga lagi. Bangun Aceh dengan niat baik dan kebersamaan.” []
Lebih lanjutkan simak link berikut ini :