BANDA ACEH – Gubernur Aceh resmi menerbitkan Instruksi Gubernur Aceh Nomor 01 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Shalat Fardu Berjamaah bagi Aparatur Negara dan Masyarakat serta Pelaksanaan Mengaji di Satuan Pendidikan. Penerbitan instruksi ini berlangsung dalam acara penutupan Aceh Ramadan Festival 2025, Minggu (16/3/2025) malam, di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, dan bertepatan peringatan Nuzulul Quran 17 Ramadhan 1446 H.
Dalam sambutannya, Gubernur Aceh menegaskan bahwa instruksi ini bertujuan memperkuat nilai-nilai keislaman dalam kehidupan masyarakat Aceh. Ia berharap kebijakan ini dapat diterapkan dengan baik di semua instansi pemerintah dan lembaga pendidikan.
“Instruksi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Shalat berjamaah dan mengaji merupakan bagian penting dalam membangun karakter Islami masyarakat Aceh,” ujar Gubernur.
Pada kesempatan tersebut, Gubernur juga menutup secara resmi Aceh Ramadan Festival 2025, yang menghadirkan berbagai kegiatan keagamaan, perlombaan, serta program sosial sepanjang bulan suci Ramadan.
Selain mencanangkan instruksi shalat berjamaah dan mengaji, Gubernur juga memperkuat program Gerakan Aceh Berwakaf. Program ini bertujuan menggalang wakaf dari masyarakat untuk kepentingan umat dan mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk lembaga perbankan dan tokoh masyarakat.

Sebagai simbolisasi pencanangan instruksi gubernur, dokumen instruksi diserahkan kepada para bupati dan wali kota se-Aceh. Wali Kota Subulussalam menjadi perwakilan pertama yang menerima dokumen tersebut.
Penyerahan Replika Mushaf
Acara ini juga ditandai dengan penyerahan replika Mushaf Baiturrahman Aceh oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia kepada Gubernur Aceh. Mushaf ini merupakan hasil karya 30 kaligrafer Aceh yang menulis 30 juz Al-Qur’an dalam waktu 12 hari, sejak 5 hingga 16 Maret 2025.
Menurut keterangan dalam acara tersebut, mushaf asli ditemukan pada tubuh Imam Masjid Raya yang syahid dalam perang pertama Aceh melawan Belanda pada 26 Maret 1873. Saat ini, mushaf asli masih tersimpan di Belanda.
Acara penutupan ditutup dengan doa bersama dan pembacaan Surah Al-Fatihah untuk mengenang para syuhada Aceh. Kegiatan berakhir dengan sesi foto bersama Gubernur Aceh, Wakil Gubernur, para bupati, wali kota, serta tamu undangan lainnya.
Dalam instruksi tersebut, Gubernur menekankan pentingnya shalat berjamaah bagi aparatur negara dan masyarakat. Salah satu ketentuannya adalah penghentian semua aktivitas saat azan berkumandang, kecuali untuk layanan darurat dan kemanusiaan seperti kesehatan. Instansi pemerintah, lembaga swasta, serta badan usaha juga diwajibkan menyediakan fasilitas shalat berjamaah.
Aparat pengawasan Syariat Islam, seperti Satpol PP dan Wilayatul Hisbah (WH), dengan dukungan Polri dan TNI, akan mengawasi pelaksanaan instruksi ini. Pimpinan instansi dan lembaga bertanggung jawab atas kepatuhan terhadap kebijakan ini. Bagi instansi atau badan usaha yang tidak mematuhi, sanksi akan diberlakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, termasuk evaluasi izin usaha bagi pelaku usaha.
Instruksi ini juga mengatur penghormatan bagi masyarakat non-Muslim, yang diharapkan menghargai aturan tersebut tanpa ada kewajiban untuk mengikutinya. Selain itu, semua aktivitas di Aceh diwajibkan berhenti menjelang waktu shalat Jumat hingga ibadah selesai, kecuali untuk layanan darurat dan kemanusiaan.
Selain kewajiban shalat berjamaah, instruksi ini menegaskan pembiasaan membaca Al-Qur’an di lingkungan pendidikan. Setiap jenjang pendidikan formal diwajibkan mengadakan pengajian Al-Qur’an selama 15 menit sebelum pembelajaran dimulai. Sekolah juga diwajibkan menyediakan mushaf Al-Qur’an serta mengadakan kursus mengaji bagi siswa yang belum mampu membaca Al-Qur’an.
Kepala satuan pendidikan bertanggung jawab untuk memantau dan mengevaluasi kemampuan membaca Al-Qur’an siswa, dengan dukungan aktif dari orang tua atau wali murid.
Pemerintah Aceh berharap instruksi ini semakin menanamkan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Kebijakan ini juga bertujuan memperkuat syiar Islam, membentuk karakter Islami generasi muda, serta menegakkan Syariat Islam secara lebih menyeluruh di Aceh. []