• Tentang Kami
Wednesday, November 5, 2025
SAGOE TV
No Result
View All Result
SUBSCRIBE
KIRIM TULISAN
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Internasional
    • Olahraga
  • Podcast
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Analisis
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Internasional
    • Olahraga
  • Podcast
  • Bisnis
  • Biografi
  • Opini
  • Analisis
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result

Manusia dan Kerusakan Lingkungan

Sulaiman Tripa by Sulaiman Tripa
March 20, 2025
in Artikel
Reading Time: 4 mins read
A A
0
sulaiman tripa

Dr Sulaiman Tripa

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Sulaiman Tripa.
Dosen FH Unsyiah, Kopelma Darussalam, Banda Aceh.

Setiap memperingati hari bumi, ada satu hal krusial yang sering didiskusikan, yakni mengenai keberadaan manusia dengan segenap kebutuhan sumber dayanya. Hal ini tentu tidak sederhana, karena bertambahnya penduduk dengan berlipat ganda. Kemarin dalam kolom ini, saya sebut betapa pertambahan penduduk sangat luar biasa dalam setengah abad terakhir.

Pertambahan penduduk dengan berlipat ganda ini bisa kita lihat dalam pertambahan penduduk yang terjadi dari tahun ke tahun. Penduduk dunia, kini sudah lebih 7 miliar. Pada tahun 2025 diperkirakan penduduk mencapai 8,3 miliar. Tahun 800 SM, penduduk dunia hanya 5 juta. Tahun 1650 sudah mencapai 500 juta. Angka 1 miliar didapat sejak 1830. Satu abad kemudian (1930), penduduk bumi mencapai 2 miliar. Hanya berselang 30 tahun (1960), sudah mencapai 3 miliar. Lalu berturut-turut 4 miliar (1975), dan 5 miliar (1987).

BACA JUGA

Apakah AI Dapat Disebut sebagai Revolusi Industri 5.0?

Lonjakan Kasus DBD di Banda Aceh, Apa yang Harus Kita Lakukan?

Dengan jelas tergambar, betapa di awal-awal pertambahan penduduk 500 juta harus dilalui dalam waktu 1500 tahun. Namun coba lihat diakhir, pertambahan 1 miliar penduduk dunia hanya berlangsung dalam waktu sekitar 12 tahun saja.

Di Indonesia sendiri, pertambahan penduduk juga luar biasa. Pada tahun 1900, jumlah penduduk Indonesia sejumlah 40 juta. Berturut-turut menjadi 60 juta (1930), 95 juta (1960), 180 juta (1990), 210 juta (2000), 235 (2010), dan diperkirakan pada 2035 sudah mencapai 400 juta.

Tulisan ini tidak ingin melihat lebih jauh dalam perspektif politik dan ideologis, namun difokuskan pada masalah pengaruh budaya konsumtif dalam kerusakan lingkungan.

Dalam konteks politik, bisa jadi ada ketimpangan yang luar biasa sedang berlangsung antara negara maju dengan negara berkembang. Regulasi global lebih banyak ”mengorbankan” negara berkembang demi kepentingan global. Artinya negara berkembang lebih banyak memasang badan untuk menyelamatkan bumi.

Baca Juga:  Filsuf dalam Timbangan Isaiah Berlin

Demikian juga dalam konteks ideologis, misalnya program-program pembatasan ketat penduduk hanya berlaku pada masyarakat ideologi tertentu. Dalam lingkup yang lebih yang lebih luas, konteks ideologi ini juga berhubungan dengan politik demografi global.

Tulisan ini ingin mengenyampingkan persoalan tersebut. Ada kenyataan yang tidak bisa ditepis, bahwa ”ledakan” penduduk sedang terjadi –terlepas apa dan bagaimana diskusi yang berlangsung di belakang proses pelipatgandaan penduduk tersebut.

Bila saja pelipatgandaan ini tidak bersentuhan dengan berbagai aspek lain, maka sungguh ”ledakan” penduduk bukanlah hal yang perlu dicemaskan. Masalahnya adalah, pertambahan penduduk memiliki konsekuensi kepada meningkatnya berbagai kebutuhan bagi manusia dalam kehidupannya. Masalah yang berkaitan dengan tulisan ini lebih khusus, bukan saja pada kebutuhan, tapi pada ’ketamakan’ konsumtif manusia, di mana untuk kebutuhan seorang bisa sebanding dengan puluhan orang lainnya.

Kebutuhan paling penting dalam hidup manusia adalah pangan, sandang, dan papan. Peningkatan penduduk membawa pengaruh langsung terhadap peningkatan kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Sebagaimana kita tahu, bahwa pangan, sandang, dan papan, berkaitan erat dengan kondisi lingkungan.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan, manusia cenderung berperilaku seperti ”catok” (cangkul). Proses pemenuhan kebutuhan ini berlangsung seperti sebuah laga, sebuah tanding yang keinginan akhir adalah dapat memenuhi kebutuhannya secara maksimal. Namun bila dihitung-hitung, kebutuhan maksimal manusia ini lebih kentara berkaitan dengan gaya hidup manusia. Orang berusaha sekuat tenaga bukan karena butuh makan, pakaian, dan tempat tinggal. Semakin banyak orang menginginkan kemewahan karena persoalan ”pertarungan” gaya hidup.

Corak kehidupan manusia seperti ini, hakikat dari mengentalnya budaya konsumtif dalam kehidupan kita. Perilaku seperti inilah yang kemudian akan turut mempercepat proses kerusakan lingkungan. Peningkatan kerusakan akan semakin gila-gilaan dengan semakin meningkatnya orang yang memiliki tingkat konsumtif tinggi.

Baca Juga:  Masjid Cut Meutia Jakarta

Barangkali, disadari atau tidak, betapa banyak orang-orang yang memiliki tabiat makan berlebihan, rumah supermewah, maupun pakaian yang serba mahal. Untuk memasak makanan di restoran seorang berkantong tebal, bisa saja setara dengan kebutuhan orang sekampung. Beriring dengan itu, kebutuhan energi untuk pendingin dan lampu ruangan di rumah mewah, barangkali sebanding dengan kebutuhan listrik orang semukim.

Di samping itu, banyak rumah-rumah besar itu hanya berpenghuni dua hingga empat orang, dengan menghabiskan energi setara dengan kebutuhan pendudukan satu kecamatan. Barangkali sudah dianggap wajar bila kebutuhan satu orang dengan tipe konsumtif, setara dengan kebutuhan banyak orang di sekelilingnya.

Pada akhirnya, penyelamatan lingkungan harus berjalan seiring dengan penataan pola hidup juga. Orang yang mengkampanyekan lingkungan, harus benar-benar berkomitmen tidak melakukan perbuatan yang bisa membawa ke arah yang merusak lingkungan.

Dalam dunia yang didominasi oleh politik hiburan, kenyataan kondisi jiwa yang terbelah sering terjadi. Kampanye lingkungan hidup terus dilakukan dengan melibatkan orang-orang ternama. Kampanye lingkungan disandingkan dengan selebritas. Tidak jarang, orang-orang yang dijadikan simbol kampanye lingkungan, sebenarnya memiliki mental perusak lingkungan yang nomor wahid.

Konsep perusakan lingkungan juga terus didatarkan. Seolah-olah yang termasuk perusak hanya para pelaku saja. Padahal dari bahan yang diproduksi dari sumberdaya lingkungan hidup, akan dipakai oleh manusia kebanyakan.

Di sinilah kaitannya antara budaya konsumtif dan kerusakan lingkungan. Orang-orang yang memiliki kekayaan, mengisi pernak-pernik rumahnya dari sesuatu yang berbahan kayu pilihan. Dapat dibayangkan betapa besar kebutuhan kita dari kayu sebagai bahan dasarnya.

Lebih memilih untuk memakai tissue daripada sapu tangan, bukan karena persoalan praktis –satu kata yang semakin keras terdengar dalam era ini, melainkan juga karena ada persoalan gaya hidup. Orang yang memakai sapu tangan sudah tampak seperti orang ketinggalan zaman. Kira-kira, contoh ini persis seperti orang-orang yang pergi ke pasar menenteng keranjang. Sekarang ini, semuanya bisa diisi dengan kantong berbahan plastik –dan lagi-lagi tampak bahwa orang yang rajin menenteng keranjang sudah ketinggalan zaman. Sementara plastik yang memenuhi bumi beresiko kepada tidak bisa berlangsungnya proses penguraian.

Baca Juga:  Sepeda Listrik Siap Beroperasi di Lingkungan Kampus UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Ada semacam kegundahan terhadap dicap sebagai ketinggalan zaman bila memakai produk-produk daur ulang. Padahal tanpa melakukan daur ulang, sesungguhnya sedang terjadi perilaku yang mengeksploitasi alam terus-menerus.

Orang yang tidak dominan memakai produk daur ulang, bukan karena tidak menyadari betapa pentingnya menyelamatkan lingkungan di masa depan. Perilaku tersebut lebih berkaitan dengan gaya hidup, agar tidak dicap sebagai orang-orang yang ”murahan” karena memakai barang-barang yang harganya lumayan murah.

Akhir-akhir ini, menjadi semacam momentum untuk selalu mengingatkan kita agar terus berusaha melakukan revolusi dalam penyelamatan lingkungan. Revoluasi itu bisa dilakukan secara sederhana, yakni menahan diri dari godaan gaya hidup. Kita bisa membayangkan bila satu orang saja bisa mengurangi sepertiga kebutuhannya dari hasil yang bisa merusak alam, betapa besar usaha penyelamatan yang telah kita lakukan.[]

Tags: kerusakanlingkunganManusia
ShareTweetPinSend
Seedbacklink
Sulaiman Tripa

Sulaiman Tripa

Sulaiman Tripa adalah analis sosial legal dan kebudayaan. Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.

Related Posts

Apakah AI Dapat Disebut sebagai Revolusi Industri 5.0?
Artikel

Apakah AI Dapat Disebut sebagai Revolusi Industri 5.0?

by SAGOE TV
July 19, 2025
Lonjakan Kasus DBD di Banda Aceh, Apa yang Harus Kita Lakukan?
Artikel

Lonjakan Kasus DBD di Banda Aceh, Apa yang Harus Kita Lakukan?

by SAGOE TV
July 5, 2025
Misteri Lonjakan Kasus HIV di Banda Aceh Fakta yang Jarang Diketahui!
Artikel

Misteri Lonjakan Kasus HIV di Banda Aceh: Fakta yang Jarang Diketahui!

by SAGOE TV
July 3, 2025
Talenta Digital dari Dayah: Harapan Baru Ekonomi Aceh
Artikel

Talenta Digital dari Dayah: Harapan Baru Ekonomi Aceh

by SAGOE TV
July 1, 2025
Dua Dekade Damai Aceh
Artikel

Dua Dekade Damai Aceh

by SAGOE TV
June 27, 2025
Load More

POPULAR PEKAN INI

Kisah Haru di Panggung MTQ

Kisah Haru di Panggung MTQ

November 2, 2025
Paradoks Darussalam: Demokrasi yang Bising di Luar, tapi Bisu di Kampus

Paradoks Darussalam: Demokrasi yang Bising di Luar, tapi Bisu di Kampus

November 1, 2025
Agam Hana Raba Krèh

Agam Hana Raba Krèh

November 4, 2025
Persiraja Raih Kemenangan Perdana di Kandang, Gol Penalti Connor Tundukkan Persekat

Persiraja Raih Kemenangan Perdana di Kandang, Gol Penalti Connor Tundukkan Persekat

November 3, 2025
Mualem Tegaskan Identitas Serambi Makkah, Tes Baca Al-Qur’an Bakal Jadi Syarat Wajib di Aceh

Mualem Tegaskan Identitas Serambi Makkah, Tes Baca Al-Qur’an Bakal Jadi Syarat Wajib di Aceh

November 2, 2025
Aceh Negerinya Seribu Satu Warung Kopi

Aceh Negerinya Seribu Satu Warung Kopi

November 2, 2025
Wujudkan Ekonomi Sirkular, Tim FEB Unimal Edukasi Warga Lancang Garam Kelola Sampah Berkelanjutan

Wujudkan Ekonomi Sirkular, Tim FEB Unimal Edukasi Warga Lancang Garam Kelola Sampah Berkelanjutan

November 4, 2025
Harga Tiket Persiraja vs Garudayaksa FC Resmi Dirilis, Mulai Rp30 Ribu

Persiraja vs Persekat: Laskar Rencong Uji Ketangguhan di Kandang Sendiri

November 1, 2025
Putri Aceh dan Putra Jawa Timur Terpilih Jadi Duta DPD RI 2025

Putri Aceh dan Putra Jawa Timur Terpilih Jadi Duta DPD RI 2025

November 4, 2025

EDITOR'S PICK

Momen Akrab Wagub Aceh Fadhlullah Hentikan Sopir Truk Pelat Luar di Geurutee

Momen Akrab Wagub Aceh Fadhlullah Hentikan Sopir Truk Pelat Luar di Geurutee

October 5, 2025
Menaker Yassierli Kunjungi Museum Tsunami Aceh, Tekankan Pentingnya Edukasi Kebencanaan

Menaker Yassierli Kunjungi Museum Tsunami Aceh, Tekankan Pentingnya Edukasi Kebencanaan

September 26, 2025
Kepala SDTQ Nurun Nabi Banda Aceh Lulus Standardisasi Dai MUI

Kepala SDTQ Nurun Nabi Banda Aceh Lulus Standardisasi Dai MUI

June 12, 2025
Kajati yang Baru Yudi Triadi Tiba di Aceh, Disambut Prosesi Peusijuek

Kajati yang Baru Yudi Triadi Tiba di Aceh, Disambut Prosesi Peusijuek

April 24, 2025
Seedbacklink
  • Redaksi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Iklan
  • Aset
  • Indeks Artikel

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.

No Result
View All Result
  • Artikel
  • News
  • Biografi
  • Bisnis
  • Entertainment
  • Kesehatan
  • Kuliner
  • Lifestyle
  • Politik
  • Reportase
  • Resensi
  • Penulis

© 2025 PT Sagoe Media Kreasi - DesingnedBy AfkariDigital.